Berita tentang perselingkuhan tampak semakin banyak berseliweran. Ironisnya, hal ini bikin trust issue banyak orang semakin tinggi. Mungkin kamu juga salah satu yang jadi mempunyai krisis kepercayaan akan kesetiaan dalam sebuah hubungan romantis ataupun pernikahan.
Secara umum, perselingkuhan disebabkan oleh berbagai macam faktor. Mulai dari hilangnya rasa cinta, merasa diabaikan pasangan, hingga mencari kesenangan lain karena merasa bosan di dalam hubungan.
Namun, tahukah kamu bahwa seseorang yang berselingkuh sebenarnya punya alasan yang lebih dalam, yakni membawa luka dari masa kecil yang belum ia sembuhkan?
Mengetahui trauma masa kecil ini bisa bikin kita paham akar permasalahan mengapa seseorang memilih untuk berselingkuh.
Tentu saja bukan untuk memberikan pembenaran bagi mereka yang berselingkuh, tetapi untuk akhirnya menyadari bahwa ada luka yang perlu disembuhkan sehingga tercipta hubungan romantis yang didasari kesetiaan.
Berikut Popbela rangkum 7 luka masa kecil yang bikin orang rentan berselingkuh, dilansir dari laman Bustle.
1. Pernah menyaksikan perselingkuhan orang dewasa semasa kecil
Faktanya, anak-anak belajar dari apa yang ditunjukkan oleh orang dewasa, termasuk dengan dinamika hubungan. Sehingga, apabila seseorang tumbuh besar menyaksikan perselingkuhan, menurut terapis, Tanesha L. Curtis, LMSW, dia akan rentan membuatnya meniru perilaku tersebut saat dewasa.
“Jika ada banyak orang yang penting dalam kehidupan seorang anak… secara terus-menerus berselingkuh dari pasangannya atau orang terdekatnya (terutama jika pasangan dan orang yang penting tersebut tidak membicarakan atau menentang perilaku tersebut atau mengakhiri hubungan), akan lebih mudah bagi seorang anak untuk melakukan hal tersebut dan untuk melihat perselingkuhan sebagai bagian normal dari hubungan romantis," ungkap Tanesha.
"Mereka mungkin berpandangan bahwa 'semua orang berselingkuh,'" lanjutnya.
2. Diajari untuk menghindari perasaan negatif
Sebagian besar orang dewasa tumbuh besar dengan didikan orang tua yang kerap memintanya menghindari perasaan negatif. Meski memang nggak menyenangkan untuk merasakan perasaan ini, tapi dengan menghindarinya dapat berdampak negatif pada hubungan anak-anak ketika mereka tumbuh dewasa.
Psikolog klinis, Dr. Paul DePompo berkata, “Anak-anak yang tumbuh dengan keyakinan bahwa mereka tidak boleh 'tenang', harus bahagia, tidak boleh frustrasi, dan sebagainya, cenderung belajar bahwa hidup lebih tentang mereka dan sering tidak mengembangkan keterampilan membangun toleransi terhadap frustrasi, [atau melihat] pentingnya timbal balik dan fleksibilitas dalam hubungan mereka,”
“Di masa dewasa–ketika mereka merasa tidak mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan dari pasangannya, atau ketika mereka membutuhkan lebih banyak kekaguman dari dunia luar–[mereka] dapat mengembangkan keyakinan bahwa mereka pantas mendapatkan apa yang mereka inginkan, ketika mereka menginginkannya, mereka akan mendapatkannya."
Dengan begitu, seseorang akan kesulitan untuk menghadapi naik turun hubungan dan gemar mencari validasi dari orang lain ketika merasa frustrasi.
3. Perasaan yang kerap diabaikan oleh figur orangtua
Mengabaikan perasaan atau memberikan perhatian terlalu banyak pada seorang anak nyatanya bisa membuat luka hingga mewujud kepada perilaku perselingkuhan.
Namun, bukan berarti jumlah perhatian yang diberikan ketika anak masih kecil pasti akan menjaminnya tumbuh menjadi seorang yang berselingkuh, hanya saja dapat memperbesar perluangnya, jika tidak disembuhkan.
“Jika seorang anak tumbuh dengan orang tua yang tidak memvalidasi perasaannya, sangat emosional, atau suka mengontrol, mereka sering kali tidak percaya bahwa perasaan mereka penting,” kata Dr. Paul.
“Dan dalam hubungan, mungkin sulit bagi mereka untuk mengadvokasi diri mereka sendiri dan menetapkan batasan yang jelas karena mereka dapat belajar bahwa cinta adalah [tentang] membuat pasangan Anda bahagia. Konsekuensinya adalah, seiring berjalannya waktu, orang tersebut merasa mereka harus 'mencuri' apa yang mereka inginkan, karena mereka sering menghindari konflik hingga merasakan kesepian, atau merasa dirugikan dalam hubungan."
Jadi, daripada mengkomunikasikan kebutuhannya pada pasangan, mereka mungkin cenderung mendapatkannya dari orang lain di luar hubungan.
4. Melihat perceraian orangtua
Menyaksikan perceraian kedua orangtua bisa membuat hati seorang anak terluka, terlebih jika perpisahan orangtua diwarnai konflik dan ketegangan. Hal ini bisa memicu dampak yang negatif bagi relasi anak di usia dewasa, terutama relasi romantis.
