Di zaman digital seperti sekarang, bisa dibilang membangun sebuah museum adalah salah satu tantangan tersendiri untuk dilakukan. Namun hal itu nggak berlaku untuk Fenessa Adikoesoemo selaku chairwoman Museum Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN) Foundation. Fenessa Adikoesoemo tetap optimis bahwa museum seni bisa menjadi tempat untuk membuat masyarakat teredukasi dan belajar terhadap seni modern dan kontemporer.
Yup, Fenessa Adikoesoemo adalah perempuan dibalik berdirinya Museum MACAN. Sebagai chairwoman of Museum MACAN Foundation, Fenessa Adikoesoemo melihat bahwa seni sudah menjadi part of her every day life. Bersama Popbela, Fenessa Adikoesoemo menceritakan tentang inspirasi, tantangan hingga mimpinya terhadap seni dan Museum MACAN.
Terinspirasi dari orang tua dan cita-citanya yang terdahulu menjadi filmmaker
Terinspirasi dari orang tuanya yang yang seorang kolektor seni, Fenessa Adikoesoemo sudah terbiasa dengan seni sejak kecil. "Sebetulnya sih inspirasinya itu dari orang tua saya ya, ayah dan ibu sudah menjadi kolektor seni sejak lama, jauh sebelum saya lahir. Jadi kehidupan saja benar-benar sangat terekspos pada seni, saya diantara saudara-saudara saya yang lainnya yang selalu ikut sama orang tua kalau mereka pergi ke gallery, museum, auction houses, jadi memang seni sudah menjadi bagian dari hidup saya."
Sebelum menjadi chairwoman sebuah yayasan museum seni, Fenessa Adikoesoemo ternyata bercita-cita sebagai filmmaker, lho. Walau belum terwujud, Fenessa Adikoesoemo melihat bahwa apa yang dikerjakannya sekarang salah satu bentuk lain cintanya terhadap seni. "Sebenarnya salah satu mimpi saya itu menjadi film director dan menekuni hobi saya di bidang photography, jadi seni sudah menjadi bagian dari hidup saya dan saya pikir Museum MACAN adalah cara kita menghubungkan antara seni dan pendidikan sehingga hal itu dapat mengekspos Indonesia untuk lebih tertarik belajar seni."
Keinginannya untuk membuat museum seni lebih menarik
Termasuk orang yang peduli terhadap pendidikan, Fenessa Adikoesoemo melihat bahwa Museum MACAN mampu menjadi tempat yang menyenangkan untuk belajar tentang seni modern dan kontemporer. Selain exhibition, Museum MACAN juga sering bekerja sama dengan banyak sekolah dari berbagai tingkat pendidikan dengan membuat program khusus yang menggabungkan seni dan kurikulum sehingga menarik untuk dipelajari.
Bukan hanya melihat deretan seni rupa di dinding, Fenessa Adikoesoemo melalui Museum MACAN memilih cara penyampaian seni modern dan kontemporer yang mudah diterima, melakukan workshop dengan para seniman, film screenings atau aktivitas-aktivitas lainnya yang membuat publik merasa tertarik dan engaging.
Melihat kompetitor sebagai hal yang positif
Ngomongin soal Museum MACAN, semenjak kemunculannya dengan exhibition yang interaktif memang mencuri perhatian publik. Hal ini juga berpengaruh terhadap semakin banyaknya art installation yang bermunculan di Jakarta dan di seluruh Indonesia. Fenessa Adikoesoemo menanggapinya sebagai hal yang positif, dimana Museum MACAN juga ingin membuat budaya dimana para pelaku industri kreatif dapat berkembang bersama dalam bentuk yang semakin beragam. Museum, art fair atau pop up gallery dinilai menjadi beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membuat masyakarat mengerti, belajar dan tertarik terhadap keberadaan seni modern dan kontemporer.
Masyarakat yang ingin engaged terhadap seni
Yup, Museum MACAN memang semakin terkenal semenjak hadirnya exhibition dari seniman asal Jepang, Yayoi Kusama. Instalasi yang colorful dengan dots, lukisan, dan video. Saking Instagrammable dan kerennya, banyak banget masyarakat yang antusias ingin mengabadikan momen sampai menyentuh seni yang seharusnya cukup dilihat. Hal ini cukup disayangkan oleh Fenessa Adikoesoemo, namun dirinya tetap melihat bahwa artinya banyak banget masyakarat Indonesia yang ingin engaged dengan seni itu sendiri. Salah satunya dengan menempelkan dots, akan memberikan experience tersendiri dibanding jika hanya dilihat.
Tantangannya...
"Saya pikir ide tentang filantropi masih sangat baru, khususnya jika hal itu datang dari filantropi seni, apalagi di Indonesia. Jika dibandingkan dengan Amerika, banyak orang disana yang berani membayar lebih untuk melihat sebuah seni, mereka mengerti pentingnya dukungan untuk seni dan seniman serta menjadikan seni sebagai bagian edukasi."
Tujuan Museum MACAN sebagai salah satu wadah edukasi dan research terhadap museum seni di Indonesia menjadi tantangan tersendiri untuknya. "Pada suatu hari, kita mendapatkan banyak banget pertanyaan seperti 'seni ini dijual atau tidak?' dan itu menjadi salah satu tugas untuk Museum MACAN untuk membuat publik aware bahwa apa yang kita lakukan adalah untuk edukasi. Kita tidak menjual seni tersebut untuk tujuan komersil, namun menjadikan seni sebagai bahan research dan bagian dari edukasi yang ingin kita berikan kepada masyakarat Indonesia."
Mimpi untuk membuat masyarakat lebih menghargai seni
"Saya berharap masyakarat Indonesia lebih mengerti dan mampu mengapresiasi seni, dan juga melihat Museum MACAN sebagai institusi yang sangat berkontribusi terhadap pendidikan. Bukan hanya sekadar memamerkan hasil karya seniman di dinding, namun Museum MACAN memiliki misi untuk mengedukasi setiap lapisan masyarakat untuk lebih memahami seni modern dan kontemporer."
Kepada Popbela, Fenessa Adikoesoemo bercerita banyak banget mengenai Museum MACAN dan kecintaannya terhadap seni. Selengkapnya bisa kamu dengarkan Podcast Popbela di Spotify. Tapi kalau masih penasaran atau mau ikut diskusi tentang seni dengan Fenessa Adikoesoemo? Yuk datang ke Indonesia Millennial Summit 2020 tanggal 17-18 Januari di The Tribrata, Darmawangsa.
Photo credits:
Photographer: Nurulita
Fashion Editor: Michael Richards
Stylist: Tbmyudi
Assistant Stylist: Yemima
Hair Stylist: Novita Andriani
Wardrobe: turtleneck milik stylist, cardigan FRUTH BOUTIQUE, blazer GUESS, rok sekuin H&M