Istilah resesi yang paling umum didengar orang adalah resesi ekonomi. Dalam istilah ekonomi, resesi memiliki arti pertumbuhan negatif dua kuartal berturut-turut dalam satu tahun. Resesi sendiri memang yang memiliki arti kemerosotan. Kalau begitu, apa artinya resesi seks?
Sebuah penelitian menunjukkan, gairah pasangan di beberapa negara untuk berhubungan seks mulai mengalami penurunan. Fenomena inilah yang disebut dengan istilah resesi seks. Banyak hal yang bisa jadi penyebab, seperti menurunnya suasana hati pasangan untuk berhubungan seks, kesibukan bekerja, menikah, hingga memiliki anak.
Berikut adalah beberapa fakta mengenai fenomena resesi seks yang perlu kamu ketahui. Disimak sampai selesai, ya.
Fenomena resesi seks pertama kali terlihat di Amerika
Menurut data dari Survei Sosial Umum, ada 23% orang dewasa yang mengaku tidak melakukan hubungan seks dalam setahun pada 2018. Ini adalah rekor tertinggi yang pernah dialami Amerika sepanjang masa.
Menurut analis Jake Novak dalam hasil penelitiannya—yang dimuat di CNBC International, resesi seks justru terjadi di kalangan milenial dengan rentang usia 20-an hingga menjelang 40 tahun.
Ini mengindikasikan bahwa kaum muda ingin menunda beberapa aspek "kedewasaan" dirinya. Hal itu bisa berimbas ke sejumlah sektor lain di kehidupan, seperti keinginan membeli rumah (properti) atau membeli mobil (otomotif).
Penyebab terjadinya resesi seks
Seperti disebutkan di atas, ada banyak faktor yang diduga menjadi penyebab menurunnya gairah seksual pasangan. Misalnya saja perubahan suasana hati, kesibukan di antara pasangan, hingga enggan memiliki anak.
Selain itu, beberapa peneliti juga menilai bahwa pandemi Covid-19—yang saat ini sudah mulai menjadi endemi—berpengaruh pada perubahan suasana hati yang berujung pada menurunnya gairah seksual.
Selain itu, perubahan iklim juga disebut memperburuk fenomena resesi seks yang mulai merambah ke banyak negara. Kedua faktor tersebut semakin membuat banyak orang menunda kehamilan dan jarang berhubungan seks.
4 Negara di Asia yang terkena resesi seks
Selain di Amerika Serikat, media melaporkan sudah ada 4 negara di Asia yang mengalami fenomena resesi seks. Hal ini bisa dilihat dari menurunnya angka kelahiran dan pernikahan di negara masing-masing.
1. Singapura
Perkiraan penyebab utama resesi seks di negara ini adalah aturan lockdown yang berlaku saat pandemi. Hal tersebut membuat sebagian warganya melakukan penundaan pernikahan sehingga angka pernikahan dilaporkan menurun mencapai 12,3 persen pada 2020.
Hal itu berdampak pada angka kelahiran di negara tersebut. Di tahun yang sama, angka kelahiran juga ikut menurun menjadi hanya ada 31.816 kelahiran. Di Singapura, angka tersebut 3,1 persen lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, yang mencapai 32.844 kelahiran.
2. Korea Selatan
Nah, kalau di Negeri Ginseng, fenomena resesi seks disebut sudah terjadi cukup lama sebelum pandemi. Alasan utamanya karena di sana terdapat gerakan para perempuan yang tidak ingin menikah dan memiliki anak.
Disebut dengan gerakan '4B' atau 'Four Nos', kepanjangan dari 'no dating, no sex, no marriage, and no child-rearing', gerakan 'tidak menikah' ini memanfaatkan isu feminisme yang sedang berkembang di Korea Selatan.
Bahkan, data PBB menunjukkan bahwa rata-rata perempuan di negeri asal K-Pop tersebut hanya memiliki 1 anak. Hal tersebut tentu saja menciptakan krisis demografis yang mengancam penyusutan populasi dan ekonomi.
3. Jepang
Pada 2021, Kementerian Kesehatan Jepang melaporkan bahwa angka kelahiran di negara tersebut turun hingga rekor terendah pada 2020. Menurut laporan Reuters, pada tahun tersebut angka kelahiran di Jepang hanya sebanyak 840.832. Jumlah ini turun 2,8 persen dari tahun sebelumnya, bahkan terendah sejak pencatatan dimulai pada 1899.
Banyak ahli yang menduga bahwa penurunan ini disebabkan oleh rendahnya jumlah pernikahan di Jepang pada 2020. Di tahun itu, penurunan jumlah pernikahan mencapai 12,3 persen, yaitu hanya menjadi 525.490 pernikahan.
4. China
Meski populasi di China terbilang cukup tinggi, faktanya angka kelahiran di negara tersebut menurun secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Dikutip dari BBC, sensus penduduk dalam satu dekade terakhir mencatat bahwa angka kelahiran di China turun ke tingkat terendah sejak 1960-an.
Pada 2020, disebutkan hanya ada 12 juta bayi yang lahir. Angka tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan 2016, yakni 18 juta kelahiran. Hal ini menimbulkan kekhawatiran pemerintah China karena kemungkinan negara mengalami penurunan populasi lebih cepat dari yang diharapkan.
Kaum muda diminta untuk kurangi penggunaan smartphone
Meskipun sangat membantu kehidupan modern, faktanya smartphone atau ponsel pintar juga terbukti memiliki beberapa dampak buruk. Salah satunya adalah mengurangi keintiman di antara pasangan.
Bahkan, pemerintah Jepang, Korea Selatan, dan Singapura mulai mengimbau generasi milennial untuk mengurangi penggunaan smartphone. Dengan begitu, diharap orang-orang memiliki waktu lebih banyak bersama pasangan sehingga bisa meningkatkan keintiman dan mengembalikan gairah seks yang mulai menurun.
Semoga saja fenomena resesi seks di berbagai negara ini tidak turut memberi dampak buruk bagi masyarat, ya. Apalagi karena hubungan seks merupakan salah satu bagian terpenting dalam sebuah hubungan pernikahan, seperti menjaga keharmonisan pasangan, memenuhi kebutuhan biologis, dan untuk memperoleh keturunan.