Sebagai negara hukum, Indonesia telah mengatur segala aspek kehidupan, baik dalam kemasyarakatan, kenegaraan, dan pemerintahan berdasarkan hukum yang berlaku. Untuk mewujudkan negara hukum, salah satu yang dilakukan adalah mengikuti peraturan perundang-undangan. Tak terkecuali dalam hal perkawinan di Indonesia.
Dalam undang-undang, dinyatakan bahwa perkawinan dianggap sah jika dilakukan sesuai hukum dalam agamanya dan kepercayaannya masing-masing. Di samping itu, tiap-tiap perkawinan juga harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku agar sah di mata hukum.
Sebelumnya, Pemerintah telah menetapkan bahwa batas usia perkawinan di Indonesia ialah 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Namun, pada Jumat (13/9) kemarin, DPR dan Pemerintah telah menyepakati perubahan batas usia perempuan melalui revisi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menjadi 19 tahun.
Hal ini diputuskan dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I Panitia Kerja (panja) DPR RI Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bersama pihak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA).
Setelah disepakati pada akhir pekan lalu, DPR telah mengesahkan revisi UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dalam rapat paripurna yang digelar pada siang ini, Senin (16/9). RUU Perkawinan telah menyepakati usia minimum nikah bagi laki-laki dan perempuan jadi 19 tahun.
"Hasil pembahasan tingkat I di Baleg menyepakati perubahan Pasal 7 yang mengatur tentang usia boleh kawin laki-laki dan perempuan. Disepakati bahwa batasan usia yang dibolehkan melakukan perkawinan antara laki-laki dan perempuan adalah sama, usia 19 tahun," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Totok Daryanto, kepada wartawan, Senin (16/9).
Dalam putusan sebelumnya, di mana batas usia dinilai terlalu rendah, Mahkamah Konstitusi (MK) menilai UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak. Dalam UU Perlindungan Anak berisi bahwa anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Maka dari itu, siapa pun yang masih berada di bawah 18 tahun termasuk kategori anak-anak. Perkawinan anak ini juga dinilai berdampak negatif, terutama pada aspek kesehatan, keharmonisan, sosial-ekonomi, dan pendidikan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise, juga mengatakan bahwa pertimbangan batas usia 19 tahun ini ditetapkan karena anak dinilai telah matang jiwa dan raga untuk melangsungkan perkawinan secara baik, tanpa berakhir perceraian serta mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas.
Kenaikan batas usia yang sebelumnya 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan ini diharapkan dapat menurunkan risiko kematian ibu dan anak. Nah, bagaimana pendapatmu, Bela? Apakah kamu mendukung atau memiliki pendapat lain yang berbeda dengan Pemerintah, nih?