Dalam memerintah, sepertinya sudah cukup buruk jika seorang raja menjerumuskan negaranya ke dalam masalah, tetapi bagaimana jika mereka juga berubah menjadi pembunuh.
Kombinasi kekuatan dan kekayaan, membuat seorang raja bisa menjadi monster sosiopat, dan kekuatan eksekutif tertinggi itu membuatnya sulit untuk dihentikan.
Sepanjang sebagian besar sejarah, menjadi sosiopat pembunuh sebenarnya dianggap sebagai keterampilan yang baik untuk menjadi raja. Lho, kok, bisa? Berikut adalah beberapa raja paling berbahaya sepanjang sejarah.
1. Caligula, dari pahlawan yang berubah menjadi sosok ancaman, dan dibunuh kurang dari empat tahun masa pemerintahannya
Gaius Julius Caesar Germanicus, menerima nama Caligula, yang berarti "sepatu bot kecil", dari pasukan ayahnya. Kaisar ketiga Roma ini memulai pemerintahannya dengan banyak potensi.
The Great Courses Daily melaporkan bahwa pada saat aksesinya, Caligula disambut dengan sangat antusias. Pada usia 25 tahun, dia sangat berhati-hati untuk melakukan dan mengatakan sesuatu agar Senat Romawi dan rakyat mendukungnya.
Namun, PBS melaporkan bahwa, setelah sakit pada tahun pertamanya sebagai kaisar, 37 M, kaisar muda itu mulai menggila. Dia menyebut dirinya sebagai dewa dan mulai mengeksekusi siapa pun yang dia anggap sebagai ancaman atau pengkhianat.
Caligula bahkan menghancurkan ekonomi Romawi kuno dengan pengeluaran yang boros dan kebijakan kredit tanpa bunga yang membawa malapetaka. Ia juga salah mengelola kampanye militer dan mengasingkan legiun, lalu ia menyita properti warga negara terkemuka untuk membayar kesalahannya.
Pada tahun 41 M, semua orang menganggap kaisar sebagai ancaman terbesar Roma, dan Caligula dibunuh oleh sekelompok pengawalnya sendiri.
2. Ivan the Terrible, sosok yang menebar teror di negerinya sendiri
Ivan IV adalah orang pertama yang memerintah Rusia sebagai tsar, ia dianggap "mengerikan" oleh rakyatnya sendiri. Ivan dimahkotai sebagai tsar di usia 16 tahun pada 1547, dan menjadi raja yang cukup baik di tahun-tahun awal pemerintahannya.
Dia memodernisasi dan mereformasi pemerintahan dan tentara, serta membuka jaringan perdagangan dan diplomatik baru. Namun, History mengatakan bahwa ada dua peristiwa yang mengubah Ivan. Dia dikhianati oleh teman baiknya sendiri, Pangeran Kurbsky dalam perangnya melawan orang Lituania, dan istrinya Anastasia meninggal.
Ivan akhirnya menderita semacam gangguan mental dan mencoba untuk turun takhta. Para aristokrat mempertahankannya dengan menjanjikan sejumlah petak besar wilayah yang disebut Oprichnina, di mana dia bisa melakukan apa saja yang dia inginkan. Sayangnya, apa yang dia lakukan sangat mengerikan.
Dia menciptakan tentara pribadi yang kejam dan menghabiskan sisa hidupnya dengan membunuh orang, menggeledah gereja, dan meneror orang Rusia. Dia menyerang salah satu kotanya sendiri, Novgorod, membantai warganya dan mengobrak-abrik segalanya, menewaskan sekitar 12.000 orang tak bersalah.
Dia juga meluncurkan beberapa kampanye militer yang keliru hingga melumpuhkan perbendaharaan dan reputasi Rusia. Ketika Ivan meninggal karena stroke pada tahun 1584, penduduk Rusia merasakan kelegaan yang luar biasa.
