Sejak wabah corona muncul di Indonesia, setiap hari ada saja laporan yang pertambahan jumlah kasus baru yang juga diikuti dengan jumlah pasien yang sembuh dan meninggal dunia. Bahkan tanggal 18 Maret 2020 kemarin, kenaikan jumlah kasus positif corona meningkat secara signifikan, yakni sebanyak 55 kasus dibandingkan hari sebelumnya. Sehingga jumlah kasus positif corona kini mencapai 227 kasus.
Kenaikan jumlah kasus yang meninggal dunia menempatkan Indonesia dengan fatality rate tertinggi, melampaui Italia. Indonesia kini mencatat fatality rate 8,3 persen, yakni sebanyak 19 orang dari 227 kasus. Sedangkan Italia di angka 7,9 persen. Sebanyak 2.503 warga Italia meninggal dunia karena COVID-19 dari 31.506 kasus positif.
Kenaikan drastis jumlah kasus COVID-19 di Indonesia sudah diperkirakan sejumlah pihak, termasuk oleh ilmuwan dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Dalam sebuah tulisan dengan judul "Data dan Simulasi COVID-19 Dipandang dari Pendekatan Model Matematika”, Nuning Nuraini, Kamal Khairudin, dan Mohammad Apri menyampaikan analisisnya. Mereka berasal dari Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi serta dari FMIPA ITB.
1. Model yang digunakan pernah terbukti saat menentukan awal, puncak, dan akhir endemik penyakit SARS di Hong Kong tahun 2003
Model yang digunakan adalah pengembangan dari model logistik Richard’s Curve atau kurva Richard, yang diperkenalkan oleh F.J Richards. Mengapa model ini yang dipilih, ketiga ilmuwan menyebutkan bahwa model ini memiliki hasil yang cukup baik untuk menentukan awal, puncak, dan akhir endemik penyakit SARS yang merebak di Hong Kong pada tahun 2003.
Data yang digunakan untuk dimasukkan dalam model matematika itu adalah data dari lima negara yang dianggap paling parah didera COVID-19, yaitu Tiongkok, Iran, Italia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, serta data total dunia.
Menggunakan kurva Richard, diperoleh hasil misalnya, jumlah penderita di Tiongkok relatif tidak bertambah pada angka sekitar 80 ribu. Kasus baru menurun signifikan sejak 5 Februari 2020 menurut data asli, dan pada 11 Februari 2020 menurut data estimasi.
Di lain pihak, jumlah kasus baru terus bertambah di Italia dan Amerika Serikat hingga 13 Maret 2020.
2. Indonesia diproyeksikan akan mencapai titik puncak COVID-19 pada pertengahan April 2020
Dari proyeksi yang ditampilkan dalam jurnal, kasus COVID-19 di Indonesia diproyeksikan akan mencapai titik puncak pada pertengahan April 2020 mendatang, tepatnya kisaran tanggal 12 April 2020.
Angka kasus di tanggal tersebut diestimasikan akan mencapai lebih dari 8.000 kasus. Peningkatan tajam kasus COVID-19 di Indonesia berdasarkan kurva yang dipaparkan akan terjadi di kisaran 19 Maret 2020 hingga 4 April 2020 mendatang, dimulai dari angka kurang dari 1.000 kasus hingga lebih dari 8.000 kasus.
Dalam jurnal juga dipaparkan proyeksi kasus baru COVID-19, di Indonesia akan mencapai puncaknya di akhir Maret 2020 mendatang dengan estimasi catatan lebih dari 600 kasus baru. Angka ini nantinya akan secara signifikan menurun hingga 16 April 2020.
3. Pentingnya penerapan social distancing sebagai penanganan COVID-19
Ketiga ilmuwan menggarisbawahi bahwa angka proyeksi Indonesia diperoleh menggunakan parameter model estimasi dari Korea Selatan. Padahal, negara ini dipandang cukup berhasil menangani pandemik COVID-19, dengan melakukan tes secara masif.
Dalam rekomendasinya, ketiga ilmuwan ITB itu mengingatkan bahwa penerapan jaga jarak sosial atau social distancing dipakai guna mengurangi dampak COVID-19.
Menurut mereka, seorang ahli biologi di Penn State University, Amerika Serikat, Maciej Boni, telah mempelajari penyebaran influenza di daerah tropis. Dia mengatakan tingginya jumlah kasus yang tidak terdeteksi mengartikan penyebaran virus COVID-19 tidak dapat dilacak dari jumlah infeksi yang telah terkonfirmasi.
Hal ini menimbulkan perdebatan dan pertanyaan perihal apakah laporan catatan kasus COVID-19 yang telah terkonfirmasi selama ini telah dapat mempresentasikan jumlah kasus sesungguhya yang terjadi di masyarakat?
Hal yang dapat dilakukan masyarakat mulai dari menahan diri untuk menjauhi kerumunan dan membatasi keinginan untuk keluar dari rumah tanpa keperluan yang mendesak. Sistem bekerja dan belajar juga disarankan untuk diubah agar dapat dilakukan dari rumah. Pembatalan rekreasi ke tempat umum untuk sementara waktu juga dinilai dapat efektif membantu.
Selain itu, masyarakat juga diharapkan untuk terus menjaga kebersihan diri dan lingkungan sesuai panduan yang diberikan. Ada satu kunci yang dianggap dapat mengoptimalkan upaya ini, yakni dengan sikap DISIPLIN.
4. Mengikuti jejak Tiongkok, pembatasan perjalanan bisa menjadi salah satu opsi
Dalam jurnal disampaikan, menurut Reuters, pemerintah Tiongkok mengatakan pembatasan perjalanan yang diterapkan mendorong epidemik mencapai titik puncak di Tiongkok. Hal ini membawa dampak penurunan kasus di negara tersebut.
Penasehat medis senior pemerintah Tiongkok, Zhou Nanshan mengklaim, jika negara-negara lain mengikuti langkah Tiongkok, maka pandemik ini dapat diminimalisir dalam beberapa bulan ke depan. Prediksinya, pandemik bisa berakhir pada Juni 2020.
Pendekatan dengan model ini dianggap masih sederhana dan belum sempurna. Namun pada dasarnya seluruh model yang ada mengarah ke pesan yang sama. Diyakini bahwa kasus yang terjadi sesungguhnya jauh lebih besar dibanding kasus yang sejauh ini telah dilaporkan.
Disclaimer: Artikel ini sudah pernah tayang di laman IDNTimes.com dengan judul "Ilmuwan ITB Prediksi Kasus Virus Corona di Indonesia akan Capai 8.000!"
Baca Juga :
Kenali Gejala, Penyebab dan Cara Mengobati Virus Corona
Cegah Virus Corona, Ini 7 Cara Meningkatkan Kekebalan Tubuh
Jangan Asal, Begini Tahapan Mencuci Tangan Yang Benar
7 Cara yang Bisa Kamu Lakukan untuk Mencegah Virus Corona