Perselingkuhan merupakan hal yang sangat ditakuti dan dihindari bagi seluruh orang, khususnya yang sudah memiliki pasangan. Perselingkuhan merupakan tindakan yang merusak kepercayaan yang telah dibangun dan menyakitkan, baik secara fisik maupun mental kepada orang diselingkuhi.
Di samping itu, pasangan yang telah menikah dan mengikat janji setia sehidup-semati, telah membangun kepercayaan serta menjalin cinta dalam nama Tuhan yang Maha Esa.
Menikah merupakan sebuah ibadah yang mulia yang dapat dilakukan setiap orang yang telah siap dan mampu. Bahkan, menikah dapat menjadi sebuah kewajiban, agar tidak terjerumus dalam perzinahan.
Namun, bagaimana jadinya jika pernikahan yang dijalankan merupakan hasil dari perselingkuhan? Apakah pernikahan dari hasil selingkuh sah?
Berikut 5 penjelasan mengenai apakah pernikahan dari hasil perselingkuhan itu sah atau tidak.
1. Merusak keutuhan rumah tangga hubungan suami-istri orang lain hukumnya haram
Segala upaya apa pun yang dilakukan untuk merusak keutuhan rumah tangga seseorang dalam pandangan Islam sangat dibenci dan hukumnya adalah haram. Bahkan tindakan merusak hubungan rumah tangga orang lain termasuk dalam kategori dosa besar.
Dalam sebuah hadis mengatakan, “Dan barangsiapa yang merusak hubungan seorang istri dengan suaminya, maka ia bukan termasuk dari golongan kami” (H.R. an-Nasai).
Berdasarkan hal ini, dapat dipahami bahwa hubungan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang statusnya masih bersuami adalah hubungan terlarang. Hal ini juga berarti bahwa pernikahan hasil perselingkuhan adalah haram.
2. Pendapat dalam Mazhab Imam Maliki
Pendapat yang sangat keras dituturkan dalam Mazhab Imam Maliki mengenai pernikahan hasil perselingkuhan. Dijelaskan bahwa, jika terdapat seorang laki-laki yang merusak hubungan rumah tangga seorang istri dengan suaminya, dan lalu suaminya itu menceraikan perempuan tersebut, maka laki-laki yang telah merusak hubungan rumah tangga mereka, setelah selesai masa iddah, menikahi perempuan itu maka pernikahannya harus dibatalkan. Serta tetap harus dibatalkan meski telah terjadi akad nikah. Hal ini karena telah terjadi kerusakan dalam akad.
Sehingga, jika dicermati dalam pandangan Mazhab Imam Maliki, konsekuensinya adalah pihak perempuan yang telah diceraikan oleh suaminya, haram untuk dinikahi oleh si laki-laki yang menyebabkan perceraian tersebut untuk selama-lamanya.
3. Pandangan lainnya dari Mazhab Imam Maliki
Terdapat pandangan lain dari Mazhab Imam Maliki, menyatakan bahwa meski demikian, hal tersebut tidak selamanya haram untuk dinikahi. Ini dianggap tidak bertentangan dengan pandangan pada poin sebelumnya, yang menyatakan harus dibatalkan, sebelum maupun sesudah terjadinya akad.
4. Pendapat dalam Mazhab Imam Hanafi dan Imam Syafi'i
Dalam pandangan Mazhab Imam Hanafi dan Imam Syafi'i rusaknya hubungan rumah tangga akibat perselingkuhan, tidak mengharamkan orang yang merusak hubungan tersebut untuk dinikahi.
Dengan kata lain, pernikahan hasil perselingkuhan tidak diharamkan. Namun, perlu digarisbawahi bahwa pihak yang merusak hubungan rumah tangga tersebut termasuk orang yang fasik. Tindakan orang itu termasuk dalam maksiat yang paling munkar dan dosa yang paling keji.
5. Hindari terjadinya pernikahan dari perselingkuhan dengan pertimbangan saddudz-dzari'ah (menutup jalan keburukan)
Terlepas dari bedanya pandangan antara ulama mengenai hukum pernikahan hasil perselingkuhan, yang menjadi jelas dan perlu ditekankan adalah tindakan tersebut termasuk dalam kategori dosa yang besar dan harus dihindari.
Dengan pertimbangan saddudz-dzari'ah (menutup jalan keburukan), maka pandangan dalam Mazhab Imam Maliki yang menyatakan bahwa haram hukumnya pernikahan hasil perselingkuhan, dapat dijadikan bahan pertimbangan.
Itulah deretan penjelasan mengenai hukum pernikahan hasil perselingkuhan, apakah sah atau tidak. Semoga kita semua dapat dijauhkan dari hal tersebut dan kedamaian dalam berumah tangga tetap terjaga.