Biasanya sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, sepasang kekasih saling mengikat satu sama lain pada proses pertunangan. Apalagi di zaman sekarang, rasanya tak lengkap jika pertunangan tidak dilakukan.
Namun bukan hanya sekadar sebuah perayaan, pertunangan juga menjadi sebuah prosesi d mana laki-laki meminang sang kekasih dengan saling bertukar cincin. Prosesi ini memang lumrah dilakukan di Indonesia.
Tapi, bagaimana menurut sudut pandang agama? Apa hukum bertunangan dalam agama Islam? Nah, berikut ini penjelasan lengkapnya.
1. Hukum bertunangan dalam agama Islam
Kita tentu bertanya-tanya, apa pertunangan itu boleh dilakukan oleh seorang Muslim? Menurut sebagian besar ulama dan dilansir pada Dalam Islam, tunangan sesungguhnya sebuah langkah atau pendahuluan sebelum proses akad atau pernikahan yang sah.
Seorang laki-laki yang mendatangi perempuan dengan maksud mengikatnya sebelum menikah sesungguhnya diperbolehkan dalam Islam (mubah). Bahkan pertunangan sesungguhnya ada dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud, yang berbunyi:
“Jika di antara kalian hendak meminang seorang perempuan, dan mampu untuk melihat darinya apa-apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah.”
2. Syarat dalam sebuah pertunangan
Sebelum mengikat seorang perempuan, sebaiknya perhatikan juga berbagai syarat yang wajib dipenuhi dalam sebuah pertunangan.
Pertama, Syarat Mustasinah, yaitu laki-laki harus meneliti terlebih dahulu perempuan yang hendak dipinang. Ini juga menjadi sebuah langkah yang menentukan apakah perempuan yang akan dijadikan istri merupakan perempuan yang baik. Hal ini dilakukan agar pernikahan dan rumah tangga nantinya juga berkah dan harmonis.
Kedua, Syarat Lazimah, yakni perempuan tidak boleh dalam pinangan laki-laki lain atau dalam iddah talak raj’i, di mana perempuan masih dalam masa iddah, juga sebaiknya tidak dipinang oleh seorang laki-laki.
3. Memberikan hadiah atau cincin pertunangan, bolehkah?
Pertunangan pastinya identik dengan pertukaran cincin. Namun bagaimana hukumnya bagi seorang laki-laki memberikan hadiah atau cincin kepada perempuan yang belum sah menjadi istrinya?
Sebenarnya memberikan atau bertukar cincin boleh saja dilakukan, namun jika ternyata pihak laki-laki membatalkan pertunangan tersebut, maka ia tidak boleh meminta kembali pemberiannya. Hal ini juga terdapat pada hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi, dimana Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak halal bagi seorang muslim memberi sesuatu kepada orang lain kemudian memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya.”
4. Bagaimana jika pertunangan batal?
Namun bagaimana jika ternyata pertunangan batal? Misalnya, salah satu pihak ingin membatalkan pertunangan tersebut karena satu dan lain hal. Jika pihak perempuan membatalkannya, maka sebaiknya mahar yang telah diterima pun dikembalikan ke pihak laki-laki.
Begitu juga dengan pihak laki-laki, jika dia telah berjanji kepada pihak perempuan sebaiknya penuhi dan tuntaskanlah janji-janji tersebut sehingga tidak menjadi utang.
5. Jarak waktu yang tepat dari pertunangan menuju ke pernikahan
Adakah waktu ideal untuk sebuah pernikahan terutama jika telah melakukan prosesi tukar cincin atau pertunangan? Dilansir Bincang Syariah, dalam Islam sendiri sebenarnya tidak ada jarak waktu khusus antara pertunangan menuju jenjang pernikahan.
Namun jika pihak laki-laki dan perempuan sudah saling cocok, maka tak ada salahnya untuk menyegerakan pernikahan. Sesuai dengan pesan Rasulullah SAW berikut ini:
“Rasulullah SAW bersabda pada kami; Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kalian telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu, hendaknya berpuasa, sebab ia bisa menjadi penekan nafsu.”
Itulah penjelasan mengenai seperti apa hukum bertunangan dalam agama Islam yang perlu kamu ketahui. Kamu dan pasangan boleh melakukan pertunangan, terutama jika kalian ingin saling mengenalkan keluarga satu sama lain. Hal ini dilakukan agar kalian semakin mantap melangkah menuju pelaminan.