Selain karya komisi, ARTJOG 2024 - Motif: Ramalan juga menampilkan karya-karya dari Jun Kitazawa (Jepang), Kolektif Menyusur Eko Prawoto, kolaborasi antara Nicholas Saputra, Happy Salma, & (alm) Gunawan Maryanto, serta On Kawara (Jepang, 29,771 hari).
Secara singkat, Jun Kitazawa menghadirkan kembali gumpalan besi pesawat tempur Hayabusa (yang artinya falcon atau elang) menjadi sebuah layang-layang berekor panjang yang dapat diterbangkan. Melalui layang-layang ini, Kitazawa menghadirkan kembali fragmen sejarah pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942-1945. Pada ekor layang-layang ini ia menampilkan kumpulan ingatan orang-orang tua yang mengalami masa penjajahan tersebut. Secara mendalam, ia ingin membaca peristiwa masa lampau untuk memberi kemungkinan pilihan bagi masa depan yang lebih baik.
Sementara itu, Kolektif Menyusur Eko Prawoto menyuguhkan sebuah instalasi bambu berjudul Leng (2008), karya yang menandai (alm) Eko Prawoto di ranah seni rupa. Karya ini terdiri dari susunan bambu yang berada dalam posisi ambang atau di antara, yang memadukan teknik/praktik ketukangan dan keindahan, mendekatkan kerasnya material dan ungkapan puitis, serta melahirkan kesinambungan antara kedekatan dan jarak. Karya ini juga mencerminkan praktik artistik, cara pandang, pemikiran, dan metode kerja Eko Prawoto dalam persimpangan bidang antara arsitektur, seni, budaya, dan kehidupan secara luas.
Kolaborasi antara Nicholas Saputra, Happy Salma, dan (alm) Gunawan Maryanto menghadirkan sebuah karya alih wahana dari pembacaan Serat Centhini khususnya dalam bagian Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan, terjemahan Elizabeth D. Inandiak tahun 2002 dalam Bahasa Perancis (kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia tahun 2004) yang akan dibagi menjadi 6 babak.
Secara visual, instalasi ranjang dan kelambu dihadirkan melalui kolaborasi dengan Iwan Yusuf. Dalam Serat Centhini yang asli, dikisahkan bahwa Amongraga dan istrinya, Tambangraras melewatkan empat puluh malam di dalam kamar pengantin tanpa bersetubuh. Empat puluh malam itu mengisi enam pupuh terakhir jilid ke-VI dan empat belas pupuh pertama jilid ke-VII. Melalui karya ini, kita diajak untuk memaknai isi dari percakapan antara Amongraga dan Tambangraras sebagaimana sebuah suluk dipresentasikan kembali di era kontemporer hari ini, seperti halnya memaknai sebuah ‘ramalan’ dari masa lalu.
Di sisi lain, On Kawara menyajikan salah satu karyanya yang berjudul One Million Years, sebuah seri monumental yang mencakup 2.000.000 tahun dan terdiri atas dua bagian. Bagian pertama One Million Years (Past) diciptakan pada tahun 1970-1971. Bagian kedua One Million Years (Future) diselesaikan antara tahun 1980 sampai 1998. Kedua bagian ini akan dibaca secara bergantian oleh satu pembaca laki-laki untuk tahun-tahun ganjil dan satu pembaca perempuan untuk tahun genap.
Pembaca di luar kriteria gender itu dapat memilih secara manasuka. Sistem pembacaannya melanjutkan bagian terakhir dari lokasi pembacaan sebelumnya yang telah diselenggarakan di berbagai tempat dan negara. Pembacaan pertama karya ini berlangsung di Dia Center for the Arts, New York tahun 1993. Di Indonesia, karya ini sebelumnya pernah dipresentasikan di Museum Macan, Jakarta, tahun 2018.
Selain di dalam gedung pameran, program performa•ARTJOG yang didukung sepenuhnya oleh Bakti Budaya Djarum Foundation akan hadir di panggung ARTJOG untuk memeriahkan penyelenggaraan festival sebagai sebuah platform bagi seni pertunjukan, seni performans, maupun seni peristiwa langsung lainnya. Turut hadir perwakilan dari Bakti Budaya Djarum Foundation dalam acara Press Conference ARTJOG, Teguh Yasa, yang menjelaskan bahwa kerjasama yang diselenggarakan dengan ARTJOG merupakan upaya untuk mendukung dan mendorong ekosistem seni pertunjukan Indonesia, sekaligus untuk menjalin interaksi antar pelaku seni dan budaya di Indonesia.
"Ini bukan pertama kalinya (Bakti Budaya Djarum Foundation) bersama ARTJOG, (kerjasama ini) sudah bertahun-tahun, tetapi senangnya ada sebuah inovasi baru sekarang (bernama) performa•ARTJOG, dimana Bakti Budaya Djarum Foundation mendukung penuh karena ini memang sangat sesuai dengan program kami untuk mendukung seni pertunjukan seni pertunjukan di Indonesia. Salah satu keinginan kami dari Bakti Budaya Djarum Foundation adalah mendekatkan seniman dengan penikmatnya, sehingga terjadi interaksi antara penikmat seni dan juga seniman," tambahnya.