Selasa, 3 Mei 2021 lalu akun Twitter Reasah Alharmain, General Presidency untuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Arab Saudi, mengunggah empat foto Hajar Aswad. Foto ini menjadi sangat istimewa karena merupakan kali pertama Pemerintah Arab Saudi merilis foto berkualitas tinggi dari batu yang penuh nilai sejarah bagi umat Islam tersebut.
Selain mengunggah foto Hajar Aswad, Reasah juga memberikan keterangan bagaimana foto tersebut dibuat dengan proses teknologi yang tinggi. Reasah mengklaim, untuk mendapatkan foto Hajar Aswad, diperlukan teknologi penggabungan gambar dengan tingkat kejelasan yang berbeda-beda, sehingga menghasilkan foto dengan akurasi dan kualitas terbaik.
Bahkan untuk empat foto ini saja, dibutuhkan waktu tujuh jam untuk pengambilan gambarnya. Terdapat 1.050 stok foto untuk kemudian diproses selama 50 jam demi menghasilkan gambar beresolusi 49.000 megapixels.
Melihat proses pengambilan gambar hingga hasil akhirnya, tak heran, jika foto ini menjadi sangat jernih. Bahkan saking jernihnya, kita akan dapat melihat secara jelas detail bagian dalam dari Hajar Aswad tersebut.
Hajar Aswad memang bukan batu sembarangan. Umat Muslim yang berkesempatan menunaikan ibadah haji dan umroh berlomba ingin mencium Hajar Aswad untuk mendapatkan berkah dari Allah SWT.
Berikut ini akan dijelaskan secara singkat sejarah dan keistimewaan Hajar Aswad lengkap fotonya. Simak, yuk!
Batu dari surga yang berwarna seputih susu
Secara bahasa, Hajar Aswad memiliki arti hajar yang berarti batu, serta aswad yang berarti hitam. Dinamakan Hajar Aswad karena warna batu tersebut hitam. Namun, menurut hadis yang disampaikan Rasulullah SAW, Hajar Aswad awal mulanya berwarna seputih susu. Karena dosa manusialah yang membuat batu tersebut menjadi hitam.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « نَزَلَ الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِى آدَمَ »
Artinya: “Hajar Aswad turun dari surga padahal batu tersebut begitu putih lebih putih daripada susu. Dosa manusialah yang membuat batu tersebut menjadi hitam."
Pondasi dari Kakbah
Sejarah Hajar Aswad bermula di masa Nabi Ibrahim AS. Saat itu, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk membangun Kakbah. Nabi Ibrahim AS pun mencari batu yang akan digunakan sebagai pondasinya.
Hajar Aswad diturunkan langsung dari surga oleh Allah SWT melalui Malaikat Jibril. Saat melihat Hajar Aswad, Nabi Ibrahim AS langsung tertarik. Bahkan karena sangat tertarik, Nabi Ibrahim AS menggendong Hajar Aswad, menciuminya dan mengajaknya berkeliling Kakbah, hingga tujuh kali sebelum akhirnya diletakan di salah satu sudutnya.
Mencium Hajar Aswad mengikuti apa yang pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW
Banyak orang rela berdesak-desakan saat menjalani ibadah haji dan umroh untuk mengusap bahkan mencium Hajar Aswad. Mengusap dan mencium Hajar Aswad hukumnya sunnah. Sebab, Rasulullah SAW pernah melakukannya juga.
Sunnah ini tertuang dalam hadis yang memiliki arti sebagai berikut.
“Sungguh, aku tahu, kamu hanya batu. Tidak bisa memberi manfaat atau bahaya apa pun. Andai saja aku ini tak pernah sekalipun melihat Rasulullah shallahu alaihi wa sallam menciummu, aku pun enggan menciummu.” (HR Bukhari).
Keistimewaan Hajar Aswad
Hajar Aswad memiliki dua keistimewaan, Bela. Keistimewaan pertama adalah batu dengan posisi yang paling mulia di bumi. Sebab, Hajar Aswad kini terletak di bagian timur laut Kakbah, bagian yang pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim AS.
Keistimewaan yang kedua adalah, Hajar Aswad dapat menjadi saksi di hari kiamat kelak. Hal ini sesuai dengan keterangan Ibnu Abbas RA atas sabda Rasulullah SAW yang artinya sebagai berikut.
“Demi Allah, Allah akan mengutus batu tersebut pada hari kiamat dan ia memiliki dua mata yang bisa melihat, memiliki lisan yang bisa berbicara, dan akan menjadi saksi bagi siapa yang benar-benar menyentuhnya.”
Itulah tadi foto terkini, sejarah dan keistimewaan Hajar Aswad yang patut diketahui oleh umat Islam. Semoga suatu saat nanti, kita bisa mengusap dan mencium Hajar Aswad seperti sunnah Rasulullah SAW. Amiin.