Kita mungkin menganggap influencer saat ini sebagai orang dengan jutaan pengikut di Instagram atau TikTok. Umat manusia saat ini dapat dengan mudah mengikuti tren atau mode yang dibawakan oleh sang influencer. Siapa saja influencer di media sosial panutanmu, Bela?
Namun, jauh sebelum pesatnya media sosial saat ini, orang-orang dalam daftar ini dianggap sebagai influencer karena merekalah yang menjadi trendsetter, baik menginspirasi gaya, penampilan, atau mode ataupun aspirasi yang mempengaruhi ratusan hingga ribuan orang pada zamannya. Zaman di mana majalah, ataupun media sosial belum ditemukan.
Lantas siapa sajakah mereka? Yuk, kita simak daftarnya di bawah ini!
1. Ambrose Burnside - viralkan cambang
Cambang bisa jadi sangat melekat pada karakter-karakter yang maskulin, misalnya seperti Logan si karakter Wolverine. Awalnya, rambut cambang disebut burnside, setelah Jenderal Ambrose Burnside mempopulerkannya saat menjadi jenderal Persatuan selama Perang Saudara Amerika.
Tentu banyak petugas berjanggut dan cambang panjang pada masa itu, namun cambang milik Ambrose Burnside memiliki keunikannya sendiri.
Rambut di kedua sisi wajah Burnside yang menghubungkan rambut di antara kepala dan kumisnya. Cambang ikoniknya itu, menonjol di wajahnya sejak dia menjadi mahasiswa hingga menjadi senator.
Meskipun Ambrose Burnside mungkin bukan orang pertama yang menggunakan gaya khasnya, ketenarannya sebagai seorang jenderal dan politikus, serta kebetulan dengan penemuan fotografi, nggak heran gaya cambangnya itu menjadi populer.
2. Amelia Bloomer - pembela hak perempuan
Amelia Bloomer adalah pendiri surat kabar The Lily: A Ladies Journal Devoted to Temperance and Literature, surat kabar Amerika Serikat pertama yang diedit oleh dan untuk perempuan.
Pada tahun 1848, ketika perempuan menuntut hak-hak dan partisipan dalam pemerintahan seorang perempuan yang juga menjadi salah satu partisipan Konvensi Seneca Falls, Amelia Jenks Bloomer membuat suara dirinya dan perempuan lainnya dikenal setelah satu tahun surat kabar The Lily didirikan.
Pada tahun 1853, Amelia Bloomer telah menjadi advokat yang blak-blakan untuk hak-hak perempuan, terutama dalam hal konvensi pakaian dan reformasi pakaian.
Dia terlibat dalam gerakan reformasi pakaian ketika dia mulai tampil di depan umum mengenakan pantalon atau dikenal dengan “bloomer”. Tentu ia mendapatkan ejekan atau busana yang ia kenakan saat itu.
Hal dasar yang mendukungnya melakukan reformasi pakaian karena ia menemukan bahwa korset dan gaun yang diharapkan dikenakan oleh perempuan seusianya terlalu ketat dan berpotensi berbahaya, jadi dia mulai memakai sesuatu yang lebih longgar dan nyaman di bawah roknya.
3. William Dorsey Swann - populerkan istilah drag queen
Di tahun 1888, seorang artis Amerika Serikat William Dorsey Swann menjadi tuan rumah salah satu drag ball regulernya di Washington, D.C., dengan lusinan pria kulit hitam yang mengenakan gaun. Namun, polisi tiba-tiba datang dan membubarkan pesta tersebut. Menyisakan Swan dan beberapa rekan lainnya.
Kala itu, Swann melakukan perlawanan atas tindakan polisi yang dianggap tidak sopan. Terlahir dalam perbudakan, Swann adalah orang pertama di Amerika Serikat yang memimpin kelompok perlawanan queer dan orang pertama yang dikenal mengidentifikasi diri sebagai "ratu drag".
Tindakan perlawanan pertama yang diketahui terhadap penindasan queer dalam sejarah Amerika Serikat ini, mempengaruhi aktivis selanjutnya, seperti Marsha P. Johnson dan Sylvia Rivera dari kerusuhan Stonewall hampir seabad kemudian.
Bukan hanya itu saja, Swann jugalah yang meninggalkan pengaruh budaya drag dan queer yang bertahan hingga hari ini.
