Isu perang dunia kembali ramai dibincangkan dan diprediksikan, setelah Rusia melancarkan invasi ke Ukraina. Negara-negara di dunia mempersiapkan militer mereka jika suatu saat perang meletus.
Jika para tantara yang dikirim biasanya adalah laki-laki, tapi para tantara perempuan juga banyak dilibatkan, bahkan dikirim langsung ke medan perang. Amerika Serikat misalnya, yang sejak 2013 mencabut larangan tantara perempuan untuk ikut dalam medan perang.
Sebelumnya, Pentagon, sebagai pusat militer AS, bekerja keras untuk mencari tahu dengan tepat bagaimana mengintegrasikan perempuan ke dalam spesialisasi militer. Mereka juga secara aktif mempelajari militer lain di seluruh dunia, yang telah mengirim tentara perempuan untuk berperang. Tinjauan tersebut termasuk meneliti pengalaman Australia, Kanada, dan negara-negara lain yang telah lebih dahulu mengirimnya.
Para tentara perempuan ini, memiliki kemampuan yang tak kalah hebatnya dari para tantara laki-laki. Seperti Israel yang terkenal menempatkan tantara perempuan pada unit-unit utama. Mengutip dari National Geographic, berikut ada 8 negara yang mengirim tentara perempuannya ke medan perang.
1. Australia
Selain Amerika, Australia juga menjadi negara yang menghilangkan hambatan terhadap unit garis depan, asalkan perempuan memenuhi persyaratan fisik. Pada tahun 2011, menteri pertahanan Australia mengumumkan bahwa 7 persen posisi terakhir yang tertutup bagi perempuan, termasuk Pasukan Khusus, infanteri, dan artileri, akan dibuka untuk para tentara perempuan.
Pada puncaknya, menurut artikel National Geographic pada 2013 silam, Australia memiliki lebih banyak pasukan di Afghanistan daripada negara non-NATO mana pun, dan perempuan saat ini berjumlah sekitar 10 persen dari semua pasukan Australia yang dikerahkan ke negara tersebut.
2. Kanada
Pada tahun 1989, Kanada membuka semua peran tempur—kecuali yang melibatkan perang kapal selam—untuk permepuan. Pada tahun 2000, perempuan juga diberi lampu hijau untuk melakukan layanan militer di kapal selam. Tiga tahun kemudian, permepuan pertama ditugaskan sebagai kapten kapal perang Kanada, sementara permepuan lain menjadi wakil komandan perempuan pertama dari unit senjata tempur.
Kira-kira 15 persen dari pasukan militer Kanada sekarang adalah perempuan, sementara 2 persen dari pasukan tempur (99 tentara) adalah perempuan. Pada tahun 2006, Kanada kehilangan tentara perempuan pertamanya—pengintai artileri maju—dalam pertempuran dengan pasukan Taliban.
3. Denmark
Sejak 1988, Denmark memiliki kebijakan "inklusi total," yang muncul setelah "uji coba tempur" 1985, yang mengeksplorasi kemampuan perempuan untuk bertarung di garis depan. "Penelitian Denmark menunjukkan bahwa perempuan tampil sama baiknya dengan pria dalam peran pertempuran darat," menurut studi MOD Inggris. Meskipun semua pos terbuka untuk perempuan, persyaratan fisik sejauh ini menghalangi mereka untuk bergabung dengan Pasukan Operasi Khusus negara itu.
4. Prancis
Perempuan membentuk hampir seperlima dari militer Prancis dan dapat bertugas di semua pos, kecuali di kapal selam dan di gendarmerie pengendali kerusuhan. Meskipun diizinkan untuk bertugas di infanteri tempur, sebagian besar memilih untuk tidak melakukannya. Akibatnya, perempuan hanya membentuk 1,7 persen dari kekuatan itu.
5. Jerman
Pada tahun 2001, Jerman membuka unit tempur untuk perempuan, lalu secara dramatis meningkatkan perekrutan tentara perempuan ke dalam barisan tersebut. Jumlah permepuan di Angkatan Bersenjata Jerman sekarang tiga kali lebih banyak dari tahun 2001. Pada tahun 2009, sekitar 800 tentara perempuan bertugas di unit tempur.
6. Israel
Pada tahun 1985 Angkatan Pertahanan Israel (IDF) mulai menempatkan perempuan ke dalam posisi tempur. Kemudian pada tahun 2009, perempuan bertugas di unit artileri, pasukan penyelamat, serta pasukan anti-pesawat. Para perempuan juga harus mengambil bagian dalam wajib militer, yaitu selama dua tahun, yang berbeda satu tahun dari laki-laki.
Sebuah studi tentang integrasi pejuang perempuan di IDF antara tahun 2002 dan 2005 menemukan bahwa perempuan sering menunjukkan "keterampilan superior" dalam disiplin, motivasi, dan kemampuan menembak. Namun, masih menghadapi perlakuan merugikan yang berasal dari "ancaman yang dirasakan terhadap identitas laki-laki dalam pertempuran secara historis."
7. Selandia Baru
Perempuan dapat bertugas di semua unit pertahanan, termasuk unit infanteri, baju besi, dan artileri, sejak negara itu mengesahkan undang-undang yang berlaku pada tahun 2001. Sebuah laporan empat tahun kemudian menemukan bahwa langkah tersebut membantu mendorong perubahan sosial yang "menghargai perempuan dan juga laki-laki".
Tetapi integrasi perempuan ke dalam perdagangan pertempuran "membutuhkan upaya yang disengaja dan terpadu." Laporan MOD Inggris menyimpulkan bahwa ada "variabel keberhasilan dalam menarik dan merekrut perempuan ke bidang ini."
8. Norwegia
Pada tahun 1985, Norwegia menjadi negara pertama di NATO yang mengizinkan perempuan untuk bertugas di semua kapasitas tempur, termasuk kapal selam. Perempuan Norwegia juga tunduk pada rancangan tersebut jika terjadi mobilisasi nasional. "Beberapa wanita yang tertarik oleh infanteri dan kavaleri melakukan pekerjaan yang baik di Angkatan Darat Norwegia," kata Kolonel Ingrid Gjerde, seorang perwira infanteri di militer Norwegia selama 25 tahun.
Itulah 8 negara yang telah mengirim tentara perempuannya dalam medan pertempuran maupun masuk dalam unit-unit khusus utama. Apakah kamu juga tertarik menjadi tentara, Bela? You know you can also break the bias.