Saat bertengkar dengan pasangan, kamu mungkin tergoda untuk menceritakannya ke teman untuk mencari simpati. Namun, jika ini selalu dilakukan, dapat berubah menjadi co-rumination, yang dampaknya bisa menjadi bumerang untuk dirimu.
Apa itu co-rumination? Ini adalah ketika kamu melampiaskan, berdiskusi, mengkhawatirkan, dan memproses pemicu stres, perasaan negatif, atau kesulitan pribadi dalam hidup secara berlebihan bersama dengan orang lain.
Psikolog klinis Elizabeth Fedrick, PhD, LPC, menambahkan, “Ini termasuk berspekulasi bersama tentang hal-hal yang mungkin saja salah atau terpaku pada masalah tanpa secara aktif bekerja sama untuk menemukan solusinya.”
Seiring berjalannya waktu, ini dapat merusak kesejahteraan mental dan hubungan kalian.
Apa dampak dari co-rumination terhadap kesehatan mental?
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aspek-aspek tertentu dari co-rumination bisa berdampak positif pada kualitas persahabatan.
Namun, analisis lain mengenai efek co-rumination menemukan bahwa hal ini memperburuk tekanan yang kamu rasakan terhadap suatu masalah serta memperburuk (atau memicu) gejala depresi dan kecemasan.
Apa yang memotivasi perilaku ini?
Sebagai makhluk relasional, kamu memiliki hubungan sosial. Itulah mengapa kamu juga ingin berbagi masalah dengan teman-teman
“Kita ingin merasa dilihat, didengar, dipahami, dan didukung. Kita berharap teman-teman dapat membantu merasa lebih baik dalam menghadapi situasi negatif ini,” kata Dr. Elizabeth.
Alasan lain orang melakukan co-rumination adalah karena pada tingkat tertentu, marah terasa menyenangkan.
Psikoterapis dan pelatih eksekutif Daryl Appleton, EdD., mengatakan kamu cenderung merasa kuat saat meninggikan suara atau mengepalkan tangan.
Dorongan tambahan dari teman saat kamu sedang marah dapat membuat perasaan tersebut menjadi jauh lebih memuaskan.
Apa perbedaan co-rumination dengan curhat biasa?
Setelah bertengkar dengan pasangan, wajar jika kamu ingin menghubungi teman untuk mendapatkan dukungan atau nasihat.
Dinamakan curhat jika kamu hanya melampiaskan atau mengeluh tentang pasangan hanya satu kali, kata pakar psikologi dan pelatih kehidupan Cheyenne Bryant, PhD.
Dalam kebanyakan kasus, kamu akan mengutarakan keluhanmu dan kemudian mencari cara untuk menyembuhkan atau melanjutkan, lalu pembicaraan tersebut akan berakhir.
Sebaliknya, co-rumination adalah kejadian yang terus-menerus dan berulang-ulang yang berfokus pada satu masalah tanpa memikirkan solusinya.
Misalnya, pasangan membeli barang mahal tanpa berkonsultasi terlebih dahulu denganmu, wajar jika kamu menceritakan perasaan marah atau kesalmu kepada teman dan mencari nasihat tentang cara dia menangani situasi tersebut.
Setelah itu, kamu merasa lebih baik dan memilih untuk tidak melanjutkan kemarahanmu.
Sebaliknya, jika kamu terus membahas masalah tersebut tanpa memikirkan bagaimana mengatasi rasa marahmu dan malah membuatmu merasa lebih buruk, ini namanya co-rumination.
Mana yang lebih buruk: menahan perasaan atau co-rumination?
Segala bentuk menahan perasaan dapat merusak suasana hati dan kesejahteraan secara keseluruhan.
“Orang melakukannya karena mencoba memahami suatu situasi atau membantu dirinya sendiri untuk merasa lebih baik, tanpa menyadari bahwa dia sebenarnya tidak bisa mengendalikan atau mengubahnya,” kata Dr. Elizabeth.
Karena kamu nggak punya seseorang untuk membenarkan perasaanmu atau menawarkan perspektif berbeda, kamu mungkin merasa terjebak dengan masalah yang dihadapi, bingung, atau terisolasi.
Dr. Cheyenne bilang, hal dapat menyebabkan timbulnya kecemasan atau depresi dan memperburuk kondisi kesehatan mental yang sudah ada.
Dengan co-rumination, ada kemungkinan kamu lebih percaya diri atau merasa mampu mengatasi masalah yang ada. Namun, yang cenderung terjadi adalah efek yang jauh lebih negatif.
“Kamu mungkin merasa dibenarkan atau bahkan terdorong untuk terus terobsesi pada suatu masalah daripada menyadari bahwa hal itu tidak bermanfaat atau tidak sehat bagimu,” kata Dr. Elizabeth.
Dampak co-rumination terhadap persahabatan
Persahabatan yang hanya berisi keluhan, baik terhadap diri sendiri atau orang lain, dapat menghasilkan hubungan beracun, yang fokusnya selalu pada masalah dan pola pikir negatif.
Co-rumination bersama teman yang sama meningkatkan risiko dirimu menjadi tergantung padanya, terutama jika kamu mulai mencarinya untuk membicarakan masalah yang sama bersama.
Sering kali, saat bercerita pada teman, kamu sedang mencoba mengumpulkan opini yang membenarkan perasaanmu.
Dr. Daryl menjelaskan, “Co-rumination membuat dua orang melemparkan bahan bakar ke dalam api dan berisiko menghirup semua asap beracun. Pada akhirnya, kamu terjebak dalam siklus negatif yang membuatmu merasa marah, tidak percaya, dan tertutup.”
Bagaimana menghentikan siklus ini?
Jika kamu merasa co-rumination mulai mendominasi waktu yang dihabiskan bersama teman tertentu, Dr. Daryl menyarankan untuk berhenti sejenak untuk merenungkan apakah kamu pernah menemukan solusi dari masalah yang dibicarakan dengannya.
Cobalah untuk berbicara dengan teman lain mengenai masalah yang kamu hadapi. Seseorang yang dapat membantu memperluas perspektif dirimu mungkin akan mengalihkan perhatianmu ke solusi yang tidak ditemukan sebelumnya.
Jika permasalahan yang dihadapi bukan yang dapat kamu “pecahkan”, sebaiknya alihkan perhatian pada pelajaran yang kamu peroleh.
Agar tidak terjerumus kembali ke dalam siklus co-rumination, kamu juga dapat merencanakan aktivitas khusus untuk hangout bersama seorang teman.
Lebih mudah berhenti berpikir berlebihan atau mengomel tentang sesuatu jika kalian secara mental atau fisik sibuk dengan sesuatu.