Israel dan Palestina telah menjadi pusat perhatian dunia dalam sebulan terakhir atau semenjak konflik kedua pihak meningkat hingga memakan banyak korban jiwa. Bahkan peningkatan konflik kedua pihak itu telah membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan potensi “perang skala penuh”.
Sebagaimana dilaporkan BBC, konflik Israel dan Palestina sebenarnya bukan cerita baru, melainkan telah ada selama beberapa dekade. Lalu, apa yang menyebabkan konflik kali ini lebih menyita perhatian dan mengapa konflik itu bisa meningkat? Berikut penjelasannya.
1. Bagaimana awal konflik keduanya?
Masalah pemicu buruknya hubungan Israel dan Palestina telah ada sejak sekitar 100 tahun lalu. Hal ini dimulai ketika Inggris menguasai wilayah yang dikenal sebagai Palestina setelah mengalahkan penguasa wilayah Timur Tengah itu, Kekaisaran Ottoman, dalam Perang Dunia I.
Tanah yang dimenangkan Inggris itu dihuni oleh minoritas Yahudi dan mayoritas Arab. Ketegangan antara kedua bangsa itu tumbuh ketika komunitas internasional memberi tugas kepada Inggris untuk mendirikan “rumah nasional” di Palestina bagi orang-orang Yahudi.
Bagi orang Yahudi, wilayah itu adalah rumah leluhur mereka, tetapi orang Arab Palestina juga mengklaim tanah itu dan menentang langkah tersebut.
Antara 1920-an sampai 1940-an, jumlah orang Yahudi yang tiba di wilayah itu meningkat. Sebagian besar pendatang itu adalah mereka yang melarikan diri dari penganiayaan di Eropa dan mencari tanah air setelah bencana Perang Dunia II.
Pada saat itu, kekerasan antara orang Yahudi dan Arab, dan langkah yang melawan kekuasaan Inggris, juga tumbuh.
Pada 1947, PBB memilih Palestina untuk dipecah menjadi negara-negara Yahudi dan Arab yang terpisah, dengan Yerusalem menjadi kota internasional. Rencana itu diterima oleh para pemimpin Yahudi tetapi ditolak oleh pihak Arab dan tidak pernah dilaksanakan.
2. Pembentukan Israel dan kelahiran bencana
Pada 1948, karena tidak dapat menyelesaikan masalah yang ada, para penguasa Inggris meninggalkan wilayah itu dan para pemimpin Yahudi mendeklarasikan pembentukan negara Israel.
Banyak orang Palestina keberatan dan perang pun pecah. Pasukan dari negara tetangga Arab turut melakukan penyerbuan. Ratusan ribu orang Palestina melarikan diri atau dipaksa keluar dari negara mereka. Kejadian memilukan itu dijuluki sebagai Al Nakba atau “Bencana”.
Pada saat pertempuran berakhir dengan gencatan senjata pada tahun berikutnya, Israel menguasai sebagian besar wilayah.
Yordania menduduki tanah yang kemudian dikenal sebagai Tepi Barat, dan Mesir menduduki Gaza. Sementara Yerusalem dibagi antara pasukan Israel di Barat, dan pasukan Yordania di Timur.
Karena tidak pernah ada kesepakatan damai, terjadi lebih banyak perang dan pertempuran dalam dekade-dekade berikutnya.
3. Rakyat Palestina kehilangan rumah
Dalam perang lain pada 1967, Israel berhasil menduduki Yerusalem Timur dan Tepi Barat, serta sebagian besar Dataran Tinggi Golan Suriah, dan Gaza serta semenanjung Sinai Mesir. Sementara sebagian besar pengungsi Palestina dan keturunannya tinggal di Gaza dan Tepi Barat, serta di negara tetangga Yordania, Suriah, dan Lebanon.
Warga Palestina maupun keturunan mereka tidak diizinkan oleh Israel untuk kembali ke rumah mereka. Israel mengatakan penolakan itu karena khawatir warga Palestina akan memenuhi negara dan mengancam keberadaan negara itu sebagai negara Yahudi.
Israel masih menduduki Tepi Barat. Lalu, meskipun Israel menarik diri dari Gaza, tanah itu masih dianggap PBB sebagai bagian dari wilayah yang diduduki. Israel juga telah mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya, sementara Palestina mengklaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina di masa depan.
Amerika Serikat (AS) adalah satu dari sedikit negara yang mengakui klaim Israel atas Yerusalem. Dalam 50 tahun terakhir Israel telah membangun pemukiman di daerah ini, tempat lebih dari 600 ribu orang Yahudi sekarang tinggal.
Warga Palestina mengatakan pemukiman ini ilegal menurut hukum internasional dan merupakan hambatan bagi perdamaian, tetapi Israel membantahnya.
4. Apa yang terjadi sekarang?
Ketegangan sering meningkat antara warga Israel dan Palestina yang tinggal di Yerusalem Timur, Gaza, dan Tepi Barat.
Gaza diperintah oleh kelompok militan Palestina yang disebut Hamas. Mereka telah berkali-kali berperang melawan Israel. Sementara Israel dan Mesir dengan ketat mengontrol perbatasan Gaza untuk menghentikan senjata masuk ke Hamas.
Warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat mengatakan mereka menderita karena tindakan dan pembatasan Israel. Sedangkan Israel mengatakan pihaknya hanya bertindak untuk melindungi diri dari kekejaman Palestina.
Ketegangan kedua pihak kembali meningkat pesat sejak awal bulan suci Ramadan yang jatuh pada pertengahan April 2021, di mana terjadi bentrokan antara polisi dan warga Palestina. Kegiatan pengusiran beberapa keluarga Palestina di Yerusalem Timur juga telah menyebabkan kemarahan meningkat.
5. Masalah yang sulit diselesaikan
Konflik Israel dan Palestina dipercaya tidak akan selesai dalam waktu dekat dikarenakan kedua pihak masih memiliki sejumlah besar masalah yang tidak bisa disepakati.
Masalah itu termasuk dalam hal penentuan nasib para pengungsi Palestina, apakah pemukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki harus tetap dibiarkan atau disingkirkan, apakah kedua belah pihak harus berbagi Yerusalem, dan satu masalah yang mungkin paling rumit adalah apakah negara Palestina harus didirikan bersama Israel.
Konsep dua negara Palestina-Israel berdampingan telah menjadi solusi yang didorong dunia internasional dan PBB, atau dikenal sebagai 'two-state solution'. Sebenarnya pembicaraan damai untuk masalah ini telah dilangsungkan selama lebih dari 25 tahun, tetapi sejauh ini belum bisa menyelesaikan konflik tersebut.
Sebelumnya pada tahun lalu, AS yang berada di bawah kepemimpinan mantan Presiden Donald Trump telah merilis rencana perdamaian terbaru untuk kedua pihak. Rencana perdamaian itu disebut sebagai “kesepakatan abad ini”.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mendukung rencana itu. Namun, rencana damai itu telah ditolak oleh Palestina karena berbagai alasan. Apalagi Donald Trump dinilai Palestina "berat sebelah" karena telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Rencana kesepakatan itu pun tidak pernah berhasil mendamaikan kedua pihak.
Disclaimer: artikel ini sudah pernah tayang di laman IDNTimes.com dengan judul "Jadi Perhatian Dunia, Begini Awal Konflik Israel-Palestina"