3. Jean-Bedel Bokassa, orang yang memproklamirkan kekaisarannya sendiri
Jean-Bedel Bokassa bertugas di militer Prancis selama Perang Dunia II, dan ketika sepupunya David Dacko menjadi presiden Republik Afrika Tengah saat memperoleh kemerdekaannya dari Prancis pada tahun 1960, Bokassa ditempatkan sebagai penanggung jawab militer negara baru tersebut.
Lima tahun kemudian, Bokassa merebut kekuasaan melalui kudeta. Pada tahun 1972, Bokassa mendeklarasikan dirinya sebagai presiden. Pada tahun 1976, ia mendeklarasikan dirinya sebagai kaisar dari Kekaisaran Afrika Tengah yang dinamai ulang.
Seperti yang dilaporkan oleh The Guardian, dia menghancurkan ekonomi negaranya karena biaya penobatannya setara dengan total produk domestik bruto CAE, dan dia melakukan kekerasan brutal hanya karena perbedaan pendapat.
Anak-anak dari para orang tua yang memprotes kebijakan terkait seragam sekolah, yang kebetulan dibuat oleh istrinya, ditangkap dan dibantai. Dia juga menerapkan sistem hukum yang kejam, termasuk melukai dan mengeksekusi hanya untuk kejahatan ringan, membunuh puluhan orang secara pribadi, dan dikabarkan telah memasak dan memakan saingan politiknya. Dia akhirnya digulingkan dalam kudeta pada tahun 1979.
4. Raja Leopold II dari Belgia mengendalikan wilayah lain dan menyengsarakan penduduk tersebut
Leopold II memerintah Belgia selama periode kolonisasi intens yang dikenal sebagai Perebutan Afrika. Pada tahun 1885, Leopold mengambil alih wilayah yang sangat luas yang saat ini terdiri dari Republik Demokratik Kongo, dan meyakinkan para pemimpin Eropa lainnya bahwa ia ingin meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang tinggal di sana. Terkesan dengan visi kemanusiaan ini, rencana Leopold disetujui. Dia menamai koloni itu Negara Bebas Kongo.
National Geographic melaporkan bahwa Leopold merampok negara itu secara brutal, membuat penduduk Kongo sengsara karena menambang sumber daya untuknya. Diperkirakan separuh orang yang tinggal di sana meninggal di bawah pemerintahannya, banyak dari mereka yang kekurangan gizi dan menderita penyakit. Dia juga mengamputasi tangan dan kaki sebagai hukuman.
Pada tahun 1908, para pemimpin dunia tidak dapat mengabaikan kekejaman yang terjadi di Kongo, dan tekanan internasional memaksa Leopold untuk mengalihkan administrasi wilayah itu dari kendali pribadinya kepada pemerintah Belgia. Dia meninggal setahun kemudian, lolos dari hukuman apa pun atas tindakannya.
5. Jenghis Khan, pembunuh terbesar dalam sejarah
Pada abad ke-12 sampai ke-13, Jenghis Khan dan putra-putranya menaklukkan sebagian besar dunia, dan berhasil memerintah sebuah kerajaan seukuran Afrika. Mereka dapat mencapai ini semua karena teknik memanah yang dipasang secara inovatif, yang memungkinkan pasukannya bergerak lebih cepat dalam pertempuran daripada pasukan musuh. Alhasil, Jenghis Khan nyaris tak terbendung.
Melansir laporan ZME Science, diperkirakan Jenghis Khan dan pasukannya membunuh sebanyak 40 juta orang untuk mendirikan kerajaan Mongol — sekitar 10 persen dari total populasi dunia pada saat itu.
Kebijakan "menyerah atau mati" yang kejam dari Jenghis Khan membantunya menciptakan kerajaan yang mengesankan, tetapi membuatnya menjadi raja yang sangat berbahaya.
6. Tamerlane, mewariskan kejahatan Jenghis Khan
Pada abad ke-14, Tamerlane — juga dikenal sebagai Timur, bangkit menjadi salah satu penakluk yang paling ditakuti pada saat itu. Dia awalnya berkonsentrasi untuk mengalahkan saingannya di bekas kekaisaran Mongol, yang telah dibagi menjadi kahnate setelah kematian Jenghis Khan satu abad sebelumnya.
