Rinaldy A. Yunardi. Nama ini semakin kuat bergema di telinga para pecinta fashion tanah air. Semenjak sayap buatannya naik ke atas panggung Victoria's Secret, dikenakan oleh top model Izabel Goulart dan Devon Windsor, sekilas kita sudah bisa meramalkan kalau kedepannya satu per satu artis internasional pasti akan mencicipi karya unik Rinaldy. Kejutan pun datang saat berita Katy Perry yang mengenakan sepatu kolaborasinya bersama Rina Thang di video klip Chained To The Rhythm. Berikutnya, tak lama berselang, Nicki Minaj tampil mengenakan caged mask berhiaskan mutiara buatan Rinaldy di video klip No Frauds yang menyatu dengan gaya sang rapper yang provokatif.
Merasa belum cukup 'membombardir' dan mendominasi portal-portal berita lokal dengan prestasinya, Rinaldy A. Yunardi menjatuhkan bom yang paling luar biasa. Karyanya mendarat di gelaran karpet merah ajang fashion nomor satu di dunia, Met Gala! Cassie (pasangan dari rapper Sean 'Diddy' Combs) datang mengenakan gaun hitam dari On Aura Tout Vu yang penuh drama berdetail rangkaian sedotan, merepresentasikan sebuah karya avant-garde yang memang menjadi tema untuk acaranya, Art of the In-Between - tribute untuk Rei Kawakubo. Tapi malam itu, busana Cassie tidak keluar sebagai busana terbaik, malah yang jadi juaranya adalah anting spiky diamond karya Rinaldy Yunardi yang masuk dalam daftar aksesori terbaik di Vogue.com. Ini pun viral ke berbagai portal berita internasional lainnya termasuk The Huffington Post hingga Just Jared. Sebagai langkah resmi Rinaldy memasuki kancah internasional, ia pun mengambil sebuah action.
"Saya memutuskan untuk mengganti nama dengan yang lebih simpel, jadi cuma Rinaldy Yunardi," jelasnya. "Tujuannya agar lebih internasional." Keputusan ini digagasnya bersama Faye Liu, founder dari agensi The Clique yang mengurusi stockist Rinaldy untuk internasional.
Satu minggu setelah Met Gala, saya akhirnya mendapatkan kesempatan untuk bisa ngobrol-ngobrol dengan Rinaldy. Ditemui di studio miliknya yang berlokasi di Gedong Panjang, Jakarta Utara, Rinaldy yang dalam kondisi kurang fit masih semangat dengan jokes-nya menyambut saya. "Hari ini begini saja ya gayanya. Serba hitam seperti biasa, biar nggak ribet. Paling saya kasih statement lewat topi saja," jelasnya sambil mengantar saya masuk ke ruang kerjanya yang indah. Kata indah di sini pun bukan bermaksud berlebihan lho. Mahkota dan tiara yang diletakan rapih dalam lemari-lemari kaca begitu "membutakan" pandangan dengan kilaunya. Ruangan ini ibarat "candy shop" impian semua calon pengantin.
Menuju meja kerja Rinaldy, buku-buku favoritnya disusun rapih lengkap dengan sampul plastik. Semuanya diletakan dalam seksi masing-masing. Dari buku berbau etnik, perihal topi, hingga sejarah couture, semua begitu terorganisir dan tampak terjaga disamping jubah ksatria rotan The Lady Warrior untuk Dewi Fashion Knight 2015. Sangat jelas kalau dirinya adalah seseorang yang perfeksionis.
"Ya, saya perfeksionis. Bisa dibilang begitu. Tapi saya masih wajar dan nggak mau menularkannya ke tim saya," begitu pesannya "Kalau gitu nanti malah jadinya kacau."
Tapi disaat sisi perfeksionis dipertemukan dengan kreativitas... well that's superb! Detail kecil pun ia perhatikan, seperti yang tampak pada hiasan besi pada Aqua gelas hingga gagang pintu yang bertabur bebatuan, semua memang beda kalau ditangan Rinaldy. "Hiasan besi untuk gelas itu memang sengaja saya buat lho. Bahkan ada klien yang mau pesan."
Visinya. Fantasinya. Semuanya mewujud. Rinaldy yang merasakan fashion di era '90an mengaku ingin menghidupkan kembali masa-masa fashion yang heboh itu sekarang ini. Mengagumi karya-karya Thierry Mugler, Christian Lacroix, Alexander McQueen, Givenchy lewat koleksi bukunya, ia memaparkan berbagai koleksi favorit mereka dengan penuh antusias. Korset berbentuk bagian motor dari Mugler, tubuh bionic, sayap bidadari yang sempurna, hingga aksesori kepala yang luar biasa dari mendiang Lee.
"Zaman dulu saja tekniknya sudah bisa kaya begini. Zaman dulu lho. Gila-gilaan!" jelasnya dengan semangat tanpa menghiraukan batuk yang mengganggunya. "Aku cinta banget! Aku mau jadi seperti itu."
Hasrat itulah yang menjadi turbo bagi Rinaldy untuk terus belajar hingga saat ini. Bisa dibilang ditengah tren fashion yang komersil, nyaman, dan aman, Rinaldy Yunardi masih tergila-gila untuk merayakan fashion dengan karya yang extravagant. Ambisinya mengukir fashion tanah air ke level berikutnya. "Sebastian Gunawan dan Didi Budiardjo juga memengaruhi karya-karya saya yang bernuansa avant-garde."
