Penting untuk memahami perbedaan antara Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dalam konteks sistem upah minimum di Indonesia. UMP adalah standar minimum upah yang berlaku di tingkat provinsi, yang penetapannya diatur oleh gubernur setempat. Sedangkan UMK adalah standar minimum upah untuk setiap kabupaten/kota, yang pengajuannya dilakukan oleh bupati/walikota dan ditetapkan oleh gubernur. Gubernur memiliki kewenangan untuk menetapkan UMK jika hasil penghitungan upah minimum kabupaten/kota lebih tinggi dari UMP.
Pada masa lalu, istilah Upah Minimum Regional (UMR) sering digunakan untuk merujuk pada upah minimum yang berlaku di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Namun, seiring dengan perkembangan dan penyempurnaan regulasi, istilah UMR kini telah digantikan oleh UMP untuk tingkat provinsi dan UMK untuk tingkat kabupaten/kota. Perubahan istilah ini mempermudah pemahaman dan penerapan sistem upah minimum di berbagai daerah.
Nah, biar lebih paham akan perbedaannya, kamu bisa lihat dulu ya pengertian dari keduanya di bawah ini.
Pengertian UMP (Upah Minimum Provinsi)
Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah standar minimum upah yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi di Indonesia. UMP bertujuan untuk memberikan jaminan upah yang layak bagi pekerja di wilayah provinsi tersebut, serta untuk menjaga kesejahteraan dan daya beli pekerja. Penetapan UMP dilakukan secara periodik oleh gubernur provinsi, biasanya setiap tahun, dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak.
UMP biasanya ditetapkan dalam bentuk nominal, yaitu angka uang yang harus diterima oleh pekerja setiap bulannya sebagai upah minimum. Besarnya UMP bervariasi antar provinsi, tergantung pada kondisi ekonomi, tingkat inflasi, dan faktor-faktor lainnya yang memengaruhi biaya hidup di masing-masing wilayah.
Penetapan UMP melibatkan proses konsultasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk serikat pekerja, pengusaha, dan lembaga terkait lainnya. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa UMP yang ditetapkan memperhitungkan kebutuhan dan kepentingan semua pihak yang terlibat dalam dunia kerja.
UMP juga memiliki peran penting dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja setidaknya sebesar UMP yang berlaku di wilayah tempat pekerja tersebut bekerja. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak pekerja dan mencegah praktik-praktik eksploitasi tenaga kerja.
Selain itu, UMP juga menjadi dasar bagi penetapan upah minimum sektor atau upah minimum regional di tingkat kabupaten/kota. Jika UMP telah ditetapkan di suatu provinsi, maka pemerintah kabupaten/kota dalam provinsi tersebut dapat menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang lebih tinggi, namun tidak boleh lebih rendah dari UMP.
Pengertian UMK (Upah Minimum Kota)
Upah Minimum Kota (UMK) adalah standar minimum upah yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten atau kota di Indonesia. UMK bertujuan untuk memberikan jaminan upah yang layak bagi pekerja di tingkat lokal, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, biaya hidup, dan faktor-faktor lain yang berpengaruh di wilayah tersebut. Penetapan UMK dilakukan oleh bupati atau walikota setempat, biasanya setiap tahun, dan berlaku untuk semua pekerja di kabupaten atau kota tersebut.
UMK merupakan turunan dari Upah Minimum Provinsi (UMP), yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi. Jika suatu provinsi telah menetapkan UMP, maka pemerintah kabupaten atau kota di dalam provinsi tersebut dapat menetapkan UMK yang berlaku di wilayahnya. UMK biasanya lebih tinggi daripada UMP, karena mencerminkan biaya hidup yang lebih tinggi di tingkat lokal.
Proses penetapan UMK melibatkan berbagai pihak, termasuk perwakilan dari serikat pekerja, pengusaha, dan lembaga terkait lainnya. Pertimbangan utama dalam penetapan UMK adalah kebutuhan hidup layak bagi pekerja di wilayah tersebut, serta keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dan investasi di tingkat lokal.
UMK memiliki peran penting dalam menjaga keadilan sosial dan ekonomi di tingkat lokal. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja setidaknya sebesar UMK yang berlaku di wilayah tempat pekerja tersebut bekerja. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak pekerja dan mencegah praktik-praktik eksploitasi tenaga kerja.
Selain itu, UMK juga menjadi dasar bagi penetapan upah minimum sektor atau upah minimum regional di tingkat lokal. Pengusaha dan pekerja dapat menggunakan UMK sebagai pedoman dalam menetapkan upah yang adil dan layak sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan hidup di wilayah tersebut.
Mana yang Jadi Acuan, UMP atau UMK?
Pertanyaan umum yang muncul adalah, jika sebuah daerah memiliki UMP dan UMK yang telah ditetapkan, manakah yang menjadi acuan dalam penentuan besarnya upah karyawan di daerah tersebut: UMP atau UMK? Jawabannya bergantung pada beberapa faktor, terutama pada peraturan yang diatur oleh pemerintah daerah setempat. Penetapan UMK dilakukan berdasarkan syarat tertentu, seperti pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi provinsi selama beberapa tahun terakhir.
Hal ini menunjukkan pentingnya keterlibatan pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan terkait upah minimum, yang harus mempertimbangkan kondisi ekonomi lokal serta kebutuhan pekerja di daerah tersebut. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang perbedaan antara UMP, UMK, dan perubahan istilah UMR, diharapkan para pemangku kepentingan dapat mengambil keputusan yang lebih tepat dalam menjaga kesejahteraan pekerja dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Sudah jelas ya sekarang mengenai perbedaan dari dua istilah yaitu UMP dan UMK. Terkait mana yang dijadikan acuan untuk penentuan besarnya upah karyawan adalah bergantung pada beberapa faktor terutama peraturan yang diatur oleh pemerintah daerah setempat.