Resepsi pernikahan merupakan acara yang memadukan dua kepentingan, yaitu kepentingan anak dan orangtua. Di satu sisi, orangtua biasanya menjadi pihak yang membiayai kebutuhan pernikahan anaknya, maka dari itu orangtua juga merasa berhak untuk campur tangan dengan konsep atau persiapan di acara tersebut. Di sisi lain, pernikahan merupakan hari spesial kedua pengantin sehingga sudah sewajarnya jika mereka yang menentukan seluruh detail yang diperlukan pada resepsi pernikahan.
Meski sudah direncanakan dengan maksimal, rupanya ada saja orang yang merasa nggak cocok dengan konsep yang sudah disiapkan. Contohnya yaitu apa yang baru dialami oleh seorang ibu yang menghadiri pernikahan teman kerjanya. Melansir dari Mirror, awalnya semua terasa menyenangkan dan berjalan layaknya resepsi pernikahan pada umumnya. Namun perempuan ini kaget ketika sesi makan dimulai.
Ia nggak sanggup membendung emosi ketika menyaksikan bahwa hidangan yang disajikan dalam resepsi tersebut dibedakan berdasarkan jenis kelamin tamu. “Semuanya terlihat menyenangkan hingga kami duduk untuk sarapan dan menunya dibagi berdasarkan gender,” tulisnya dalam Mumsnet. Untuk tamu perempuan disajikan risotto udang sebagai hidangan pembuka, ayam bakar dan kentang untuk hidangan utama dan puding stroberi untuk hidangan penutup.
Sedangkan untuk tamu laki-laki dihidangkan risotto jamur untuk makanan pembuka, daging sapi panggang sebagai hidangan utama dan puding cokelat sebagai dessert. Setelah pulang, ia pun mengetahui dari tamu yang tetap berada di pesta tersebut bahwa tamu perempuan disuguhkan kue tart sedangkan tamu laki-laki disuguhkan wiski.
Jika dilihat dari jenis makanannya, sebenarnya nggak ada yang salah. Namun perempuan ini memilih untuk meninggalkan lokasi setelah merasa nggak terima karena konsep pembagian makanan sesuai gender tersebut. Ternyata, konsep ini datang dari orangtua pengantin laki-laki yang memiliki budaya yang masih tradisional. “Ini adalah ide mereka tapi pengantin laki-lakinya bekerja di badan kesehatan untuk perempuan sedangkan pengantin perempuannya adalah seorang feminis yang menghadiri acara-acara serta aksi unjuk rasa untuk feminis bersamaku. Kupikir mereka akan menentang ide tersebut sejak pertama kali diusulkan.”
Perempuan ini juga menilai bahwa para tamu yang hadir juga terkejut dengan konsep yang nggak biasa tersebut. Meski demikian, mereka memutuskan untuk tetap berada di tempat dan menyantap hidangan demi menghormati pengantin. Nggak sedikit dari mereka yang menyayangkan sikap tamu tersebut untuk pergi begitu saja.
Seseorang menulis, “Kupikir tindakanmu nggak berdasar. Ya, itu terkesan kuno dan seksis, tapi di pernikahan tersebut kamu adalah tamu dan kupikir kamu seharusnya menyimpan pemikiranmu sendiri. Bayangkan seperti apa perasaan mereka ketika melihat kamu pergi? Bukanlah memori pernikahan yang indah bagi mereka. Itu kejam.”
Hmmm.. rumit juga, ya. Kalau kamu ada di pernikahan tersebut, sikap apa yang akan kamu ambil, Bela?