Soto Laris di Semarang Ini Simpan Kisah Pilu dan Jerih Payah Seorang Bapak

Tapi jadi sukses banget

Soto Laris di Semarang Ini Simpan Kisah Pilu dan Jerih Payah Seorang Bapak

Bekerja sebagai petani dan pengemis jadi jalan yang dipilih Haji Soleh. Sebagai petani yang harus menanti masa panen, ia tak ada pilihan lain untuk menjadi pengemis karena tak ada pemasukan untuk menopang kebutuhan rumah tangga. Namun, meski bekerja secara serabutan dari jadi petani, pengemis, buruh hingga jualan soto pikulan, membuat Haji Soleh menemukan jalannya untuk mengais rezeki. Ya, nggak disangka pula soto bangkong miliknya kini justru sudah mempunyai banyak cabang di Semarang, Bela.

Popbela pun berkesempatan untuk mencicipi dan bertemu langsung oleh penerus Haji Soleh, yakni Benny, anak kelima dari Haji Soleh. Bukan hanya ngobrol soal sajian yang sudah menjadi khas Kota Semarang, Bela.

Pak Benny juga menceritakan tentang sejarah berdirinya warung soto ini. Penasaran seperti apa? Baca terus ya, Bela!

1. Berawal dari pikulan

whatsapp-image-2018-04-24-at-133635-2-a9970639e1a249bed277407ac6e71707.jpegPopbela.com/Niken Ari

Kepada Popbela.com, Pak Benny bercerita kalau dulu bapaknya bekerja serabutan, seperti jadi petani, buruh hingga mengemis demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk berjualan soto dengan menggunakan pikulan masuk kampung keluar kampung. Dari uang yang ia kumpulkan saat bekerja itulah, akhirnya Haji Soleh bisa mendapatkan modal usaha untuk berjualan soto, hingga mempunyai cabang. Sampai-sampai, pikulan yang digunakan Haji Soleh untuk berjualan pertama kali di tahun 1950 masih bisa kita lihat di Warung Soto Bangkong, di Jalan Brigdjen Katamso No. 1 Semarang. “Kalau ke sini dan melihat ada pikulan, ya dengan itulah Bapak saya dulu berjualan.” kata Pak Benny.

2. Asal nama Soto Bangkong

whatsapp-image-2018-04-24-at-133635-f76fc21c47cb439ed216c3a728118685.jpegPopbela.com/Niken Ari

Karena semakin banyak orang yang membeli, maka Haji Soleh memutuskan untuk berjualan di pinggir jalan perempatan Bangkong menggunakan tenda. Banyak pembelinya yang bertanya, apa nama soto ini. Namun, Haji Soleh kebingungan menjawabnya dan mengaku bahwa dagangannya tersebut belum memiliki nama.

Akhirnya, atas saran dari seorang pelanggan, Haji Soleh memutuskan untuk menggunakan nama Bangkong. Alasannya karena memang pertama kali ia membuka warungnya tersebut di perempatan Jalan Bangkong, Semarang.

3. Mempertahankan dan konsisten dengan resep

whatsapp-image-2018-04-24-at-133635-4-1299bb5d6ae45b2a4e87c136b5d55a91.jpegPopbela.com/Niken Ari

Lebih dari 60 tahun berlalu dan soto bangkong masih sama ramainya dengan pembeli seperti saat ia buka pertama kali dulu. Pak Benny mengungkapkan alasan tetap ramainya pembeli di warung sotonya adalah karena ia mempertahankan dan konsisten dengan resep yang dibuat oleh ibu dan ayahnya.

“Saya nggak pernah mengubah resep sedikit pun. Apapun yang disajikan di sini sama persis dengan yang dibuat bapak dan ibu dulu.” kata Pak Benny.

Salah satu contoh konsistensi yang dipertahankan adalah penggunaan bawang putih goreng sebagai pelengkap soto. Kalau biasanya kita menaburkan bawang merah goreng di setiap hidangan, soto bangkong justru menggunakan bawang putih. “Ibu saya yang membuatnya pertama kali dan akan saya pertahankan. Karena ini ciri khas soto di sini.” ujar Pak Benny.

4. Kecap yang diproduksi sendiri

whatsapp-image-2018-04-24-at-133635-3-6f6ec1affcd794928cc000317546cb68.jpegPopbela.com/Niken Ari

Selain bawang putih goreng, ciri khas rasa dari soto bangkong ini adalah kecapnya, Bela. Kecap yang digunakan di setiap rumah makan soto bangkong diproduksi sendiri. Alasan Pak Benny menggunakan kecap ini adalah supaya rasa dari soto bangkong tidak mudah ditiru oleh kompetitor.

“Selain menjadi ciri khas, kenapa di sini menggunakan kecap sendiri? Karena supaya nggak mudah ditiru oleh yang lain. Kecap ini hanya dipergunakan di warung makan ini dan tidak dijual bebas.” jelas Pak Benny.

5. Dikelola oleh keluarga

whatsapp-image-2018-04-21-at-225703-4c53a0e7527787fd150ab57b7be43898.jpegPopbela.com/Nutrisi Bangsa

Meski kamu pernah melihat banyak cabang dari soto bangkong, namun ternyata sistem pengelolaan warung makan ini tidak seperti waralaba pada umumnya lho! Warung makan soto bangkong hanya boleh dimiliki dan dikelola oleh keluarga langsung dari Haji Soleh, sang pendiri. Selain itu, jumlah dan cabangnya pun dibatasi sesuai dengan jumlah anak yang dimiliki.

“Nggak sembarang orang boleh memiliki warung soto bangkong. Hanya keluarga yang boleh. Itu pun terbatas. Misalnya, Bapak saya anaknya ada lima, maka Bapak hanya akan membuka enam warung soto. Kemudian, saya sebagai salah satu pemiliknya dan anak saya ada tiga. Maka, saya hanya boleh membuka empat cabang saja.” kata Pak Benny.

Bagaimana, Bela? Sudah pernah mencoba soto bangkong ini belum? Kalau sudah tulis komentar kamu di kolom komentar ya!

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved