TikTok menjadi media sosial yang paling banyak digunakan oleh banyak kalangan, terutama anak muda. Ini tak mengherankan, karena media sosial milik ByteDance ini punya User Interface yang interaktif, memudahkan pengguna untuk melihat konten sesuai kebutuhan.
Sayangnya, kelebihan itu justru membuat banyak remaja menjadi kecanduan untuk bermain TikTok. Inilah yang menjadi alasan, Divisi Perlindungan Konsumen wilayah Utah, Amerika Serikat (UDCP/ Utah Division of Consumer Protection), melayangkan gugatan terhadap TikTok, mengutip The Verge pada (21/10).
Digugat karena memunculkan kebiasaan adiktif pada remaja
Gugatan ini diterbangkan kepada Pengadilan Negara bagian Salt Lake City, Amerika Serikat atas tuduhan TikTok memunculkkan sifat "kecanduan" atau adiktif pada remaja. Hal ini dapat membentuk kebiasaan yang tidak sehat saat bermain media sosial pada mereka. Padahal, remaja yang sedang masa pertumbuhan seharusnya diarahkan ke pengembangan bakat serta kehidupan sosialnya.
Atas alasan itu, Gubernur Utah, Spencer Cox nenyatakan bahwa TikTok telah menyesatkan orang tua, walaupun aplikasi ini diklaim aman dan ramah bagi anak maupun remaja. Bila ditilik dari fiturnya, Spencer menegaskan bahwa TikTok justru membuat ketagihan dan mendorong pengguna muda untuk terus menelusuri aplikasi tanpa henti.
“Kami tidak akan diam, sedangkan perusahaan-perusahaan ini gagal mengambil tindakan yang memadai dan bermakna untuk melindungi remaja. Kami akan meminta pertanggungjawaban perusahaan media sosial dengan cara apapun yang diperlukan,” jelas Spencer dari The Verge.
TikTok telah melanggar undang-undang
Sean Reyes selaku Jaksa Agung wilayah Utah menegaskan bahwa TikTok telah melanggar Undang-undang Praktik Penjualan Konsumen di Utah (Utah Consumer Sales Practices Act/UCSPA). Bukan itu saja, Reyes mengatakan bahwa TikTok juga telah berbohong kepada remaja dan orang tua mengenai keamanan di dalam aplikasi.
Alih-alih sebagai aplikasi edukatif, TikTok justru mengeksploitasi mereka dengan cara memberikan pengalaman impulsif serta adiktif kepada penggunanya, terutama remaja. Konten video yang didesain tanpa jeda, membuat remaja menonton TikTok secara kompulsif dan tanpa henti.
“(TikTok) tidak peduli terhadap efek buruk yang berdampak pada kesehatan mental, perkembangan fisik, keluarga, dan kehidupan sosial (remaja),” tambahnya.
TikTok didenda Rp4,7 miliar
Dalam tuntutannya UDCP juga menggugat denda kepada TikTok sebesar US$300 ribu atau Rp4,7 miliar sebagai restitusi atas dampak negatif berupa sifat adiktif yang membuat remaja kecanduan. Masih dalam gugatan yang sama, lembaga pemerintah tersebut juga meminta agar TikTok diblokir sementara ataupun permanen.
Belum ada respon dari TikTok
Sejauh ini, TikTok belum mengkonfirmasi atau memberikan respons apapun atas gugatan yang diajukan pemerintah Utah. Apalagi, Utah bukan satu-satunya wilayah di Amerika Serikat yang melaporkan TikTok ke pengadilan. Dari The Verge mengatakan, bahwa gugatan semacam ini sudah dihadapi TikTok dari berbagai macam negara bagian AS.
Sementara itu, Jaksa Agung di Wilayah Indiana mengecam TikTok karena menampilkan konten dewasa untuk pengguna remaja. Padahal, sebagai aplikasi raksasa yang ramah pengguna, seharusnya TikTok lebih selektif lagi dalam menampilkan konten untuk remaja.
Gugatan yang diterbitkan pada Desember 2022 menyatakan bahwa TikTok telah berbohong kepada orang tua dengan memberi label umur "12+" di toko aplikasi resmi Apple App Store (iOS) dan Google Play Store (Android).
Bagaimana tanggapanmu terhadapa gugatan ini Bela? Tulis pendapatmu di kolon komentar, ya!