Kebijakan PSBB yang akan berakhir di beberapa daerah di Indonesia, seperti Jakarta, seakan menjadi pertanda bahwa masyarakat akan memasuki era hidup new normal di tengah pandemi Corona. Kehidupan new normal ini bisa terlihat dengan kembali beroperasinya berbagai sektor yang dahulu sempat lumpuh total akibat virus Corona ini. Salah satu contohnya ialah sektor pusat perbelanjaan di Jakarta yang akan mulai kembali beroperasi pada 5 Juni mendatang. Namun, sayangnya, langkah mengakhiri kebijakan pembatasan sosial ini dinilai akan memicu munculnya gelombang kedua COVID-19 di Indonesia.
Menurut para ahli, gelombang kedua ini membawa dampak yang lebih besar jika dibandingkan dengan gelombang pertama. Belum adanya vaksin serta penanganan yang masih dalam fase penelitian ialah dua hal yang menjadi penyebab mengapa kehidupan new normal di tengah pandemi ini mampu mendatangkan gelombang corona kedua dengan efek yang lebih dahsyat. Selain itu, sejarah juga membuktikan bahwa endemi ataupun pandemi yang pernah terjadi di dunia sebelumnya akan melahirkan gelombang kedua dengan efek mematikan yang lebih parah.
Kematian terbanyak di gelombang kedua Flu Spanyol tahun 1918
Salah satu bukti sejarah bahwa gelombang kedua dari sebuah pandemi lebih suram dibandingkan dengan gelombang pertama ialah pandemi Flu Spanyol yang terjadi pada tahun 1918. Pandemi yang berlangsung saat Perang Dunia 1 ini telah merenggut sekitar 2% populasi dunia yang saat itu berjumlah 1,7 miliar orang. Pandemi yang berlangsung sejak musim semi 1918 dan berakhir pada awal musim kemarau 1919 ini terjadi dalam tiga fase. Dari ketiga fase tersebut, fase kedua lah yang paling banyak merenggut korban jiwa, di mana saat itu keadaan juga diperparah dengan kondisi Perang Dunia yang menyebabkan fokus tenaga medis terpecah pada perawatan anggota militer.
Dalam memasuki kehidupan new normal, jangan lupa untuk tetap menjaga jarak, ya. Jangan sampai Bela terbuai dengan kata normal dan malah menganggap bahwa virus corona telah musnah. Hal ini tetap harus dilakukan karena menjaga jarak sosial adalah salah satu strategi yang efektif dalam mengatasi wabah.
Tandai pemberhentian karantina Flu Spanyol, pesta parade di Philadelphia malah merenggut lebih banyak nyawa
Masih pada pandemi Flu Spanyol, keefektifan menjaga jarak sosial bisa kita lihat dari sebuah cerita yang cukup populer mengenai bagaimana dua kota di Amerika Serikat, yaitu Philadelphia dan St. Louis, bereaksi terhadap wabah. Saat itu, kota-kota di AS sedang ingin mengadakan pawai untuk mempromosikan obligasi perang yang nantinya dana hasil penjualannya akan dipakai untuk membantu perang yang saat itu sedang berlangsung.
Dengan mempertimbangkan adanya wabah Flu Spanyol, kota St. Louis memutuskan untuk tidak mengadakan pawai tersebut sedangkan Philadelphia memilih untuk tetap mengadakan pawai. Hasilnya, sebulan kemudian, lebih dari 10.000 orang meninggal dunia di Philadelphia sedangkan di St. Louis warga yang meninggal hanya berada di bawah angka 700 orang.
Dari cerita mengenai kedua kota di negeri Paman Sam tersebut, maka Bela jangan lupa untuk tetap menjaga jarak, menggunakan masker, dan tetap melakukan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 yang telah ditentukan, ya. Jangan sampai kisah kota Philadelphia terulang di Indonesia karena keengganan Bela menerapkan hal-hal tersebut. Selama belum ada vaksin yang ditemukan, maka Bela jangan perah lelah untuk terus menerapkan langkah-langkah kebersihan dan tindakan pencegahan yang direkomendasikan oleh WHO.