Meski mendapatkan kritik dari berbagai negara, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan, akhirnya memutuskan untuk mengubah monumen Hagia Sophia menjadi masjid kembali. Atas keputusan mengejutkannya ini, Erdoğan pun menerima kritik dari berbagai negara dan Dewan Gereja dunia.
Meski begitu, Erdoğan tetap kukuh pada pendiriannya untuk mengubah status Hagia Sophia, monumen bersejarah di era Bizatium itu.
1. Hagia Sophia awalnya aktif sebagai gereja selama berabad-abad
Sebelum ditetapkan Erdoğan sebagai masjid, Hagia Sophia telah dibangun sejak era Bizatium sebagai sebuah gereja. Namun, status Hagia Sophia sempat berubah menjadi masjid ketika terjadi penakhlukan di Istanbul. Status Hagia Sophia kembali berubah pada 1935 lalu setelah pemerintah di sana menetapkannya sebagai sebuah museum.
2. Statusnya kini Masjid, Hagia Sophia akan siap digunakan untuk salat jumat minggu ini
Usai membatalkan derit kabinet 1934, Erdoğan kini mantap menetakan Hagia Sophia sebagai masjid, bukan lagi museum. Ia juga mengatakan bangunan bersejarah itu akan siap digunakan untuk salat Jumat pada 24 Juli nanti.
3. Keputusan ini dikritik berbagai negara
Keputusan Erdoğan untuk mengubah status Hagia Sophia mendapat banjir kritikan dari berbagai negara. Yunani adalah negara pertama yang mengkritik kebijakan Erdoğan ini dan menganggapnya sebagai sebuah tindakan provokasi. Demikian pula dengan Prancis dan Amerika yang mengutarakan kekecewaannya.
Kepala Departemen Gereja Ortodoks Rusia, Usku Hilarion, pun mengatakan bahwa pihaknya merasakan kesedihan atas keputusan ini. Ia juga menganggap kebijakan ini sebagai sebuah pukulan bagi Kekristenan global.
"Ini adalah pukulan bagi Kekristenan global. Bagi kami, (Hagia Sophia) tetap sebuah katedral yang didedikasikan untuk Juru Selamat," ujarnya.
Keputusan ubah status Hagia Sophia disebut Erdoğan adalah hak negaranya
Erdoğan menyebutkan, keputusannya untuk mengubah status Hagia Sophia adalah hak dan bentuk kedaulatan negaranya.
"Mereka yang tidak mengambil langkah melawan Islamofobia di negara mereka sendiri ... menyerang kehendak Turki untuk menggunakan hak-hak kedaulatannya," ujar Erdogan melalui konferensi video mengutip dari Channel News Asia.
Erdoğan juga menambahkan, keputusan ini semata atas keinginan negaranya sendiri, bukan atas apa yang orang lain inginkan.
"Kami membuat keputusan ini tidak melihat apa yang orang lain katakan tetapi melihat apa hak kami dan apa yang diinginkan negara kami, seperti apa yang telah kami lakukan di Suriah, di Libya dan di tempat lain," ujarnya.