Wajah lumayan cantik, tubuh pun cukup ideal, punya pekerjaan yang tidak terlalu tinggi tapi cukup baik, latar belakang pendidikan pun cukup, tapi, kok, belum ada juga, ya, laki-laki yang mengajak kita menikah?
Tidak sedikit perempuan-perempuan yang memiliki pemikiran semacam ini. Kita penasaran dengan apa yang ada dalam kepala laki-laki, apa yang membuat mereka memutuskan untuk menikahi seseorang. Apa yang membuat mereka yakin menjadikan seorang perempuan menjadi istrinya, yang akan menemani sisa hidupnya?
9 jawaban ini mungkin akan menggambarkan jawaban yang sedang kamu cari. Kamu pun akan menyadari bahwa semua kelebihan yang kamu sebutkan di awal tadi tidak serta merta menjadi syarat agar seorang laki-laki mau menikahimu.
1. "Karena istriku orang yang kuat."
"Karena istriku itu strong. Ya namanya orang, ya, kan nggak tahu umur bisa sampai kapan. Nah, dalam kasus istriku, aku yakin dia masih akan bisa survive dan mendidik anakku dengan baik ketika aku sudah meninggal nanti." (Rozi, Editor, 28)
2. "Karena ingin move on dari mantan."
"Alasan jujur karena pengen move on dari mantan. Tapi ternyata tetap nggak bisa move on, tetap ingat. Alasan kedua karena orangtua, bokap sudah pensiun, ingin punya menantu." (Yourdan, Asisten Sutradara, 29)
3. "Karena orangtua merasa cocok."
"Kami sudah merasa saling cocok, teruji oleh waktu, dan orang tua juga cocok, jadi tidak ada alasan untuk tidak menikahinya." (Akbar, Petani, 29 tahun)
4. "Seiman dan dia orang baik."
"Karena dia seiman dan melaksanakan ibadah. Sikapnya baik. Nggak cantik banget tapi enak dipandang. Ngobrol juga nyambung. Waktu itu juga sama-sama belum jadi apa-apa, jadi merasa lebih fleksibel merencanakan masa depan sesuai kesepakatan bersama. Prosesnya cuma dua bulan sampai akad." (Abdul, kandidat PhD, 28 tahun)
5. "Pencarian terhadap sosok ideal tidak akan pernah selesai."
"Aku dan dia sudah kenal sejak SMA, kami teman satu kelas, tapi bukan karena itu aku memutuskan melamarnya. Karena pada titik aku memutuskan melamar dia, aku merasa bahwa pencarian terhadap sosok ideal tidak akan pernah selesai, maka mencukupkan diri dengan pasangan yang ada dan berkomitmen untuk terus memperbaiki satu sama lain menjadi pilihan yang paling baik buatku saat itu. Apalagi, naif apabila kita menuntut pasangan ideal sementara kita juga masih penuh kekurangan, jadi konsep mencari pasangan seideal mungkin itu justru tidak ideal menurutku. Akhirnya, dengan kekurangan dia yang aku sudah tau saat itu, dan tentu kekuranganku juga, komitmen dimulai." (Faridl, Sociopreneur, 27 tahun)
6. "Cocok dengan calon yang dikenalkan teman"
"Mungkin mirip sama orang yang berjodoh dengan pekerjaan, sekolah, dan lain-lain. 'Time flies, people change', setelah beberapa episode kehidupan terlewati, saat itu aku benar-benar merasa 'butuh nikah'. Dan nggak ada kriteria muluk-muluk untuk mencari calon istri. Lalu aku minta dicarikan calon jodoh ke teman dan dikenalkan ke beberapa orang. Lalu salah satunya cocok, kenalan satu bulan lalu menikah." (Shidqi, Karyawan Swasta, 28 tahun)
7. "Dia mau diajak berjuang bersama"
"Dia cantik menurutku, sholehah, perhatian, disiplin, pekerja keras, visioner dan mau diajak berjuang bersama. Intinya yang terakhir, percuma semua kriteria sebelumnya kalau pada akhirnya nggak mau bareng-bareng berjuang." (Firdaus, Karyawan Swasta, 28 tahun)
8. "Karena dia mau jadi istriku"
"Alasannya, ya, karena dia mau jadi istriku. Dia nggak perlu berpikir panjang saat aku ajak nikah, walaupun dia tahu saat itu aku sedang berada di titik nol dari segi finansial. Dia sama sekali nggak pernah membuat aku merasa rendah. Dia bilang kami bisa berjuang bersama dan besar bersama. Dan benar dia memang pasangan yang tepat buat aku, bisa mengisi kekuranganku terutama dari segi ambisi dan mimpi, bahkan dia pun jadi teman yang sangat baik saat traveling." (Adi, Wedding Organizer, 28 tahun)
9. "Karena malas memulai hubungan baru dari nol"
"Aku menikahi mantanku. Selain karena merasa cocok saat kami pertama kali bertemu lagi setelah empat tahun putus, aku juga merasa malas untuk memulai hubungan baru dengan seseorang dari nol. PDKT dan segala macamnya sangat menghabiskan waktu untuk aku yang sudah sibuk bekerja. Dengan dia aku tidak perlu PDKT lagi, cukup saing meyakinkan karena sama-sama sudah tahu kekurangan masing-masing." (Imam, Karyawan Swasta, 29 tahun).