Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, kegiatan jual-beli juga semakin maju. Berkat bantuan teknologi, penjual dan pembeli kini tidak lagi harus bertemu langsung untuk dapat melakukan transaksi.
Bahkan, dengan bantuan teknologi, seorang pedagang bisa dengan mudah menjalankan bisnis tanpa perlu pusing memikirkan pasokan barang untuk dijual.
Asalkan memiliki koneksi dan perangkat seluler, orang-orang kini bisa menjadi dropshipper atau reseller, yang keduanya bertindak sebagai pedagang yang hanya menjual kembali produk dari penjual lain.
Meski terkesan sama, secara pengertian kedua istilah itu berbeda. Dropship adalah kegiatan seseorang untuk menjual barang kembali, dengan mempromosikan sebuah barang tanpa harus memikirkan stok barang. Sementara reseller adalah orang yang menjual barang kembali dan mempromosikan barang dengan menyimpan stok barang.
Lalu, apa lagi perbedaan dropshipper dan reseller? Berikut beberapa di antaranya.
1. Stok barang
Dari sisi stok barang, keduanya sama-sama tidak membutuhkan modal besar untuk menyediakan barang. Ini karena seorang dropshipper tidak perlu memasok barang. Sedangkan sebagai reseller, seseorang harus memasok barang tersebut terlebih dahulu dari produsen atau distributor tapi biasanya boleh dalam jumlah kecil.
Namun, seorang reseller disarankan untuk membeli barang dalam jumlah banyak agar harga barang yang diperoleh kompetitif, sehingga selisih pembelian dan penjualan (keuntungan) yang didapat bisa lebih besar.
2. Tugas masing-masing
Dari sisi tugasnya, reseller harus mengurus pengemasan barang dan juga melakukan pengiriman barang ke alamat pembeli. Sementara dropship tugasnya hanya mencari konsumen atau calon pembeli.
Apabila ada konsumen yang menginginkan barang tersebut, maka dropshipper akan menjadi perantaranya untuk meneruskan orderan tersebut kepada produsen. Ini berarti, proses penjualan mulai dari packing sampai pengiriman akan diurus oleh produsen. Intinya, tugas seorang dropshipper hanya memasarkan produk atau barang saja.
3. Modal yang dikeluarkan
Dalam hal modal yang akan dikeluarkan, keduanya cukup berbeda. Reseller harus mempunyai modal yang cukup besar dibandingkan dropshipper, karena dia harus menyetok barang yang lumayan banyak. Maka dari itu, biaya yang diperlukan untuk menjadi reseller akan lebih besar.
Bagi kamu yang ingin berjualan tanpa memerlukan modal besar, bisa mencoba menjadi dropshipper terlebih dahulu.
4. Keuntungan atau profit
Dari segi keuntungan atau profit, reseller dapat meraup keuntungan lebih besar dibandingkan dengan dropshipper.
Ini karena biasanya reseller bisa mendapatkan harga yang lebih murah dari penyetok barang atau produsen, dan juga bisa menjual dengan selisih harga yang cukup tinggi.
5. Strategi pemasaran
Perbedaan reseller dan dropshiper lainnya adalah segi strategi pemasaran. Pemasaran reseller bisa dilakukan dengan direct selling atau penjualan langsung kepada konsumen, karena sebelumnya mereka sudah menyetok barang. Ini misalnya dengan membuka toko atau menawarkan langsung ke tetangga.
Sedangkan dropshipper biasanya melakukan penjualan melalui media sosial, e-commerce, grup WhatsApp, WhatsApp Business, dan lainnya. Jika dropshipper mendapatkan pesanan dari pembeli, maka dia akan menghubungi supplier untuk meneruskan pembelian barang tersebut.
6. Risiko
Dari segi risiko, dropship dan reseller tentu tidak akan sama. Jika dilihat dari risiko kerugian, sudah jelas terlihat bahwa yang dapat mengalami risiko rugi lebih besar adalah seorang reseller. Ini karena reseller menyimpan stok barang. Artinya, jika barang tersebut tidak laku tentu hal itu bisa membuat reseller mengalami kerugian yang besar.
Sementara dropshipper, kerugian yang dialami tidak akan besar jika barang tidak laku, karena dia tidak menyetok barang terlebih dahulu.
Jadi, setelah melihat kelebihan serta kekurangan reseller dan dropshipper di atas, mana jenis bisnis yang ingin kamu pilih, Bela?
Disclaimer: artikel ini sudah pernah tayang di laman IDNTimes.com dengan judul "Wajib Tahu! Ini Bedanya Dropshipper dan Reseller" ditulis oleh Rehia Sebayang