Tamerlane mengarahkan pasukannya ke Persia, India, dan Mesir dalam serangkaian kampanye sukses dan juga sangat brutal. Ketika dia merebut Bagdad pada tahun 1401, misalnya, 20.000 warga sipil terbunuh dan kota itu menjadi reruntuhan.
Seperti yang dilaporkan All About History, kebrutalan Tamerlane melegenda. Dia membantai siapa saja yang menentang kekuasaannya, dan membangun menara dari tengkorak musuhnya sebagai peringatan bagi yang lain.
Dia menginvasi Kekaisaran Ottoman, dan berjanji kepada warga di kota Sivas bahwa dia tidak akan menumpahkan darah jika mereka menyerah. Namun, saat mereka menurutinya, Tamerlane justru membakar warga hidup-hidup. Pada tahun 1405, dia jatuh sakit dan meninggal.
7. Vlad the Impaler, penguasa kejam yang mengilhami terciptanya Drakula
Vlad III adalah penguasa Wallachia (daerah yang terletak di Rumania modern) pada abad ke-15. Ayahnya telah digulingkan dengan kejam oleh bangsawan lokal (disebut Boyar).
Vlad balas dendam dengan mengundang semua Boyar dalam sebuah makan malam, lalu membunuh mereka semua dan menusuk mereka dengan paku, membuatnya mendapat julukan Vlad the Impaler.
NBC News memperkirakan bahwa pasukannya membunuh sekitar 80.000 orang saat berperang melawan Kekaisaran Ottoman, termasuk 20.000 yang telah ditusuk Vlad di luar Kota Targoviste sebagai peringatan kepada tentara Ottoman yang mendekat.
Vlad pun tampak bangga dengan pembantaiannya, menulis kepada sekutunya pada tahun 1462, "Saya telah membunuh petani, pria dan perempuan, tua dan muda. Kami membunuh 23.884 orang Turki, tanpa menghitung mereka yang kami bakar di rumah atau orang Turki yang kepalanya dipenggal oleh tentara kita."
8. Ferdinand I dari Napoli, membuat museum mumi
Ferdinand I dari Napoli naik takhta pada tahun 1458 meskipun ditentang oleh paus dan sebagian besar bangsawannya sendiri. Untuk membatasi kekuatan mereka dan meningkatkan kekuatannya sendiri, mereka akhirnya berperang.
We Are the Mighty menjelaskan bahwa Ferdinand memenangkan perang itu dan kemudian meluncurkan kampanye balas dendam terhadap musuh-musuhnya. Dia mengundang para bangsawan ke sebuah perjamuan, beberapa dari mereka di lemparkan ke danau berisi buaya, yang lain di penjara dan tak pernah terlihat lagi.
Di situlah reputasi mengerikan Ferdinand terbentuk. Dia juga tidak puas hanya dengan memenjarakan atau bahkan mengeksekusi musuh-musuhnya. Dia menyuruh mereka dibunuh, lalu dibalsem, dan mendandani mereka sebelum menempatkan mayat-mayat itu di museum mumi.
9. Æthelred, raja yang tidak siap menghadapi musuh
Beberapa raja berbahaya karena mereka menggunakan kekuatan besar tanpa kebijaksanaan. Ambil contoh, Raja Inggris dari tahun 978 hingga 1016 bernama Æthelred the Unready. Selama pemerintahannya, Raja Æthelred harus menghadapi serangan dari Denmark, alias Viking, dan dia bisa dibilang tidak berdaya.
Untuk sementara, ia membayar upeti tahunan kepada mereka, tetapi seperti dilansir History Today, pada 1002, Æthelred mengeluarkan perintah berupa genosida, yakni membunuh semua orang Denmark di Inggris. Tidak diketahui berapa banyak orang Denmark yang benar-benar dibunuh.
