Korea Selatan adalah salah satu negara yang paling terdampak oleh pandemi COVID-19. Tercatat pada akhir Maret 2020, jumlah pasien yang terkonfirmasi positif di negara tersebut terus meningkat hingga mencapai lebih dari 9.000 kasus. Pada saat itu, Korea Selatan juga termasuk ke dalam sepuluh negara dengan jumlah pasien COVID-19 terbanyak di dunia.
Namun dalam waktu cukup singkat, Korea Selatan mampu meningkatkan angka pasien yang sembuh dan menurunkan laju penyebaran. Dalam artian lain, negara tersebut berhasil melandaikan kurva pertumbuhan COVID-19.
Dari negara yang paling terdampak, Korea Selatan bangkit menjadi salah satu negara dengan penanganan pandemi paling baik. Bahkan tingkat kematian di negara tersebut pun sangatlah rendah. Per Rabu (10/6), tercatat bahwa ada 274 orang yang meninggal dari 11.852 kasus positif. Lalu apa rahasia negara tersebut dalam menangani COVID-19?
Profesor School of Public Health Seoul National University, Kwon Soonman dan Direktur Divisi Pengembangan Finansial Kementrian Ekonomi dan Finansial Korea Selatan, Lee Daejoong yang terlibat dalam penanganan pandemi ini angkat bicara. Keduanya hadir dalamVirtual Dialogue dengan Korea Foundation dan Singapore International Foundation pada Selasa (9/6). Berikut ini penjelasannya!
1. Korea Selatan belajar dari kasus MERS pada tahun 2015
Masih ingat wabah Middle East Respiratory Syndrome (MERS) yang terjadi pada 2015 lalu? Seperti namanya, pusat dari wabah itu berlokasi di negara Timur Tengah mengingat hewan yang membawa virus MERS-CoV adalah unta.
Namun ternyata Korea Selatan juga merupakan wilayah yang paling terdampak oleh wabah tersebut. Bahkan menurut keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Korea Selatan adalah negara dengan kasus MERS terbanyak di luar Timur Tengah, yakni 186 kasus.
Kwon Soonman mengatakan melalui wabah tersebut, Korea Selatan belajar banyak mengenai pandemi. Hingga pada saat COVID-19 merebak, mereka telah memiliki sejumlah kesiapan agar kondisi yang dialami seperti wabah MERS tak terulang lagi.
2. Respons cepat untuk tes dan tracing kasus positif
Salah satu persiapan yang diutamakan oleh pemerintah dan Korean Centers for Disease Control and Prevention (KCDC) adalah respons cepat yang terstruktur untuk menemukan pasien positif. Hal ini dilakukan dengan cara tes secara massal dan tracing kasus yang detail.
“Begitu ada satu confirm case di Januari, KCDC langsung bertemu dengan produsen test kit untuk COVID-19. Test kit didatangkan dalam jumlah banyak untuk tes dalam skala massal,” kata Soonman.
Hal lain yang membantu terlaksananya tes massal adalah produk inovasi dari masyarakat, yakni drive-thru dan walk-thru rapid test serta PCR yang sempat menyita perhatian dunia. Keduanya diakui dapat meminimalkan penyebaran dari virus corona saat tes dilaksanakan.
Untuk tracing, Korea Selatan juga memiliki sistem yang detail. Begitu ada kasus positif, mereka akan mewawancara pasien mengenai lokasi yang mereka datangi dan siapa saja yang ditemuinya. Tracing juga dilakukan dengan melihat riwayat kartu kredit, lokasi smartphone, hingga memantau CCTV.
3. Tes dan tracing itu membantu isolasi dan penanganan secara lebih cepat
“Seperti yang kita tahu, COVID-19 ini ada yang asimtomatik, yaitu tidak menunjukkan gejala, jadi deteksi secara dini dan isolasi untuk tipe pasien tersebut bisa dilakukan lebih awal karena tes dan tracing yang cepat,” ungkap Soonman.
Rapid test dan PCR secara massal inilah yang membuat kasus COVID-19 Korea Selatan terlihat melonjak secara drastis dari akhir Februari hingga awal Maret. Namun ternyata pemerintah Korsel sempat salah langkah pada saat itu.