4. Ratu Elizabeth I - pelopor kulit putih pucat
Pada pertengahan abad ke-16 cacar melanda banyak rumah tangga, tidak terkecuali keluarga kerajaan. Seperti yang kita ketahui, saat seseorang terjangkit cacar akan meninggalkan bekas luka yang cukup mengganggu penampilan. Itu jugalah yang dialami oleh Ratu Elizabeth I dari Inggris saat terjangkit penyakit tersebut pada tahun 1562.
Bekas luka di bagian tubuh terutama di bagian wajah membuatnya harus berupaya menutupinya. Saat itulah tren memakai riasan untuk menutupi noda atau kekurangan lain di wajah menjadi populer.
Ratu Elizabeth I meramu campuran putih yang terbuat dari timbal dan cuka yang diaplikasikan secara rutin demi menutupi bekas luka di wajahnya.
Awalnya hanya bertujuan untuk melindunginya dari pengagum dan musuh. Namun, sangat memengaruhi standar kecantikan pada masa itu. Wajah putih mulai melambangkan masa muda dan kekayaan.
5. Madame Wellington Koo - ikon mode Tiongkok
Oei Hui-lan, lebih dikenal sebagai Madame Wellington Koo, adalah ibu negara Republik Tiongkok dari akhir 1926 hingga 1927. Bukan hanya sebagai ibu negara, Madame Wellington Koo juga meninggalkan jejaknya dalam sejarah dengan cara lain.
Selalu menjadi sorotan, gaya-gaya ikoniknya menjadi sangat populer. Salah satu kontribusinya yang paling berpengaruh pada mode Tiongkok adalah penerapan qipao (juga disebut cheongsam), pakaian tradisional Tiongkok yang telah mengalami evolusi.
Madame Koo sangat dikagumi karena adaptasinya terhadap pakaian tradisional Tiongkok, yang dikenakannya dengan celana renda dan kalung batu giok. Sentuhan Madame Koo pada pakaian tradisional Tiongkok memantapkan tempatnya dalam sejarah sebagai ikon mode Tiongkok, Bela.
6. Ratu Victoria - gaun putih yang jadi tren gaun pernikahan
Sebelum gaun pengantin ikonik Kate Middleton atau putri Diana, anggota kerajaan lain begitu berpengaruh oleh Ratu Victoria, sehingga dia tidak hanya memicu tren pernikahan tetapi juga tradisi pernikahan.
Meskipun gaun renda off-shoulder putih Ratu Victoria bukanlah gaun pengantin putih pertama, publisitas pernikahannya dan ketenaran raja sendiri menjadikan gaun pengantin putih sebagai standar baru bagi pengantin perempuan lainnya.
Gaun putih yang dikenakan Ratu Victoria dipandang sebagai simbol kemurnian karena pada era Victoria kebanyakan orang menganggap moral murni dan ekspektasi kaku akan kemurnian perempuan.
Padahal pada masa itu pernikahan Ratu Victoria tahun 1840 belum di foto, namun, pernikahannya dibicarakan di seluruh dunia. Deskripsi gaun pengantin seputih salju beredar melalui surat kabar, dan ketika serat sintetis pertama kali ditemukan membuat gaun pengantin putih lebih terjangkau.
Tradisi yang didirikan oleh Ratu Victoria mendapatkan momentum. Hebatnya, gaun pengantin putih masih populer di kalangan pengantin perempuan hingga saat ini.
7. Coco Chanel - kenalkan tanning sebagai tren kecantikan
Ribuan tahun sebelum revolusi industri, kulit putih pucat sangat populer di kalangan kelas atas, sedangkan kulit gelap dikaitkan dengan perbudakan dan kerja keras di ladang sepanjang hari.
Menggunakan pemutih beracun untuk membuat kulit pucat telah populer sepanjang sejarah, terutama selama era Yunani kuno, Romawi, dan Elizabethan. Tren keputihan terhenti setelah revolusi industri.
Tanning baru menjadi populer 20 tahun kemudian, ketika Coco Chanel terlalu banyak berjemur di kapal pesiar Mediterania. Foto-fotonya dengan kulit kecokelatan pada tahun 1923 saat pendaratannya di Cannes menjadi trendsetter baru di dunia kecantikan.
Selain karena merek fashion Chanel yang sudah membuatnya menjadi trendsetter, wajar jika kulitnya yang kecokelatan akan ditiru oleh banyak orang yang melihatnya.
Chanel selanjutnya mempromosikan warna cokelat karena berjemur sebagai standar kecantikan dengan memasukkan model kecokelatan di salah satu peragaan busananya beberapa tahun kemudian, lho.
