Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

'All Eyes On Papua' Trending, Apa Penyebabnya?

Masyarakat adat sampai berunjuk rasa di depan Mahkamah Agung

Zikra Mulia Irawati

Di Instagram Story, template All Eyes On Papua tengah ramai diunggah oleh netizen. Hal ini terkait polemik masyarakat adat Suku Awyu dan Moi dengan pemerintah soal lahan yang rencananya akan diubah menjadi perkebunan sawit. 

Lalu, hal apa saja yang membuat konflik ini begitu disorot oleh masyarakat Indonesia dari berbagai provinsi lain? Simak pembahasannya di bawah ini.

Latar belakang gerakan All Eyes On Papua

instagram.com/sultankhmw

Gerakan All Eyes On Papua mulai merebak usai video aksi unjuk rasa masyarakat adat Suku Awyu di depan gedung Mahkamah Agung menjadi viral. Dengan mengenakan pakaian adat, mereka menuntut pemerintah yang merampas hutan sumber kehidupan mereka untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Usut punya usut, hutan masyarakat Awyu memang telah ditetapkan menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia melalui Proyek Tanah Merah. Proyek besar ini melibatkan setidaknya tujuh perusahaan, yaitu PT MJR, PT KCP, PT GKM, PT ESK, PT TKU, PT MSM, dan PT NUM. Izin kelayakan lingkungan hidup pun telah diberikan oleh pemerintah provinsi kepada PT Indo Asiana Lestari (PT IAL).

Proyek tersebut menuai kecaman karena PT IAL mengantongi izin untuk lahan seluas 36.094 hektare, atau setara dengan separuh lebih wilayah Jakarta. Lahan tersebut mencaplok sebagian wilayah hutan adat masyarakat marga Moro, yang merupakan bagian dari Suku Awyu.

Aksi unjuk rasa masyarakat adat

Menolak hal ini, Hendrikus Woro selaku perwakilan masyarakat adat Awyu melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung. Tak hanya kepada PT IAL, kasasi pun diajukan atas PT KCP dan PT MJR. Mereka sebelumnya sudah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, tetapi kalah. Banding pun dimenangkan oleh hakim PTUN Jakarta.

Di sisi lain, Suku Moi juga memperjuangkan haknya atas 18.160 hektar hutan adat yang digunduli oleh PT SAS untuk perkebunan sawit. Perusahaan tersebut sempat memegang konsesi seluas 40.000 hektar lahan di Kabupaten Sorong. Akan tetapi, pemerintah telah mencabut izin pelepasan kawasan hutan dan izin usaha pada 2022. Keputusan pemerintah tersebut kemudian direspons melalui gugatan ke PTUN Jakarta.

Aksi unjuk rasa pun turut dilakukan oleh masyarakat adat Awyu di depan gedung Mahkamah Agung. Mereka mengadakan ritual adat di sana. Tak ketinggalan, perwakilan suku ini menyampaikan serangkaian tuntutan yang menolak perampasan tanah yang menjadi sumber kehidupan mereka selama ini. 

Petisi penolakan di internet

change.org

Petisi penolakan pun beredar di internet. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat menginisiasi gerakan ini melalui platform change.org dengan target 150 ribu tanda tangan. Mereka menuntut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, dan Mahkamah Agung untuk mencabut izin perkebunan kelapa sawit milik PT IAL.

"Karena itu, lewat petisi ini, saya meminta Mahkamah Agung untuk mencabut izin lingkungan PT Indo Asiana Lestari, yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu Provinsi Papua. Selain berpotensi menghilangkan hutan alam, proyek perkebunan sawit ini, juga hasilkan emisi 25 juta ton CO2. Jumlah emisi ini sama dengan menyumbang 5% dari tingkat emisi karbon tahun 2030. Dampaknya nggak cuma ke warga Papua, tapi juga buat kita dan seluruh dunia," tulis mereka dalam deskripsi petisi tersebut.

Agar tersebar luas, fitur template Instagram Story pun turut mereka gunakan. Sudahkah kamu ikut terlibat dalam menyebarkan gerakan All Eyes On Papua, Bela?

IDN Channels

Latest from News