Tapi semua tidak terjadi begitu saja. From nothing to something. Rinaldy yang hanya lulusan SMA dan tidak pernah belajar tentang fashion aksesori secara formal adalah seorang marketing officer di salah satu satu perusahaan otomotif. Ia bersyukur pernah bekerja itu. "Ternyata ilmunya bisa saya pakai ke bisnis saya sekarang. Saya juga belajar ilmu sabar menangani klien dari pengalaman itu."
Pergaulan juga membawanya bekerja dengan desainer bridal Alm. Kim Thong untuk berjualan tiara impor. Namun itu pun membawanya berada ditengah persimpangan hidup. Ia tinggalkan pekerjaannya sebagai sales tiara dan kembali bekerja dibelakang meja, membantu usaha sang kakak. Hingga siang yang ajaib itu datang, ia terjaga - walau semalam habis disko - ditengah rutinitasnya berada di pabrik, ia mengambil bahan akriklik yang ia otak-atik dengan wire cut, dan menghasilkan sebuah bentuk Victorian yang ia ketahui saat dulu ia jualan tiara impor.
"Kejadian itu saya nggak ingat lagi, kapan, tanggal berapa,"
Dari situ, Rinaldy mulai bereksperimen. Ia mulai dengan sketsa, ia memotong, ia bengkokkan, lalu diamplas, ditempel payet dan kristal, hingga jadilah sebuah tiara. Aksinya pun berkelanjutan. Ia mulai memperkenalkannya koleksi tiaranya disela-sela waktu luang. Dengan permintaan yang meningkat, pada tahun 1996, Rinaldy Yunardi akhirnya resmi membuka rumah modenya.
Koleksi pertamanya adalah sebuah tiara. Tidak se-fancy karyanya sekarang. Bentuknya masih kasar buatan tangan. Tapi nilai emosinya tidak ternilai dengan glamoritas yang ia sudah dapatkan sekarang. Darah seni memang sudah mengalir dalam nadinya. Sang mama memiliki bakat merangkai bunga dari kertas dan sang papa yang berpengalaman membuat tas sekolah. Gabungan dari keduanya, melahirkan karya Rinaldy yang nyentrik.
"Tapi saya kalah dengan Alm. Mama. Beliau memiliki tangan yang lemah lembut. Saya pernah mencoba tapi hasilnya kaku," Kenangnya. "Saya masih banyak belajar bermain dengan material lunak. Karena kekuatan saya lebih ke material kuat seperti besi."
Proses dan banyak kegagalan (plus perasaan stress) akhirnya menjadi hal yang membentuk gaya desainnya yang otentik. Gaya edgy, playful, romantis semua dibalut karakter dark-nya yang kental. Penampilannya yang gothic merupakan cerminan dari tiap mahakaryanya. Desainer kelahiran 13 Desember 1970 ini, kini sudah menjadi seniman tanah air yang membanggakan. Ia pun bergabung dalam Asian Couture Federation dan menjadi satu-satunya desainer aksesori couture yang ada didalamnya.
Pribadinya yang ramah dan mudah untuk bekerja sama, membawa Rinaldy Yunardi sebagai desainer aksesori andalan bagi rekan desainer lokal lainnya yang ingin mengadakan sebuah show (FYI, Rinaldy baru mengadakan dua kali show tunggal, tahun 2000, Heaven On Earth dan 2002, Sedimentation) - seperti Sebastian Gunawan, Didi Budiardjo, Tex Saverio, Ivan Gunawan, hingga rumah mode Iwan Tirta. Walau terkadang ada sebuah ironi. Dimana karya sang teman desainer tenggelam dalam aksesori Rinaldy yang luar biasa. "Maka itu saya selalu berusaha untuk tidak egois," jelasnya. "Kalau berkolaborasi dengan desainer lainnya, saya lebih membuat pieces yang statement untuk mereka. Yang menyatu dengan karya orisinil si desainer."
Memang "bala bantuan" Rinaldy berhasil membuat total look dari sebuah peragaan jadi lebih menarik. Bahkan begitu mudah untuk dikenali (sorry untuk para copycats diluar sana yang suka nyontek karya Rinaldy). Ini adalah sesuatu yang sudah digenggam seorang Rinaldy Yunardi selama 21 tahun berkarya.
Fashion is about making a reaction. Jelas ini menjadi mantra bagi Rinaldy dalam menciptakan karya-karya yang nyentrik. Sekarang, dunia sudah mulai mendengar namanya. Dari market Asia hingga sambutan hangat market Amerika.
"Saya nggak nyangka, dari banyaknya desainer keren di luar sana, nama saya yang dipilih," katanya saat mengetahui komentar-komentar postif soal anting yang dipakai Cassie.
Kita hanya tinggal menunggu waktu saja sampai nama Rinaldy Yunardi kembali mengharumkan nama Indonesia, dengan muncul eksklusif di situs dan majalah fashion nomor satu, Vogue! Jika iya, lalu apa pendapatnya?
"Bangga pastilah! Itu akan jadi suatu pengakuan yang luar biasa. Sejauh ini masuk di situsnya saja sudah happy."
Well... bagaimana kalau membayangkan Rinaldy suatu saat akan tampil memamerkan karyanya di Met Gala? Dipakai Rihanna? Sarah Jessica Parker? Dan kira-kira berapa lama lagi ya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut cepat atau lambat akan terjawab.