Æthelred meninggal pada tahun 1016, kerajaannya hampir sepenuhnya ditaklukkan oleh Denmark, dan hal ini mengarah pada invasi Norman 50 tahun kemudian.
10. Henry VIII, sosiopat yang mengeksekusi istrinya sendiri
Henry VIII dikenang sebagai raja yang kuat dan berkuasa. Dia mengesahkan undang-undang yang menindas rakyat miskin, tidak pintar mengatur keuangan negara, dan memicu inflasi. Dia juga memulai perang di Eropa, meskipun tidak punya pengalaman strategis.
Ia juga menghancurkan ekonomi negaranya dan menghancurkan hubungannya dengan Gereja Katolik dan negara-negara yang bersekutu dengannya, selain itu, Henry juga sibuk mengeksekusi orang.
History memperkirakan bahwa Henry VIII mengeksekusi 70.000 orang selama masa pemerintahannya. Dia juga membunuh beberapa orang yang dekat dengannya, termasuk mengeksekusi dua istrinya sendiri.
11. Rudolf II, pemerintahan yang penuh penderitaan
Rudolf II adalah Kaisar Romawi Suci dari tahun 1576 hingga 1612, serta raja Bohemia dan Hongaria dan Adipati Agung Austria. Rudolph II pernah mengalami depresi berat, di mana ia mengisolasi dirinya, dan mengabaikan urusan negara.
The Holy Roman Empire Association melaporkan bahwa hal ini menimbulkan banyak kekacauan, dan menjadi lebih buruk ketika Rudolph memutuskan untuk berperang melawan Kekaisaran Ottoman pada tahun 1593. Hal ini menyebabkan kejatuhannya.
Pada 1605, ia terpaksa memberikan mahkota Hongaria kepada adiknya, Matthias. Lalu, orang-orang Protestan di Bohemia menuntut persamaan hak, dan Rudolph terpaksa menyerah agar keadaan tetap stabil. Namun, pada tahun 1611, Rudolph menyerahkan Bohemia kepada Matthias juga.
Kekacauan dan ketidakmampuan Rudolph mengarah langsung ke Perang Tiga Puluh Tahun, yang dimulai ketika para pemrotes Bohemia itu bangkit untuk mendapatkan hak-hak mereka yang telah ia janjikan.
12. Qin Shi Huang, kaisar pertama Tiongkok yang sangat kejam
Hingga 221 SM, Tiongkok terdiri dari beberapa kerajaan berbeda yang memperebutkan supremasi. Hal ini diselesaikan ketika pemimpin negara Qin, Raja Zheng, berhasil menyatukan seluruh negeri di bawah pemerintahannya. Mengganti namanya menjadi Qin Shi Huang.
Seperti dicatat oleh History of Information, ia membakar buku dan mengubur 460 cendekiawan hidup-hidup ketika mereka mencoba menggagalkan aksinya.
Ketika pasukannya menaklukkan wilayah baru, ia mengebiri seluruh penduduk laki-laki di wilayah tersebut sebagai simbol kekalahan, dan mencegah mereka memiliki keturunan yang mungkin bangkit melawannya.
Dia selalu paranoid dan curiga, yang membuatnya mengeksekusi siapa pun dengan mudah. Dia juga membunuh ribuan rakyatnya sendiri dengan memaksa mereka bekerja sampai mati di proyek hewan peliharaannya. Tidak mengherankan bahwa Tiongkok yang ia ciptakan segera runtuh setelah kematiannya.
Sebaik-baiknya penguasa adalah penguasa yang mendamaikan, serta sejahterakan negeri dan penduduknya. Menyebar teror demi mempertahankan kekuasaan bukanlah pilihan yang bijak, dan semuanya pun akan berakhir tragis.
Disclaimer: artikel ini sudah pernah tayang di laman IDNTimes.com dengan judul "12 Penguasa Paling Berbahaya dalam Sejarah, Menebar Teror!" ditulis oleh Amelia Solekha