Viral di TikTok, Ini Pengertian tentang ‘Pasangan yang Sekufu’

Meminimalisir konflik dan menjaga keharmonisan

Viral di TikTok, Ini Pengertian tentang ‘Pasangan yang Sekufu’

Saat mencari pasangan, setiap orang pasti tidak akan asal pilih. Maka dari itu, perlu adanya tahap PDKT untuk mengenal satu sama lain sebelum berlanjut ke jenjang yang lebih dalam. Proses perkenalan ini membuat satu sama lain mengetahui bagaimana watak untuk dipertimbangkan nantinya. 

Terkait dengan hal tersebut, akhir-akhir ini ramai diperbincangkan tentang pasangan yang sekufu, khususnya di TikTok. Apa sih sebenarnya pasangan yang sekufu itu? Apa manfaatnya memiliki pasangan yang sekufu? Penasaran? Simak penjelasannya berikut ini, ya!

Sekufu artinya sepadan atau sederajat

Viral di TikTok, Ini Pengertian tentang ‘Pasangan yang Sekufu’

Dalam bahasa Arab, sekufu disebut juga kafa’ah, yang secara etimologi berarti sama, sederajat, sepadan, atau sebanding. Berdasarkan istilah, sekufu memiliki arti sesuatu atau seseorang yang sepadan dengan sesuatu atau seseorang lainnya.

Jika mengutip pendapat Sayyid Sabiq dalam bukunya yang berjudul Fiqih Sunnah (1986), sekufu atau kafa'ah adalah setaranya kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak dan kekayaannya.

Sementara pendapat lain dari Abdul Al-Rahman Al-Jazairi dalam kitabnya berjudul al-Fiqh al-Mazahib al-Arba’ah (1990) menjelaskan pengertian sekufu adalah keseimbangan pasangan calon pengantin dengan keadaan tertentu. 

Jadi, yang dimaksud dengan sekufu dalam suatu hubungan atau perkawinan, yaitu sepadan atau sama antara seorang laki-laki dan perempuan, baik dalam agamanya, kedudukannya, pendidikannya, kekayaannya, status sosial dan sebagainya.

Ada empat kriteria sekufu dalam hubungan

Ada pendapat berbeda dari para ulama mengenai pasangan sekufu dalam ilmu fiqih. Salah satunya kriteria sekufu yang digunakan menurut empat mazhab, yaitu:

1. Mazhab Syafii
Dalam mazhab ini, kriteria dalam sekufu dinilai berdasarkan empat hal, yaitu nasab, ad-diniyah atau agama, orang merdeka atau budak, dan ekonomi atau status sosial terutama dalam pekerjaan.

2. Mazhab Hanafi
Dalam mazhab Hanafi, kriteria yang masuk dalam penilaian pasangan yang sekufu dinilai berdasarkan lima hal, yakni keturunan, al-hirfa’ atau profesi, al-hurriyah atau merdeka, harta, serta ad-diyanah atau agama dan kepercayaan.

3. Mazhab Hambali
Sama dengan mazhab Hanafi, dalam mazhab Hambali ada lima kriteria penilaian yang masuk dalam sekufu, termasuk agama (ad-diniyah) dalam konteksnya yang sangat luas, status sosial terutama profesi, kemampuan finansial terutama dihubungkan dengan hal-hal yang wajib dibayar seperti mas kawin (mahar) dan uang belanja (biaya hidup, nafkah), orang merdeka atau budak, dan nasab dalam kaitannya antara Arab dan non-Arab (‘Ajam).

4. Mazhab Maliki
Sedangkan untuk mazhab terakhir ini hanya menghubungan sekufu dengan satu hal yaitu agama, yaitu Muslim yang tidak fasik dan sehat fisiknya. Sementara terkait dengan harta, status kemerdekaan, dan nasab merupakan bentuk sekufu yang tidak menjadi syarat utama bagi suatu pernikahan.

Bukan syarat utama, tapi sekufu punya dalil yang bisa jadi pertimbangan

Meski sekufu bukan syarat sah untuk menikah, tapi ada beberapa dalil juga yang merujuk pada istilah satu ini. Ada dua pendapat dari para ulama yang membahas mengenai sekufu. Sebagian ulama mengatakan sekufu adalah syarat lazim atau syarat yang harus ada meskipun tidak memengaruhi keabsahan pernikahan.

Sementara sebagian lainnya secara mutlak tidak menjadikan sekufu sebagai syarat sah untuk menikah. Sebagian ulama dari golongan mazhab Hanafi, seperti Imam at-Tsauri, Hasan al-Bashri, al-Karkhi justru tidak menjadikan sekufu sebagai syarat dalam pernikahan. Pendapat mereka didasari karena sesungguhnya manusia itu sederajat dan keunggulan manusia diukur dari ketakwaan.

