Meskipun bukan hal yang mudah, tetapi keluar dari hubungan toxic sangat penting demi kesehatan mental dan keselamatan fisik diri sendiri. Namun, jika kamu tidak langsung merasa lega setelah putus dari pasangan abusive, ternyata ini hal yang sangat wajar. Alasannya, kamu mungkin saja mengalami trauma.
Pengalaman buruk selama menjalani hubungan toxic bisa menghantuimu setelah hubungan tersebut selesai. Kamu mungkin akan merasa harga diri menjadi rendah, mudah kaget, mengalami kilas balik, dan sebagainya. Itulah mengapa banyak orang yang mengalami post-traumatic relationship syndrome (PTRS) atau sindrom hubungan pasca-trauma.
1. Apa itu PTRS atau sindrom hubungan pasca-trauma?
“PTRS adalah subkategori yang baru diusulkan dari PTSD (post-traumatic stress disorder atau gangguan stres pasca-trauma) yang dapat terjadi sebagai akibat dari mengalami trauma dalam hubungan intim,” kata terapis Caroline Nichols, LICSW, CEDS.
Sering disebut juga dengan istilah "PTSD hubungan", para peneliti sudah membahas mengenai potensi PTRS sebagai kondisi yang berdiri sendiri, terpisah dari PTSD, setidaknya sejak 2003. Padahal, PTRS bukan merupakan diagnosis resmi dalam DSM-5 atau panduan diagnostik yang digunakan oleh profesional kesehatan mental di Amerika.
2. Perbedaan PTRS dengan PTSD
Salah satu alasan mengapa PTRS perlu subkategori sendiri di luar PTSD adalah karena perbedaan di antara keduanya. Menurut Caroline, orang yang mengalami PTRS mengalami gejala relasional, bukan gejala penghindaran ciri khas yang terkait dengan diagnosis PTSD atau CPTSD (complex PTSD).
Orang dengan PTSD atau CPTSD cenderung menghindari hal-hal yang terkait atau mengingatkannya akan trauma yang dimiliki. Misalnya saja seperti tempat-tempat tertentu, peristiwa, atau bahkan pikiran dan perasaan.
Nah, hal itu belum tentu terjadi pada orang dengan PTRS. Sebaliknya, orang dengan PTRS bisa mengalami serangkaian gejala yang berbeda, yang secara khusus berkaitan dengan hubungannya dengan orang lain.
Beberapa contoh yang umum terjadi adalah kesulitan mempercayai orang lain, kesepian atau isolasi, terburu-buru menjalin hubungan baru, rasa malu, rasa bersalah, menyalahkan diri sendiri, dan percaya bahwa dunia tidak aman. Semua hal itu mungkin akibat dari bagaimana seseorang merasa terluka dalam hubungan abusive yang dialaminya.
Namun, PTSD dan PTRS juga memiliki gejala yang sama. Menurut ahli, kedua kondisi tersebut melibatkan gejala yang disebut re-experiencing symptoms, seperti memiliki kilas balik atau ingatan berulang atau mimpi tentang trauma mereka; dan arousal and reactivity symptoms, seperti merasa mudah terkejut atau tegang dan merasa mudah tersinggung atau meledak-ledak marah.
3. Penyebab, gejala, dan faktor risiko PTRS
Hubungan abusive adalah penyebab utama PTRS. Tindakan abusive yang dilakukan bisa bermacam-macam. Bisa secara terang-terangan seperti kekerasan fisik, atau lebih subversif seperti kekerasan finansial.
“Idenya adalah bahwa orang tersebut tidak merasa aman dalam hubungan romantisnya dan itu dapat menyebabkan trauma. Ketika hubungan berakhir dan orang tersebut mencoba untuk melanjutkan hidup, dia mungkin menemukan beberapa hal yang sebelumnya tidak dirasakan,” kata Bonnie Scott, LPC, terapis dan pendiri organisasi konseling mindfulness.
Hal yang tidak pernah dirasakan sebelumnya itulah yang disebut gejala. Ada banyak contohnya dan mungkin bisa berbeda-beda pada tiap orang. Misalnya saja, tidak pernah bisa menjalani atau tidak merasa aman dengan hubungan romantis baru, sering mengalami kilas balik sikap abusive mantan, kecemasan atau panik, serta perubahan negatif dalam pikiran dan suasana hati yang mengganggu kehidupan sehari-hari.
“Beberapa faktor risiko PTRS adalah trauma atau kekerasan—baik fisik atau mental—yang pernah dirasakan sebelumnya, riwayat penyalahgunaan zat, riwayat keluarga PTSD atau gangguan kesehatan mental lainnya, keterampilan koping yang buruk, kurangnya dukungan sosial, dan stres yang berkelanjutan,” jelas Caroline
4. Tidak semua orang yang alami hubungan abusive akan menderita PTRS
Seperti halnya tidak semua orang yang trauma menderita PTSD, maka tidak semua orang yang mengalami hubungan abusive akan menderita PTRS.
Selain tindakan abusive atau kasar, ada banyak hal yang bisa menyebabkan seseorang merasa trauma dengan hubungan terdahulunya. Namun, khusus untuk PTRS, ini baru akan terjadi jika seseorang mengalami tindakan abusive tersebut.
Berjuang untuk memproses perpisahan yang sangat buruk, misalnya, tidak berarti kamu memiliki PTRS. Namun, Caroline menjelaskan, jika saat kamu pulih dari putus cinta, kemudian kamu jadi lebih sadar akan aspek kasar dari suatu hubungan, maka kemungkinan akan muncul gejala yang terkait dengan PTRS.
Namun, bukan berarti rasa sakit yang kamu rasakan saat putus cinta tidak valid. Tidak peduli seperti apa hubungan atau perpisahan yang kamu alami, putus cinta itu mengerikan. Jadi, sangat normal jika hal itu dapat mempengaruhimu secara mendalam, meskipun bukan PTRS.
5. Apa yang harus dilakukan agar sembuh dari PTRS?
Pertama, Caroline merekomendasikan untuk menemukan terapis berpengalaman dalam menangani orang dengan trauma. Saran darinya, cari terapis yang memiliki pelatihan dalam terapi prolonged exposure (PE), eye movement desensitization and reprocessing (EMDR), cognitive processing therapy (CPT), atau trauma-focused cognitive behavioral therapy (TF-CBT).
Ini karena bentuk-bentuk terapi tersebut membantu orang memproses dan mengatasi peristiwa traumatis. Namun, ada kemungkinan bahwa beberapa jenis terapi lain dapat membantu. Jadi, jangan terlalu memaksakan diri untuk menemukan terapi yang tepat untuk pertama kalinya.
Lalu, jangan lupa miliki hubungan yang baik dengan terapis. Bonnie bilang, yang penting adalah klien merasa aman dan didukung oleh terapisnya. Mungkin kamu perlu waktu untuk menemukan yang pas, dan itu tidak apa-apa.
Terakhir, bangun sistem pendukung solid yang terdiri dari orang-orang yang kamu percayai, lakukan perawatan diri, menetapkan batasan, dan mencoba membuat ruang diri terasa senyaman mungkin.
Jangan merasa rendah diri jika kamu merasa trauma setelah putus dari pasangan abusive. Kamu tidak sendirian. Segera cari pertolongan dari profesional agar kamu bisa menjadi seperti dulu, sebelum “dirusak” oleh pasangan yang kasar.