8. King Louis XIV - populerkan wig di kalangan bangsawan
Meskipun wig telah terlihat di beberapa momen berbeda sepanjang sejarah, dari potret Renaisans hingga Bapak Pendiri Amerika Serikat, popularitasnya dapat ditelusuri kembali ke Raja Louis XIV dari Prancis.
Ayah Louis, Louis XIII, pertama kali membuat wig bergaya di Prancis ketika ia mulai memakainya untuk menutupi kebotakannya pada tahun 1624, tetapi surai rambut hitam tebal alami Louis XIV menetapkan standar baru bagi bangsawan dan bangsawan ketika ia naik tahta pada tahun 1643.
Untuk mengikuti tren yang diterapkan oleh Louis XIV, banyak anggota istana meniru gayanya dengan mengenakan wig mereka sendiri.
Ironisnya, pada tahun 1673 rambut raja berusia 35 tahun itu sendiri mulai menipis. Jadi, agar tidak dikalahkan oleh para pelayan di istana, dia menambahkan rambut palsu ke kulit kepalanya dan kemudian memakai wig.
Saking populernya, Raja Charles II dari Britania Raya dan Irlandia mulai mengenakan wig serupa pada tahun 1663 untuk menyembunyikan rambut hitamnya yang beruban, lho.
9. Cleopatra - rambut melon jadi tren bangsawan
Cleopatra memang sangat terkenal sejak menjabat sebagai Ratu Mesir (51–30 SM), Cleopatra secara aktif memengaruhi politik Romawi pada periode penting dan terutama dikenal karena hubungannya dengan Julius Caesar dan Mark Antony.
Selain itu, gayanya pada saat itu juga kerap menjadi sorotan. Seperti salah satunya ialah riasan mata kohl-lined dan gaya rambutnya, yang disebut gaya rambut melon.
Gaya rambut melon dibuat dari rambut yang dikepang rapat dan disanggul di bagian belakang leher. Meskipun Cleopatra hanya menghabiskan sedikit waktu di Roma saat menjalin hubungan dengan Julius Caesar, pengaruhnya tetap ada pada populasinya selama bertahun-tahun setelah dia pergi.
Gaya rambut dibuat ke kepala patung dan perempuan Romawi kelas atas dan sering ditampilkan dalam penggambaran imajinatif Cleopatra saat ini.
10. Emiliano Zapata - kumis yang ikonik
Sejak zaman dahulu, pemakaian kumis, seperti janggut, telah mencerminkan berbagai adat istiadat, kepercayaan agama, dan selera pribadi. Namun berbeda dengan kumis ikonik milik Emiliano Zapata.
Terkenal dengan kumis panjang dan tebal yang melengkung ke bawah di setiap sisi, wajah Zapata langsung dikaitkan dengan perjuangan hak-hak petani dan reklamasi tanah.
Revolusi Meksiko awal abad ke-20 untuk memperjuangkan keadilan bagi para petani di selatan, dia dengan cepat memasuki kesadaran Meksiko sebagai simbol kebebasan, kekuatan, dan keberanian. Untuk menghormati Zapata, beberapa laki-laki Meksiko menumbuhkan kumis mereka sendiri, dan beberapa melakukannya hingga hari ini.
11. Morris Frank - pendiri program The Seeing Eye pertama di Amerika Serikat
Seorang anak bungsu keluarga kaya di Tennessee, Amerika Serikat harus kehilangan penglihatan akibat kecelakaan saat berkuda.
Laki-laki itu dikenal dengan Morris Frank, pendiri program The Seeing Eye di Amerika, sekolah pemandu anjing pertama di Amerika. Bahkan berkat jasanya ini, sebuah patung menggambarkan dirinya berdiri dengan gagah di pusat kota Morristown Green di Morristown.
Hal tersebut bermula pada tahun 1927, ketika Frank yang berusia 20 tahun membaca artikel berjudul "The Seeing Eye" oleh Dorothy Harrison Eustis. Itu adalah kisah langsung Eustis tentang sebuah sekolah di Jerman tempat para veteran Perang Dunia I yang buta dilatih untuk bekerja dengan anjing pemandu.
Lantas setelah berbincang dengan Eustis, mendirikan program The Seeing Eyes pertama di Amerika dan Frank sangat memengaruhi persepsi para penyandang disabilitas.
Dia melakukan perjalanan ke Amerika Serikat dan Kanada untuk mempromosikan penggunaan anjing pemandu bagi orang buta atau tunanetra, serta hak orang dengan anjing pemandu untuk mengakses restoran, hotel, transportasi, dan tempat lain yang terbuka untuk umum.
Demikianlah ke-11 orang yang dianggap sebagai influencer pada saat media sosial belum ditemukan.