Karena semua pasien dimasukkan ke rumah sakit, akhirnya mereka pun defisit fasilitas kesehatan. Setelah melalui proses pertimbangan, akhirnya pemerintah memutuskan untuk membuat fasilitas bernama Residential Treatment Center.
Fasilitas tersebut berupa gedung perusahaan yang diubah menjadi tempat isolasi untuk pasien dengan gejala ringan hingga sedang. Jadi, rumah sakit hanya menerima pasien yang memiliki gejala berat saja.
4. Layanan kesehatan harus bisa diakses oleh semua orang
Korea Selatan juga berusaha untuk meruntuhkan halangan setiap warganya untuk mengakses layanan kesehatan. Caranya adalah dengan menggratiskan semua biaya penanganan pasien COVID-19.
Pemerintah bekerja sama dengan National Health Insurance untuk meng-cover seluruh pengeluaran tersebut. Warga tak perlu khawatir tidak akan mendapatkan fasilitas kesehatan.
5. Penyampaian informasi ke masyarakat harus transparan
Yang tak kalah penting dari semua upaya penanganan di atas adalah arus komunikasi antara pemerintah dan masyarakat harus terus dijaga. Tujuannya adalah agar rakyat tidak panik, tahu apa yang terjadi, dan tahu apa yang harus mereka lakukan.
Soonman mengatakan bahwa di Korea Selatan, orang yang bertugas menjadi juru bicara adalah Jung Eunkyeong, kepala KCDC. Perempuan tersebut dipilih karena ia mampu mengomunikasikan semua informasi secara jujur, terbuka, dan transparan sehingga masyarakat pun menaruh kepercayaan yang tinggi terhadapnya.
“Saya pikir transparansi dalam komunikasi sangatlah penting karena ketika rakyat bisa percaya kepada pemerintah dan KCDC, mereka lebih terdorong untuk melakukan social distancing, menjaga kebersihan diri, menunda pertemuan, dan lain sebagainya,” ujar Soonman.
6. Orang Korea Selatan sangat menurut dengan anjuran pemerintah, apa rahasianya?
Banyak orang yang kagum dan mungkin heran dengan begitu kooperatifnya rakyat Korea Selatan dalam menjalankan apa yang diimbau oleh pemerintah. Direktur Divisi Pengembangan Finansial Kementerian Ekonomi dan Finansial Korea Selatan, Lee Daejoong angkat bicara.
“Menurut saya ini dihasilkan dari begitu banyaknya krisis yang kita hadapi selama bertahun-tahun. Mulai dari krisis 1998 hingga MERS pada 2015. Jadi, ikatan yang kuat ini dibangun dari waktu ke waktu secara berkelanjutan. Selain itu, rakyat juga merasa bahwa di waktu krisis seperti ini, kita semua harus bersatu agar bisa melaluinya bersama-sama,” ungkap Lee Daejoong.
Menambahkan poin tersebut, Soonman kembali mengungkit masalah transparansi. Menurutnya, komunikasi pemerintah dan KCDC yang transparan juga menjadi faktor kenapa rakyat sangat percaya dan kooperatif untuk menjalankan semua imbauan.
7. Lockdown tidak dilakukan oleh Korea Selatan, kenapa?
“Lockdown adalah upaya yang efektif untuk melandaikan kurva. Namun kebijakan ini hanya bisa dilakukan oleh negara yang maju. Jika negara berkembang melakukannya, risikonya adalah ekonomi tidak berjalan.” ungkap Soonman.
Korea Selatan sendiri tidak melakukan lockdown karena mempertimbangkan adanya golongan orang yang rentan, yaitu para pekerja harian dan orang miskin yang tidak bisa kerja dari rumah. Selain itu, upaya penanganan dari pemerintah sudah sangat cepat dan tanggap sehingga kurva penyebaran dapat melandai walaupun tanpa lockdown.
Seperti itulah cara pemerintah Korea Selatan beserta KCDC menangani pandemi COVID-19. Jadi kuncinya adalah respons yang cepat, tes massal, kesiapan rumah sakit dan finansial, serta komunikasi transparan terhadap rakyatnya. Kira-kira Indonesia bisa belajar dari negara tersebut tidak, ya?
Disclaimer: artikel ini sudah pernah tayang di laman IDNTimes.com dengan judul "Pakar Korea Selatan Ungkap Cara Mereka Tangani COVID-19 Tanpa Lockdown"