Saat menjalin hubungan, khususnya hubungan romantis, apakah kamu merasa sebagai tipe yang selalu mengontrol pasangan? Atau kamu nggak merasa seperti mengontrol, tapi pasangan dan orang-orang di sekitar bilang kamu seperti itu? Jadi, sebenarnya apa sih perilaku mengontrol itu?
Harus melakukan apa yang diinginkan
Dilansir dari MindBodyGreen, perilaku mengontrol atau mengendalikan, mencakup sejumlah perilaku yang berbeda dari orang lain. Contohnya, harus selalu menjadi orang yang membuat semua keputusan dan rencana, menggunakan mode pasi-agresif untuk membuat orang melakukan apa yang diinginkan, atau bahkan langsung mendikte apa yang orang lain lakukan, katakan, serta gunakan.
Tapi, sebenarnya orang yang suka mengendalikan ini nggak peduli apa yang secara khusus dia kontrol dan hanya peduli untuk mempertahankan kekuasaan dirinya atas orang lain atau situasi tertentu. Bahkan, karena sikap suka mengaturnya ini, orang yang sering diatur-atur sampai bisa merasa nggak penting atau diabaikan sama sekali.
Muncul karena rasa nggak aman dari dalam diri
Menurut psikolog somatik Holly Richmond, Ph.D., perilaku mengontrol yang muncul dalam hubungan romantis, sering kali berasal dari perasaan insecure alias nggak aman dari dalam diri sendiri terhadap hubungan yang dijalani. Akibat rasa nggak aman itulah, kamu jadi mencoba untuk mengendalikan apa pun yang bisa dilakukan, termasuk kepada pasangan.
Kalau menurut sang penulis buku Reclaiming Pleasure ini, contoh sikap suka mengontrol dalam hubungan romantis, misalnya merasa cemas ketika pasangan keluar tanpa kamu sehingga kamu terus-menerus bertanya di mana dia, apa yang sedang dilakukan, dan sebagainya untuk mengawasinya.
Ketakutan terhadap hal yang nggak diketahui
Holly bilang, kadang-kadang ketakutan akan apa yang akan terjadi dan kamu nggak tahu apa itu, rasanya seperti ada film buruk yang diputar di kepala sehingga ini bisa membuatmu mengeluarkan sikap mengendalikan pasangan. Dalam pikiranmu, dengan mengontrol orang yang kamu cintai, kamu jadi mengetahui hal-hal yang sebelumnya nggak diketahui.
Selain rasa nggak aman dan ketakutan, kurangnya rasa percaya diri untuk menangani segala rintangan yang menghadang dalam menjalani hubungan, juga bisa membuatmu jadi memegang erat hal-hal yang dapat dikendalikan.
Apakah ini artinya kamu orang yang jahat?
Meski perilaku mengendalikan pasangan jelas bukan dinamika hubungan yang sehat, orang yang bersikap seperti ini belum tentu orang "jahat" atau memiliki niat jahat kepada pasangannya. Walaupun ada juga orang yang suka mengontrol memang berniat jahat dan ingin menguasai pasangannya, ya.
Daripada jahat, menurut terapis pernikahan dan keluarga berlisensi Shane Birkel, sikap suka mengontrol ini justru menjadi tanda-tanda narsistik. Lho, kok bisa? Semua orang tahu kalau salah satu gejala narsistik adalah mengagungkan diri sendiri dan selalu berpusat pada dirinya. Tapi, ternyata perilaku mengendalikan dan bentuk manipulasi lainnya juga dapat menjadi indikasi narsistik.
Jadi, apa yang harus kamu lakukan?
Kalau kamu merasa memiliki kecenderungan untuk mengontrol atau paling tidak sudah banyak orang yang menyebutmu seperti itu, ada baiknya kamu mulai melakukan eksplorasi diri untuk sampai ke akar masalahnya. Pertimbangkan hal-hal seperti rasa aman diri sendiri dan bagaimana itu memengaruhi hubungan, bisa jadi awal yang baik untuk memulai introspeksi diri.
Merasa nggak bisa menangani atau mengubah sikap ini sendirian? Mungkin ini saatnya kamu membutuhkan bantuan profesional dan bekerja sama dengan terapis, yang dapat membantumu mengatasi masalah mengontrol ini lebih lanjut lagi.