Walau begitu, sekufu bisa menjadi syarat yang harus dipertimbangkan sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Berdasarkan dalil naqli dan ‘aqli, sekufu merujuk pada hadis berikut ini, yaitu :

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَهُ ‏ “‏ يَا عَلِيُّ ثَلاَثٌ لاَ تُؤَخِّرْهَا الصَّلاَةُ إِذَا آنَتْ وَالْجَنَازَةُ إِذَا حَضَرَتْ وَالأَيِّمُ إِذَا وَجَدْتَ لَهَا كُفْؤًا

Artinya:

“Dari Ali bin Abi Thalib, Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepadanya, “Wahai Ali, tiga hal yang jangan engkau tunda pelaksanaannya; apabila waktu shalat telah datang, jenazah yang hadir (segera dimandikan) dan (pernikahan) seorang perempuan yang telah menemukan seseorang yang cocok.” (HR. Tirmidzi)

Ada lagi dari kisah Barirah yang telah merdeka sedangkan, Mughits, suaminya masih berstatus budak. Nabi Muhammad pun menawarkan pilihan apakah tetap ingin bersama suaminya atau memilih berpisah, Barirah memilih berpisah dari suaminya, yaitu:

عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ زَوْجَ بَرِيرَةَ كَانَ عَبْدًا يُقَالُ لَهُ مُغِيثٌ كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَيْهِ يَطُوفُ خَلْفَهَا يَبْكِى ، وَدُمُوعُهُ تَسِيلُ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – لِعَبَّاسٍ « يَا عَبَّاسُ أَلاَ تَعْجَبُ مِنْ حُبِّ مُغِيثٍ بَرِيرَةَ ، وَمِنْ بُغْضِ بَرِيرَةَ مُغِيثًا » . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « لَوْ رَاجَعْتِهِ » . قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَأْمُرُنِى قَالَ « إِنَّمَا أَنَا أَشْفَعُ » . قَالَتْ لاَ حَاجَةَ لِى فِيهِ

Artinya:

“Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, sesungguhnya suami Barirah adalah seorang budak yang bernama Mughits. Aku ingat bagaimana Mughits mengikuti Barirah ke mana ia pergi sambil menangis (karena mengharapkan cinta Barirah).

Air matanya mengalir membasahi jenggotnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada pamannya, Abbas, 'Wahai Abbas, tidakkah engkau heran betapa besar rasa cinta Mughits kepada Barirah namun betapa besar pula kebencian Barirah kepada Mughits.'

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Barirah, 'Andai engkau mau kembali kepada Mughits!' Barirah mengatakan, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau memerintahkanku?' Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Aku hanya ingin menjadi perantara (syafi’).' Barirah mengatakan, 'Aku sudah tidak lagi membutuhkannya'.” (HR. Bukhari no. 5283)

Hadis ini menunjukkan bahwa status budak dan merdeka tidaklah setara, hal tersebut berarti sekufu adalah syarat yang diperlukan dalam pernikahan. Tetapi, sekufu bukan hal yang wajib, sebab Nabi pun memberi pilihan kepada Barirah untuk lanjut atau tidak, bukan mewajibkan Barirah untuk tidak melanjutkan.

Ada banyak manfaat memiliki pasangan yang sekufu

Melihat banyak kasus perceraian sekarang ini, sekufu pun menjadi hal penting dan perlu diperhatikan dalam menjalin sebuah hubungan. Banyak pasangan suami istri yang mengajukan cerai dengan alasan ketidakcocokan.

Konsep sekufu mengambil peranan penting dalam mencari jodoh untuk menghindari terjadinya perceraian tersebut. Dengan menerapkan konsep ini, diharapkan adanya derajat yang sama yang akan tercipta keharmonisan rumah tangga dan pasangan yang ideal.

Sekufu tak harus tentang kaya atau miskin, pendidikan tinggi atau tidak, tapi lebih kepada pola pikir yang sama. Saat kamu dan pasangan sepadan dengan memiliki pola pikir yang sama, kepribadian yang sama, sampai cara menjalani hubungan yang sama, kalian akan lebih mudah berkomunikasi.

Ini juga akan minimalisir konflik, membuat kompromi dan penyelesaian masalah yang lebih mudah. Selain itu, sekufu juga bisa mengurangi keirihatian, menghindari saling menghina atau meremehkan, dan kalia tidak saling merasa insecure

Jadi, sudah tahu kan arti sekufu? Kamu setuju harus punya pasangan yang sekufu denganmu?

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved