Aktor Tanta Ginting belum lama ini mengungkap sebuah rahasia gelap di dunia perfilman Indonesia. Dalam sebuah casting, data pengikut media sang aktor dan aktris menjadi salah satu hal yang ditanyakan. Sebagai sosok yang sudah berkarier cukup lama, persoalan ini membuatnya terheran-heran.
Di dunia hiburan Indonesia, karier Tanta Ginting kini memang cemerlang. Namun, hal itu tak didapatkannya dalam sekejap mata. Simak, yuk, profil dan perjalanan kariernya!
Lahir di Indonesia, besar di Amerika
Lelaki bernama lengkap Tanta Jorekenta Ginting ini lahir di Jakarta, 16 Oktober 1981. Meskipun begitu, di dalam tubuhnya mengalir darah Batak Karo dari orang tuanya, Simson Ginting dan Murni Tarigan. Ia memiliki dua saudara, yaitu Syailendra Musi Putra Ginting dan Eva Ginting Pruitt.
Pada 1994, ia yang baru duduk di bangku kelas 1 SMP mengikuti orang tuanya untuk pindah ke Amerika Serikat karena mendapatkan Green Card Lottery. Berkat kecerdasannya, ia bisa loncat kelas dan lanjut bersekolah di Orange High School California. Hanya saja, ia harus mengikuti kelas bahasa Inggris karena tidak menguasainya.
"Saya tidak bisa berbahasa Inggris sama sekali. Tapi lulus ujian dan langsung ke kelas 9. Setiap sore saya mengikuti kelas English as a second language untuk melatih kemampuan bahasa," akunya, mengutip dari berbagai sumber.
Sempat jadi insinyur bergaji fantastis
Konsentrasi ilmu yang diambil Tanta semasa kuliah bukanlah seni, melainkan teknik elektro. Ia mengenyam pendidikan di DeVry University yang berlokasi di Long Beach, California.
Tanta pun memiliki karier cemerlang sebagai insinyur. Pada 2004, ia bekerja di perusahaan teknologi luar angkasa Northrop Grumman Space Technology. Dua tahun kemudian, ia pindah bekerja di FANUC America, sebuah perusahaan robotik.
Mengejutkannya, Tanta mengungkap bahwa dirinya memiliki gaji fantastis saat bekerja di perusahaan tersebut. Ia pun mendapatkan sederet fasilitas penunjang.
“Bekerja di perusahaan ternama di AS sejak 2004. Gajinya sangat besar untuk pemula. Dapat fasilitas mobil, rumah sudah ada, gaji pada tahun itu 50 juta rupiah per bulan. Itu angka bersih di luar asuransi, pajak, dan seterusnya,” ujarnya.
Awal karier seni yang terjal
Namun, hal itu tak lantas membuatnya bahagia. Kecintaannya terhadap dunia seni tak pernah padam. Selama bekerja pun, dirinya menyempatkan untuk manggung bersama band-nya, Fourwall, saat malam tiba.
Pada 2008, ia kemudian nekat berhenti bekerja untuk pulang ke Tanah Air. Orang tuanya terang saja menentang hal gila ini. Namun, tekadnya sudah bulat. Pahitnya, Fourwall juga harus bubar karena tak sesuai dengan pasar pendengar Indonesia. Ia pun hidup dengan sisa-sisa uang tabungannya.
Karier aktingnya baru bermula pada 2009, saat Daniel Mananta mengajaknya untuk ikut audisi Gita Cinta the Musical. Di bawah arahan Ari Tulang, ia diterima dan mendapatkan banyak ilmu seni peran. Keberhasilannya dalam mengeksekusi peran kemudian membuatnya kembali terpilih untuk membintangi Musikal Laskar Pelangi pada 2010–2011.
Mulai dapat perhatian publik dan sederet penghargaan
Sejak saat itu, sayapnya di dunia peran kian melebar. Tanta mulai tampil di layar televisi bahkan layar lebar. Berbagai peran pun ia coba.
Kesuksesan perlahan ia raih usai peran dalam film debutnya, Soekarno: Indonesia Merdeka, sebagai Sutan Sjahrir. Ia kemudian menyabet dua penghargaan, yaitu Pemeran Pembantu Pria Terpuji Film Bioskop dari Festival Film Bandung 2014 dan Aktor Pendatang Baru Terpilih dari Piala Maya 2014.
Ia kembali mendapatkan kesuksesan serupa usai membintangi film 3: Alif Lam Mim sebagai Tamtama. Lewat ajang Indonesian Movie Actors Awards 2016, Tanta menyabet piala Pemeran Pendukung Pria Terfavorit. Sementara itu, ia memperoleh piala Pemeran Pembantu Pria Terpuji Film Bioskop dari Festival Film Bandung 2016.
Seiring berjalannya waktu, Tanta Ginting menjadi nama yang diperhitungkan dalam perfilman Indonesia. Ia pun terlibat di beberapa film Indonesia yang banyak diperbincangkan, seperti Gundala, Penyalin Cahaya, Gara-Gara Warisan, dan Ivanna. Ia pun kembali bermusik bersama band Arah yang berada di bawah naungan Visinema Music.
Singkap sisi gelap dunia sinema Indonesia
Dengan perjuangan tersebut, wajar saja jika pertanyaan jumlah pengikut media sosial saat casting film membuatnya mengerutkan dahi. Cuitannya tersebut lantas menjadi sebuah forum diskusi di kalangan netizen. Sutradara Fajar Nugros pun buka suara soal hal ini.
Mirisnya, hal serupa juga terjadi di dunia penerbitan Indonesia. Penulis yang tak memiliki cukup banyak pengikut pun mengalami kesulitan saat hendak menerbitkan bukunya.
Bagaimana tanggapanmu mengenai hal ini, Bela?