Janur kuning pernikahan merupakan salah satu dekorasi wajib di dalam acara pernikahan, khususnya di daerah Jawa dan Bali, yang biasa dipasang di pintu masuk gedung pernikahan, atau jalan menuju tempat hajatan diselenggarakan.
Umumnya, janur kuning pernikahan terbuat dari pelepah kelapa yang masih muda dan berwarna kuning. Namun sebenarnya, janur kuning bisa dibuat dari berbagai macam tumbuhan palma besar, seperti pohon kelapa, aren, dan pohon sagu.
Nggak hanya sebagai penanda acara pernikahan saja, secara lebih luas, janur kuning memiliki makna yang begitu mendalam, lho. Lantas, apa makna di balik janur kuning pernikahan? Simak ulasannya berikut ini.
Makna janur kuning pernikahan
Bila dilihat dari asal katanya, 'janur' dalam bahasa Jawa memiliki arti menggapai cahaya Ilahi dan 'ning' atau 'wening' diartikan sebagai harapan agar keinginan yang berasal dari hati yang suci dapat terwujud. Sehingga janur kuning pernikahan memiliki makna harapan yang mulia dan tinggi agar kehidupan rumah tangga bagi pasangan pengantin baru dapat berjalan dengan langgeng serta harmonis.
Asal-muasal janur kuning pernikahan
Penggunaan janur kuning pernikahan sebagai hiasan ternyata bermula dari sejarah di Kerajaan Cirebon.
Alkisah Raden Angga Wacana atau Naga Wacana, seorang tokoh penyebar agama Islam di wilayah Sukapura, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran, mendapat kabar bahwa Kerajaan Cirebon mengadakan sayembara untuk para jawara se-Nusa Jawa.
Pemenang dari sayembara tersebut nantinya akan diuji untuk meratakan Gunung Hata oleh Raja Cirebon, yang dimaksudkan untuk mendirikan sebuah mesjid agar penyebaran agama Islam di Kerajaan Cirebon semakin meluas.
Raden Angga Wacana pun kemudian berpamitan dengan sang istri untuk mengikuti sayembara tersebut. Ia lalu sampai di tempat sayembara dan mulai membuat fondasi masjid hanya dalam hitungan jam, serta berhasil meratakan Gunung Hata berkat ilmu yang ia miliki.
Raja Cirebon pun terkejut dengan kemampuan yang dimiliki oleh Raden Angga Wacana. Namun, karena seluruh laki-laki yang mengikuti sayembara merasa unggul dan berhak mendapatkan sang putri raja, Raja Cirebon berinisiatif untuk membuat burung dari janur kuning, yang nantinya siapapun yang dihinggapi, ialah pemenangnya.
Burung pun hinggap pada Raden Angga Wacana, yang berarti ia memenangkan sayembara tersebut.
Akan tetapi, karena Raden Angga Wacana telah memiliki istri, ia bersikeras tidak mau dinikahkan dengan putri raja.
Singkat cerita, Raden Angga Wacana pada akhirnya mau menikahi putri raja asalkan dengan satu syarat, yakni pernikahannya mesti dihias janur kuning dan menjadi cikal bakal janur kuning pernikahan yang menjadi salah satu dekorasi wajib dalam setiap hajatan pernikahan.
Mitos janur kuning pernikahan
Di balik penggunaannya sebagai hiasan wajib acara pernikahan, ternyata janur kuning pernikahan sarat akan mitos lho, Bela.
Disebutkan jika janur kuning yang dipasang bisa menandakan keperjakan dan keperawanan mempelai pengantin. Apabila hiasan janur kuning nggak layu sampai resepsi selesai, ini menandakan bahwa pengantin masih perjaka dan perawan. Namun sebaliknya, jika janur kuning yang terpasang ada yang layu, berarti pengantin ada yang sudah tidak perjaka atau perawan.
Macam janur kuning pernikahan
Ada beberapa jenis janur kuning pernikahan yang biasa menjadi hiasan dalam hajatan perkawinan di daerah Jawa dan Bali, di antaranya Kembar Mayang atau biasa disebut sebagai Mayang Sari atau Gagar Mayang, serta Umbul-Umbul atau Penjor. Berikut ulasan selengkapnya.
1. Kembar Mayang
Yang pertama ialah Kembar Mayang atau biasa disebut sebagai Mayang Sari atau Gagar Mayang. Janur kuning pernikahan jenis ini biasa dipajang di pelaminan dalam tradisi pernikahan adat Jawa, yakni dalam upacara bertemunya mempelai laki-laki dan mempelai perempuan di kediaman sang mempelai perempuan.
Terdapat beberapa bagian dalam Kembar Mayang, yakni tatakan, awak, dan mahkota yang tersusun dari janur serta daun-daunan yang dirangkai dengan bunga potro menggolo dan bunga pudak.
Mengutip jurnal yang berjudul Tradisi Kembar Mayang dalam Kehidupan Masyarakat Jawa di Desa Gulurejo, ada banyak makna yang terkandung dalam prosesi Kembar Mayang, di antaranya 'kembar' atau 'podho' dalam bahasa Jawa yang berarti 'sama' dan Mayang atau 'ati' yang diartikan sebagai 'hati' dalam bahasa Indonesia.
Dengan demikian, Kembar Mayang merupakan simbol penyatuan dua hati yang berbeda menjadi sama dengan tujuan yang sama pula.
2. Umbul-umbul atau Penjor
Janur kuning pernikahan jenis umbul-umbul adalah yang paling umum ditemui di setiap acara pernikahan dalam tradisi masyarakat di daerah Jawa dan Bali. Biasanya, umbul-umbul dipasang di depan gedung atau tempat acara resepsi pernikahan dihelat, atau di jalan masuk menuju tempat resepsi berlangsung.
Umbul-umbul terbuat dari bambu yang dihias dengan daun kelapa berwarna kuning. Fungsi utama dari umbul-umbul yakni sebagai penunjuk jalan ke tempat resepsi pernikahan diselenggarakan.
Sedangkan Penjor biasa digunakan masyarakat Bali untuk upacara adat umat Hindu dan juga acara pernikahan. Penjor terbuat dari batang bambu tinggi dan melengkung dengan tinggi sekitar 10 meter dan biasa dihias dengan daun kelapa muda atau janur, dan biasa dilengkapi dengan berbagai hasil bumi, kue, dan kain putih atau kuning.
Melansir laman Indonesia Kaya, Bali memiliki dua jenis Penjor, Bela, yakni Penjor sakral dan Penjor hias.
Penjor sakral digunakan dalam kondisi tertentu seperti di kegiatan keagamaan, salah satunya ketika menyambut Hari Raya Galungan.
Mengutip laman Kementerian Komunikasi dan Informatika, Umat Hindu Bali memercayai bahwa Gunung Agung merupakan berstananya Hyang Bathara Putra Jaya beserta Dewa dan para leluhur. Sehingga gunung dipercaya merupakan istana Tuhan dengan berbagai manifestasinya dan Penjor menjadi lambang rasa syukur atas hasil bumi yang dianugerahkan-Nya.
Sedangkan Penjor hias sama seperti umbul-umbul di wilayah Jawa, yakni digunakan sebagai penanda acara pernikahan.
Jadi itulah ulasan mengenai janur kuning pernikahan yang sarat akan filosofi. Semoga artikel ini bermanfaat untukmu ya, Bela!