Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Sandyakala Smara, Surat Cinta Denny Wirawan untuk Kudus

Batik Kudus kembali pulang ke Kota Kretek

Michael Richards

Haru sang desainer, Denny Wirawan, tak tertahankan ketika menjelaskan apa makna mendalam dari tajuk karyanya, SANDYAKALA SMARA. "Sandyakala memiliki arti gurat merah di langit senja, sementara Smara adalah cinta. Dengan show yang diadakan di bawah langit senja dan kecintaan saya terhadap Kudus, saya mengibaratkan ini seperti goresan cinta di langit merah,” jelas Denny Wirawan pada presscon yang diadakan keesokan harinya di Jiva Bestari, Kudus.

Selebrasi 8 tahun kolaborasi Denny Wirawan dan Bakti Budaya Djarum Foundation memang begitu matang. Sempat memutuskan untuk menggelar show ini di Jakarta, namun ternyata jodoh berkata Batik Kudus kembali pulang ke asalnya di Kota Kretek. Dan akhirnya, kurang lebih 250 tamu undangan dan sejumlah besar rekan media dari Jakarta diberi kesempatan untuk mengenal lebih dekat Kota Kudus yang menyimpan pesonanya tersendiri. Dari kuliner, cagar budaya, hingga kainnya yang fenomenal.

“Sandyakala Smara ini adalah bentuk dukungan tulus dalam melestarikan dan mengapresiasi kekayaan wastra budaya Indonesia, terutama Batik Kudus yang memukau dan menginspirasi kreativitas untuk terus mengeksplorasi serta memperkaya keindahan yang tak ternilai dari kain-kain Indonesia. Setelah 8 tahun perjalanan yang luar biasa, dengan bangga kami membawa Batik Kudus kembali ke akarnya, ke kota Kudus yang dikenal sebagai Kota Kretek, untuk perayaan penuh makna dan inspirasi. Ini menggambarkan bahwa Kudus bukan hanya dikenal sebagai penghasil kretek, tetapi juga memiliki batik yang bernilai tinggi sekaligus menghargai perjalanan panjang dalam berkarya lewat kain dan pola yang telah memberikan warna baru bagi dunia mode Indonesia. Acara ini juga dihadiri oleh sekitar 250 orang tamu undangan yang datang untuk mengenal dan menjelajahi budaya kota Kudus. Ini merupakan sebuah kesempatan untuk mengenalkan daya tarik Kota Kretek sehingga menjadi salah satu destinasi wisata yang mampu menggerakkan perekonomian masyarakat,” jelas Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

dok. Bakti Budaya Djarum Foundation

Sandyakala Smara Koleksi Batik Kudus 2023 - 2024 ini merayakan akar budaya Kudus yang dipengaruhi oleh kearifan lokal, budaya Tionghoa dan Eropa. Gayanya kental dengan “Kebaya Encim” serta kain Batik Kudus sebagai padanannya di dekade 1930-an hingga 1950-an. Kolaborasi Denny Wirawan dengan para pembatik binaan Bakti Budaya Djarum Foundation dan para pembatik pesisir di Pekalongan, serta kolaborasi dengan kolektor batik Agam Riyadi, menjadikan pagelaran ini bukan lagi teatrikal namun magical.

“Mengolah Batik Kudus kembali menjadi bagian penting dari perjalanan kreatif saya sejak tahun 2015. Tahun ini telah sewindu keindahan Batik Kudus memberikan inspirasi yang membuat saya terus mengeksplorasi dan berkreasi. Koleksi Sandyakala Smara saya persembahkan sebagai bentuk dedikasi untuk menggali lebih dalam lagi potensi-potensi yang ada pada motif Batik Kudus yang belum tereksplorasi, setelah sebelumnya hadir koleksi Pasar Malam, Padma, dan Wedari,” jelas sang desainer. “Koleksi Sandyakala Smara tak hanya sekadar busana, namun juga sebuah perjalanan budaya dan kreativitas yang mempertemukan antara masa lalu dan saat ini dengan harmoni. Sebuah perwujudan serta penghormatan atas warisan keindahan wastra dengan pembaruan yang dikemas dalam estetika yang memukau.”

Berikut beberapa detail penting dari Sandyakala Smara Koleksi Batik Kudus 2023 - 2024 dari Denny Wirawan.

1. Rumah Adat Kudus Yasa Amrta menjadi latar belakang yang luar biasa. Bangunan Joglo Pencu ini menampilkan dominasi ukiran-ukiran yang tak hanya bersifat dekoratif, melainkan juga sarat dengan makna filosofis yang mendalam. Dengan suasana senja yang romantis, satu persatu busana karya Denny Wirawan berhasil menghipnotis semua yang hadir.

dok. Bakti Budaya Djarum Foundation

2. Show-nya sendiri dibuka dengan monolog yang dibawakan indah oleh Happy Salma. Sang aktris menjelaskan sejarah singkat tentang eksistensi Batik Kudus yang kian berkembang. Dari tahun 1935 hingga dekade 1970-an, lalu kemundurannya di tahun 1980-an hingga kepiawaian Denny Wirawan bersama Bakti Budaya Djarum Foundation yang menyalakan kembali pesona Batik Kudus yang sekarang sudah mampu beradaptasi.

dok. Bakti Budaya Djarum Foundation

3. Look pembukanya langsung memberikan mood, menampilkan Kebaya Encim putih yang dibawakan begitu genit oleh model yang berlenggok sembari memainkan kipas faux feathers. Fokus Denny Wirawan sendiri adalah menonjolkan keindahan motif Batik Kudus dan meredam siluet busana yang terlalu berlebihan.

dok. Bakti Budaya Djarum Foundation

4. Sandyakala Smara dibagi dalam 3 babak, yang pertama adalah Mahajana. Di mana banyak menampilkan ciri khas gaya berpakaian wanita peranakan Tionghoa pada dekade 1930-an hingga 1950-an. Gayanya klasik namun dikemas kekinian.

dok. Bakti Budaya Djarum Foundation

5. Babak kedua adalah Asmaradana, yang merupakan bagian dari koleksi ready-to-wear deluxe dalam tampilannya yang lebih playful. Di sini sang desainer berfokus pada atasan cheongsam dengan berbagai kombinasinya yang memikat. Warna-warna berani seperti merah, orange, biru, hijau hingga detail pita-pita besar yang khas berhasil menyegarkan suasana.

dok. Bakti Budaya Djarum Foundation

6. Koleksi ready-to-wear premium menjadi babak penutupnya, dalam tajuk kecil Layar Sutera (Journey to The Past). Penonton pun seperti dibawa ke era putri-putri kerajaan Tiongkok, gaun malam dan mantel panjang satu persatu berseliweran. Detailnya begitu megah dengan aksen payet, bordir dan detail tiga dimensi khas budaya peranakan. Dari naga, phoenix, awan, burung Hong, kupu-kupu, ayam, bunga Krisan, Asteria, Lotus dan Peonie.

dok. Bakti Budaya Djarum Foundation

7. Kolaborasi Denny Wirawan dan EPA Jewel pun patut di acungi jempol. Semua aksesori dari cincin, gelang, anting, kalung, kipas, jepit rambut hingga mahkota yang dikenakan oleh Reti Ragil di akhir show begitu sempurna. “Menurut saya tolak ukur kesuksesan dalam menciptakan aksesori ini adalah menghasilkan karya yang harmonis dengan koleksi Denny Wirawan yang sudah begitu indah,” jelas Eliana Putri, direktur kreatif EPA Jewel.

dok. Bakti Budaya Djarum Foundation

TOPIC

    IDN Channels

    Latest from Style & Trends