Mungkin kamu sudah nggak asing dengan istilah love languages atau bahasa cinta yang dipopulerkan Dr. Gary Chapman. Tapi, kamu sudah pernah dengar istilah fight languages belum nih, Bela?
Fight languages atau yang secara harfiah diterjemahkan sebagai bahasa pertengkaran ialah istilah yang menggambarkan bagaimana cara setiap orang merespons di setiap konflik yang terjadi dalam hubungan.
Nah, setiap kali konflik muncul, akan memicu bagian pusat emosi di dalam otak kita yang bernama amigdala yang akan mengaktifkan respons 'bertarung atau lari', atau fight or flight responses. Pada kondisi seperti ini, seseorang mungkin meresponsnya dengan mencaci maki, membentak, memukul, atau bisa jadi memilih untuk segera pergi dari situasi konflik.
Dalam hubungan romantis, penting untuk mengetahui fight languages diri sendiri dan pasangan. Karena ini dapat membantumu dan pasangan menavigasi konflik dengan cara yang lebih sehat.
Lantas, apa saja jenis fight languages?
Berikut Popbela rangkum 5 fight languages dalam hubungan asmara, dikutip dari laman Mindvalley.
1. Kebenaran (Righteous)
Bahasa pertengkaran yang pertama ialah kebenaran. Seseorang yang memiliki fight languages kebenaran biasanya akan bersikukuh bahwa pendiriannya benar dan pendirian pasangannya salah.
Biasanya, ketika konflik muncul ia akan berkata, "Aku benar dan kamu salah," "Kamu nggak tahu apa-apa," atau "Tuh, kan apa yang aku bilang".
Orang dengan bahasa pertengkaran ini cenderung ingin merasa lebih unggul dari pasangannya, dan merasa puas dengan hal tersebut. Mereka juga sering kali melampiaskan rasa frustrasi kepada pasangannya, hingga memprovokasi baik dengan tuduhan atau bahasa yang kejam.
2. Retribusi (Retribution)
Retribusi ialah bahasa pertengkaran ketika seseorang memberikan hukuman pada orang lain sebagai bentuk balas dendam. Sebab retribusi secara harfiah diartikan sebagai “pembayaran kembali.”
Orang dengan fight languages retribusi biasanya akan mengucapkan hal-hal seperti, "Kamu akan membayar atas apa yang kamu lakukan!," "Jangan lupakan perbuatanmu padaku," hingga "Tunggu karma buruk datang padamu."
Orang dengan bahasa pertengkaran ini sulit untuk mengatur dirinya sendiri. Karena, mereka mempunyai keyakinan bahwa membalaskan dendam pada orang yang telah melukai mereka adalah satu-satunya cara untuk melepaskan masa lalu.
3. Kemarahan (Indignation)
Apabila pasanganmu mengungkapkan kemarahan dengan kata-kata seperti, "Beraninya kamu?", "Aku tidak percaya kamu akan melakukan hal seperti itu," atau "Bagaimana kamu bisa bertindak begitu tidak berperasaan?" berarti bahasa pertengkarannya ialah kemarahan.
Bahasa satu ini akan membuat orang lain merasa bersalah atau merasa nggak nyaman atas apa yang telah ia lakukan. Ini adalah tindakan pasif-agresif, dan orang-orang yang menggunakan kemarahan sebagai bahasa pertengkaran nggak mengetahui cara lain untuk mengungkapkan kebutuhan atau perasaan mereka.
4. Gangguan (Distraction)
Fight languages gangguan biasa dimiliki orang-orang yang nggak pandai menghadapi konflik atau konfrontasi. Sehingga, untuk menghindari pertanggung jawaban, mereka cenderung mengalihkan perhatian dari diri mereka sendiri. Seperti berkata, "Itu bukan salahku," atau "Itu di luar kendaliku."
Sikap seperti ini jadi jalan pintas demi melindungi reputasi diri, menghindari konsekuensi, atau karena mereka nggak mau mengubah kebiasaan dan perilakunya yang cenderung toxic.
5. Pembenaran (Justification)
Berbeda dengan kebenaran di mana seseorang bersikukuh bahwa ia benar dan pasangannya salah, bahasa pertengkaran pembenaran ialah ketika seseorang mencoba meyakinkan diri mereka sendiri bahwa apa yang mereka lakukan memanglah benar dengan cara merendahkan pasangannya.
Hal yang biasa mereka ungkapkan saat konflik di antaranya, "Kamu membuatku merasa seperti ini," atau "Jika kamu tidak melakukan itu, aku tidak akan bereaksi seperti ini."
Orang-orang dengan fight languages tipe ini sangat pandai membuat alasan untuk perilaku buruk yang mereka miliki. Sebab dengan merendahkan orang lain, dapat membantu mereka untuk merasa lebih baik.
Jadi itulah 5 fight languages dalam hubungan asmara. Bagaimana menurutmu, Bela?