“Orang tua yang bercerai dapat menyebabkan anak-anak tidak mempercayai hubungan dan pernikahan, sehingga [menjadi] tidak setia,” kata psikoterapis dan penulis How to be Happy Partners: Working it out Together, Tina B. Tessina, PhD,.
“Selain itu, perselingkuhan sering kali menjadi katalisator perceraian, dan orang tua tunggal mungkin mengalami kesulitan dalam mencari pasangan baru. Anak-anak mengamati dan belajar dari dinamika ini, dan sering kali meniru mereka.”
Di samping itu, ada juga fakta bahwa banyak anak-anak yang tumbuh tanpa contoh seperti apa hubungan yang sehat itu. Menurut Dr. Tina, hal itu dapat mengakibatkan anak kehilangan “kemampuan dalam menjaga kesetiaan dan monogami.”
5. Tumbuh dengan orangtua yang tidak tersedia secara emosional
Seorang anak yang tumbuh dewasa bersama orangtua yang tidak hadir secara fisik maupun emosional tentu dapat berperan dalam caranya memandang suatu hubungan setelah mereka dewasa.
Dr. Amelia Kelley, PhD, MS, LPC, ATR-P, RYT, dari Kelley Counseling & Kesehatan berkata, “Alasan trauma ini dapat menciptakan seseorang berselingkuh adalah karena pengalaman ini mengganggu kebutuhan alami akan rasa aman dan kenormalan yang penting bagi perkembangan anak,”
“Ketika seorang anak mengalami kurangnya rasa aman, hal ini dapat memaksa mereka untuk melihat ke dalam, yang berpotensi mengarah pada gaya keterikatan yang tidak aman atau menghindar di kemudian hari, atau ke luar kepada orang lain untuk mendapatkan validasi guna membantu membangun kembali rasa aman dan harga diri, yang mengarah ke gaya keterikatan cemas," lanjut Dr. Amelia.
"Di kemudian hari, di masa dewasa, anak-anak yang tidak tahu ke mana harus mencari perhatian... akan lebih sulit mengatasi stres yang tak terelakkan yang datang dari hubungan intim jangka panjang." Tambahnya.
Akan tetapi, hal ini masih sangat mungkin untuk diatasi. Dr. Amelia berujar, "Hal yang menakjubkan tentang gaya keterikatan adalah bahwa gaya tersebut tidak statis; gaya tersebut dapat diubah dengan diperkenalkannya hubungan yang sehat."
6. Mengalami pelecehan semasa kecil
Trauma pelecehan yang dialami seseorang di masa kecil nyatanya dapat menyebabkan gejala gangguan stres pascatrauma atau PTSD. Ironisnya, hal ini yang mungkin menimbulkan keinginan untuk berselingkuh pada sebagian orang.
Logan Cohen, seorang Pernikahan Berlisensi dan Terapis Keluarga berujar, "Efek samping yang umum dari PTSD adalah gejala mati rasa/penghindaran, sehingga fokus berlebihan pada keadaan gairah berlebihan dicari secara aktif, salah satu contohnya adalah hubungan seksual berisiko tinggi,"
“Pada tingkat yang lebih dalam, penyintas yang melakukan perselingkuhan sering kali termakan… oleh rasa malu yang terinternalisasi, yang jika tidak ditangani dan diatasi secara langsung hanya akan menjauhkan penyintas dari diri mereka sendiri dan orang yang mereka cintai, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya perselingkuhan.”
Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa sangat penting bagi para penyintas pelecehan untuk menyembuhkan diri dan menyadari bahwa itu bukan kesalahan mereka. Sehingga, ketika dewasa mereka dapat memiliki hubungan yang lebih sehat.
7. Kepergian orangtua untuk selama-lamanya
Perasaan seorang anak cenderung terancam, jika mereka ditinggalkan oleh orangtua selama-lamanya saat masih berusia dini. Hal ini juga bisa menjadi pemicu terjadinya perselingkuhan di usia dewasa.
Psikiater dan penulis Dr. Scott Carroll berkata, “Gangguan keterikatan serta pengalaman buruk di masa kanak-kanak cenderung membuat orang lebih kecanduan dan melakukan hal-hal yang pada saat itu terasa menyenangkan, namun buruk dalam jangka panjang – seperti merokok, minum minuman keras, menggunakan narkoba, dan berselingkuh.”
Dr. Carroll juga menyebutkan bahwa hal ini bisa juga dipicu ketika seorang anak memiliki orangtua yang sakit parah, orangtua yang dipenjara, menyaksikan orangtua kecanduan narkoba, dan sebagainya.
Jadi itulah 7 luka masa kecil yang bikin seseorang rentan selingkuh. Yang perlu kamu ketahui, meski seseorang mengalami luka di atas, bukan berarti menjamin bahwa dia akan berselingkuh di usia dewasa.
Perlu digarisbawahi bahwa perselingkuhan sangat bisa dicegah dengan menemukan pasangan yang suportif, mampu berkomunikasi secara terbuka, hingga menjalani terapi untuk menyembuhkan diri. Ingatlah bahwa kita semua berhak memiliki hubungan romansa yang penuh kehangatan dan kesetiaan.