Sebenarnya sudah lama aku penasaran dengan istilah dating coach, apalagi setelah membaca buku karya Mark Manson tentang seni menggaet wanita yang berjudul Models: Attract Women Through Honesty. Aku kagum dengan pemikiran Mark sebagai dating coach yang begitu dalam dan detail menjelaskan apa yang dilihat wanita dari pria saat kencan. Kalau di luar sana, profesi dating coach memang bukan hal yang asing, tapi bagaimana dengan di Indonesia?
Setelah browsing, akhirnya aku menemukan nama yang paling banyak muncul dalam pencarian dating coach Indonesia, yaitu Satria Utama. Setelah janjian untuk ketemu, akhirnya aku berkesempatan untuk ngobrol dan tatap muka langsung dengan Satria di kawasan Jakarta Selatan. Jujur, awalnya aku berpikir kalau yang namanya ‘coach’ itu punya pembawaan yang serius, tapi itu semua langsung hilang ketika aku ngobrol dengan Satria. Dua tahun menulis banyak hal tentang relationship nggak membuat aku terlalu asing dengan profesi ini, tapi tentu saja, untuk di Indonesia sendiri, masih banyak yang awam dengan pekerjaan yang… sebenarnya ngapain, sih?
“Sebenarnya sekarang aku sudah jarang jadi dating coach dan lebih jadi relationship coach,” kata pria berkacamata ini saat aku tanya. Perbedaannya, dating coach lebih pada membimbing seseorang untuk mendapatkan dan menarik perhatian lawan jenis, sedangkan relationship coach adalah bagaimana menjaga hubungan itu sendiri.
Menjadi relationship coach sekilas terlihat menyenangkan, seenggaknya itu yang aku pikir. Gimana nggak, kamu punya jam kerja super fleksibel, ngantor di tempat-tempat seru, ngobrol dengan orang baru dan dibayar dengan jumlah yang cukup besar. Berbeda dengan relationship coach di luar negeri yang dibayar dalam hitungan jam, Satria justru menerapkan sistem paket untuk kliennya, di mana dalam sebulan, sang klien bisa bertemu tatap muka beberapa kali dan konsultasi via WhatsApp. Tapi ternyata nggak sembarang orang bisa menjadi dating atau relationship coach.
Pertama, kamu perlu mengikuti pendidikan khusus di luar negeri. Yup, karena di luar negeri profesi ini sudah biasa, maka mereka juga menyediakan kelas untuk menjadi dating coach. Satria sendiri sempat mengikuti course di Amerika Serikat dan mempelajari bagaimana psikologi wanita dan pria. Kedua, seseorang yang ingin menjadi relationship coach perlu punya kepekaan rasa. “Harus ada feel-nya, karena relationship bicara tentang feel, bukan logika. Ketika berhadapan dengan klien, aku harus bisa merasakan apa yang dia rasakan, bukan meminta dia untuk melakukan ini itu.”
Menurut Satria, itulah bedanya antara menjadi coach dan counselor, di mana dia nggak akan menghakimi atau memberi tips pada klien, tapi lebih pada membuat klien lebih mengenal dirinya sendiri sehingga bisa menemukan jawaban tentang tindakan apa yang perlu diambil. Setuju sih, sebab pada dasarnya nggak ada tips relationship yang berlaku untuk semua hubungan karena setiap hubungan itu unik.
Klien yang datang pun beragam, dan nggak jarang, mereka nggak kuasa untuk menahan tangis saat coaching berlangsung, meski itu menjadi tantangan tersendiri bagi Satria. “Biasanya, orang yang telpon ke aku, aku preview dulu tentang penampilannya dan masalahnya. Nggak semua calon klien aku terima. Kalau untuk penampilan, aku justru lebih suka klien yang biasa saja, nggak terlalu ganteng. Kalau ganteng biasanya banyak gengsinya, hahaha,” candanya. Satria pun nggak ragu untuk melakukan makeover terhadap kliennya.
Setelah mengobrol panjang dengan Satria, akhirnya aku bisa menyimpulkan beberapa hal untuk kamu yang penasaran dengan relationship coach. Jika kamu punya masalah dan sempat berpikir untuk menyewa jasa relationship coach, maka jangan pernah berpikir bahwa sesimu akan berjalan kaku. Satria pribadi punya teknik sendiri untuk dekat dengan klien, yaitu dengan bersikap layaknya teman. Dengan begitu, klien akan merasa nyaman dan banyak curhat. Selain itu, untuk menjadi seorang relationship coach, nggak hanya dibutuhkan pengetahuan dan kepekaan rasa, tapi juga bersedia meluangkan waktu untuk mendengarkan dengan merespons cerita klien.
Jadi pikir-pikir lagi nih buat jadi relationship coach. Kalau kamu gimana Bela, kira-kira tertarik nggak untuk mencoba profesi yang satu ini?