12 April 2022 menjadi hari berakhirnya penantian panjang para pejuang Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang yang disahkan.
Pengesahan Undang-Undang tersebut terjadi dalam sidang Paripurna di DPR. Setelah Presiden Joko Widodo menyetujui RUU tersebut menjadi UU, akhirnya DPR secara resmi mengetok palu. Berikut informasi selengkapnya.
Disetujui Presiden Jokowi
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo setuju Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) disahkan menjadi Undang-Undang dalam sidang Paripurna di DPR pada Selasa (12/4/2022).
“Izinkanlah kami mewakili Presiden dalam rapat paripurna yang terhormat ini, dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, presiden menyatakan setuju rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk disahkan menjadi Undang-Undang,” kata Bintang.
Ia juga memberikan apresiasi seluruh komponen DPR RI dalam upaya penyelesaian RUU TPKS hingga menjadi Undang-Undang untuk memberi perlindungan hukum bagi para korban.
“Terima kasih kepada pimpinan dan anggota DPR RI atas segala komitmen dedikasi dan dalam menyelesaikan proses pembahasan rancangan undang-undang ini,” ujar Bintang.
Sah dalam sidang Paripurna DPR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kejahatan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang dalam sidang Paripurna, Selasa (12/4/2022).
Penantian panjang 6 tahun para korban, akhirnya berakhir dalam sidang yang dipimpin Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad itu. Kini korban kejahatan seksual sudah memiliki payung hukum untuk melindungi mereka.
Sebelumnya, saat pembahasan RUU TPKS di tingkat 1, terungkap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya fraksi yang menolak pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang.
Puan Maharani selaku pimpinan rapat kemudian bertanya kepada semua anggota dewan apakah setuju RUU TPKS disahkan menjadi undang-undang. "Saya tanyakan kepada anggota dewan, apakah setuju RUU TPKS disahkan menjadi undang-undang?" tanya Puan.
Jawaban "Setuju!" dilontarkan seluruh anggota parlemen yang hadir di dalam rapat paripurna sembari diiringi tepuk tangan. Komunitas dan aktivis perempuan yang turut hadir pun juga meneteskan air mata saat palu diketuk.
Sejarah baru UU di Indonesia
Di dalam rapat itu, Ketua Panitia Kerja RUU TPKS, Willy Aditya menyebut RUU yang disahkan tersebut menjadi sejarah karena untuk kali pertama berpihak dan memiliki perspektif terhadap korban.
"Aparat penegak hukum pun punya legal standing yang selama ini belum ada di dalam penanganan tindak pidana kekerasan seksual," ungkap Willy di rapat tersebut.
Disesalkan, tindak pemerkosaan dan aborsi tak masuk dalam aturan
Meski sudah disahkan dan memberi sedikit kebahagian bagi para korban. Namun, kelompok masyarakat sipil masih menyesalkan karena tindak pemerkosaan dan aborsi tidak masuk dalam aturan yang terdiri dari 93 pasal teresbut. Mereka khawatir banyak korban yang mengalami kehamilan akibat dari tindak pemerkosaan bakal dikriminalisasi karena memilih mengaborsi janinnya.
Willy Aditya mengungkap alasannya kenapa kedua tindak tersebut tidak ikut disahkan pada Rabu (6/4/2022) lalu pada wartawan. Ini karena pemerkosaan dan aborsi tidak diatur dalam draf RUU TPKS. Pemerkosaan sudah diatur dalam undang-undang lain yakni dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Meski demikian, menurutnya pemerkosaan masih dicantumkan sebagai salah satu jenis kekerasan seksual lainnya dalam RUU TPKS. Aborsi sendiri menurut Willy juga sudah diatur dalam undang-undang lain yaitu UU Kesehatan. Karena kedua tindak tersebut sudah masuk dalam UU tersendiri, Willy dan timnya tidak ingin satu norma hukum diatur dalam dua UU, karena akan terjadi overlapping.
Itulah berita bahagia setelah penantian panjang para korban kejahatan seksual mendapat perlindungan hukum. RUU TPKS kini sah menjadi UU TPKS.