Keasliannya Dipertanyakan, ini Isi dan Sejarah Supersemar

Naskah asli Supersemar masih hilang secara misterius

Keasliannya Dipertanyakan, ini Isi dan Sejarah Supersemar

Sampai saat ini, Surat Perintah 11 Maret atau yang disingkat Supersemar, masih menjadi kontroversi dan perdebatan. Sebab, konon hanya Soekarno dan Soeharto saja yang memiliki naskah asli Supersemar. Padahal, ada tiga institusi yang mengklaim mereka memiliki salinan naskah asli surat tersebut.

Supersemar menandai berakhirnya Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno dan dimulainya Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Lantas, bagaimana sejarah dan apa isi dari Supersemar ini? Berikut penjelasan singkatnya.

Pengertian Supersemar

Keasliannya Dipertanyakan, ini Isi dan Sejarah Supersemar

Berdasarkan sejarah, Supersemar merupakan surat penyerahan kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto dan ditandatangani pada tanggal 11 Maret 1966. Penandatanganan surat ini dilatar belakangi oleh peristiwa G30S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965.

Saat itu, tentara nasional Indonesia (TNI) menuding bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah dalang di balik penculikan para jenderal, yang kemudian ditemukan di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Apa isi dari Supersemar?

Lalu, apa sebenarnya isi dari Supersemar ini? Ada tiga versi dari Supersemar dan semua institusi yang memilikinya mengklaim bahwa miliknya adalah yang autentik. Secara garis besar, berikut isi dari Supersemar.

  1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
  2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
  3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Ada tiga versi dari Supersemar, tapi tak ada satu pun yang asli

Supersemar kemudian menjadi sebuah kontroversi karena keasliannya. Surat ini dipermasalahkan karena memiliki lebih dari satu versi, sehingga diragukan keaslian isinya. Apakah sekadar untuk mengamankan negara atau mencakup hingga pengalihan kekuasaan. Hal ini tidak ada yang tahu pasti.

Namun, sampai saat ini, Supersemar memiliki tiga versi yang disimpan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia. Versi tersebut yakni, dari Akademi Kebangsaan, Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, dan dua versi dari Sekretariat Negara (Setneg).

Menandai berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno

Sama halnya seperti versi ceritanya, Supersemar saat ini memiliki tiga versi berbeda dan sulit untuk dipastikan mana Supersemar yang asli.

Surat ini dibuat bermula saat M. Jusuf, Brigjen Amirmachmud, dan Mayjen Basuki Rachmat mendatangi Presiden Soekarno di Istana Bogor, dengan tujuan agar Soekarno mau memberikan surat kewenangan bagi dirinya agar dapat mengamankan keadaan pasca peristiwa G30S/PKI. 

Dialog antara ketiga jenderal yang diutus oleh Soeharto bersama dengan Soekarno itu berakhir dengan persetujuan konsep pemberian kewenangan kepada Soeharto. Surat itu kemudian langsung diketik malam itu juga dan ditanda tangani oleh Soekarno.

Banyak versi cerita mengenai bagaimana cara mendapatkan surat yang sangat 'berjasa' bagi Soeharto untuk naik ke kursi kekuasaan ini. Menurut sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam, Supersemar diberikan bukan atas keinginan Soekarno, namun di bawah tekanan.

Melansir dari Tempo, menurut Asvi, sebelum 11 Maret 1966, Mayjen Alamsjah Ratu Prawiranegara mengutus dua pengusaha Hasjim Ning dan Dasaad, untuk membujuk Soekarno agar menyerahkan kekuasaannya kepada Soeharto. Soekarno menolak bujukan tersebut, bahkan sempat melempar asbak karena marah.

“Dari situ terlihat ada usaha untuk membujuk dan menekan Soekarno telah dilakukan, kemudian diikuti dengan pengiriman tiga jenderal ke Istana Bogor,” kata Asvi.

Isi Supersemar saat itu berisi tentang wewenang kepada Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Pangkopkamtib (Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) untuk mengambil tindakan, jika diperlukan. Namun, Soeharto melihatnya dari sudut pandang yang berbeda, serta memanfaatkan surat itu untuk menggerus pengaruh dan kekuasaan Soekarno.

Sejak terbitnya surat itu, maka berakhir pula kekuasaan Presiden Soekarno dan digantikan dengan Presiden Soeharto.

Itulah tadi sejarah singkat mengenai Supersemar yang masih dipertanyakan keasliannya hingga saat ini. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan sejarahmu, ya, Bela!

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved