Semua orang cenderung mengharapkan hal yang baru dalam kehidupan. Namun, perlu diketahui bahwa keinginan ini menuntut kita untuk berani masuk ke dalam lingkungan baru dengan aturan-aturan, norma, dan budaya yang berbeda dari tempat sebelumnya.
Perihal ini, istilah culture shock pun muncul. Sebagian besar hanya memahami istilah tersebut sebagai bentuk perasaan kaget dengan kondisi lingkungan baru. Padahal, culture shock memiliki makna yang lebih dalam dan dapat menjadi masalah yang cukup serius.
Dalam rangka mengantisipasinya, Popbela sengaja membuat ulasan mengenai pengertian, gejala, dan cara menghadapi culture shock di bawah ini. Semoga berguna untuk kamu yang berencana pindah rumah, kuliah ke daerah atau negari luar, dan semacamnya.
Apa yang dimaksud dengan culture shock?
Melansir dari studi ilmiah Culture Shock dan Strategi Coping pada Mahasiswa Asing Program Darmasiswa (Salmah, 2016), istilah culture shock atau gegar budaya pertama kali diperkenalkan oleh pakar antropolog, Kalervo Oberg, sebagai bagian dari kecemasan.
Rasa cemas tersebut dijelaskan timbul akibat hilangnya semua lambang dan simbol yang akrab dengan hubungan sosial. Itu berarti lambang dan simbol yang dimaksud adalah cara-cara yang mengarahkan seseorang dalam situasi kesehariannya.
Ketika cara-cara tersebut hilang, maka seseorang akan mengalami rangkaian respon negatif yang mendalam, seperti depresi, frustasi, dan disorientasi. Tidak heran, banyak pakar mengaitkan culture shock sebagai pengalaman psikologis hingga gangguan mental.
Dengan begitu, kita dapat menyimpulkan bahwa culture shock atau gegar budaya adalah reaksi emosi negatif yang dirasakan oleh seseorang ketika mengalami perpindahan dari satu budaya yang akrab ke budaya baru yang berbeda dari budaya asalnya.
Bagaimana gejala culture shock terjadi pada seseorang?
Dalam buku Stranger to These Shores: Race and Ethnic Relations in the United States (2008), Vincent N. Parrillo menyatakan bahwa variasi kultur yang semakin tinggi meningkatkan potensi terjadinya kondisi culture shock dan tidak sedikit orang muda mengalaminya.
Sayangnya, banyak penderita yang tidak menyadari bahwa diri mereka sebenarnya sudah mengalami kondisi culture shock. Hal ini dapat disebabkan ketidaktahuan mereka mengenai gejala-gejala apa saya yang menandakan seseorang mengalami culture shock.
Niam E. K. dalam tulisan ilmiahnya, Koping terhadap Stres pada Mahasiswa Luar Jawa yang Mengalami Culture Shock di Universitas Muhamadiah Surakarta (2009), mengutip rangkaian gejala culture shock berdasarkan penjelasan pakar Guanipa pada 1998, yaitu:
- Merasakan kesedihan, kesepian, dan kelengangan;
- Pikiran terpaku hanya pada sebuah ide yang berkaitan dengan kesehatan;
- Mengalami masalah kesulitan tidur, baik tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit;
- Terjadi perubahan perilaku akibat tekanan emosional;
- Sadar atau tidak menjadi cenderung cepat marah dan enggan membangun hubungan dengan orang lain;
- Sulit move on dengan budaya lama karena terus mengidealkan daerah lama;
- Terjebak dalam kondisi krisis identitas hingga berpotensi kehilangan identitas;
- Berusaha terlalu keras untuk menyerap semua hal yang berkaitan dengan budaya baru secara bersamaan;
- Tidak dapat memecahkan suatu masalah yang sederhana sekalipun;
- Mengalami kepercayaan diri yang menurun;
- Cenderung merasa kekurangan dan kehilangan;
- Mengembangkan stereotip mengenai kultur baru;
- Mengembangkan obsesi tertentu, seperti kebersihan dan sejenis lainnya;
- Merasakan rasa rindu kepada keluarga terus-menerus.
Semua rangkaian gejala culture shock di atas dapat terjadi secara bertahap, semuanya, atau beberapa saja. Akan tetapi, pakar Ward (2001) menjelaskan bahwa kondisi culture shock akan terjadi secara aktif dan tercermin melalui reaksi affective, behavior, dan cognitive.
Bagaimana cara menghadapi culture shock?
Pada hakikatnya, setiap masalah pasti memiliki jalan keluar atau solusi. Namun, perlu diingat bahwa solusi selalu berbicara mengenai cara-cara tertentu yang menuntut usaha dari diri seseorang. Hal ini berlaku pada seseorang yang mengalami culture shock.
Ingin tahu, cara apa saja yang perlu diupayakan kala menghadapi kondisi culture shock?
1. Menambah wawasan mengenai tempat tujuan
Masuk ke dalam lingkungan baru tanpa mengetahui apapun mengenai lingkungan tersebut dapat menjadi salah satu faktor terjadinya culture shock. Dalam rangka mengantisipasinya, kamu sebaiknya mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya terkait lingkungan tujuan.
Cara yang paling mudah adalah dengan memanfaatkan teknologi, internet, dan media sosial. Dari jendela dunia maya ini, kamu memperoleh gambaran kehidupan masyarakat setempat, berikut dengan norma, gaya berkomunikasi, dan informasi penting lainnya.
Tahukah kamu? Mengedukasi diri dengan banyak informasi penting yang kredibel akan menjauhkanmu dari ragam isu kesalahpahaman, hingga rasa curiga yang tak berdasar.
2. Membangun mindset yang mewajarkan perbedaan budaya
Idealisme yang menyanjung budaya di tempat asal adalah hal yang tidak salah. Akan tetapi, pendirian ini dapat memberi dampat negatif jika tidak disertai rasa toleransi, yang menerima keharmonian antarbudaya yang dapat berbeda-beda.
Untuk mengantisipasi kecenderungan tersebut, satu-satunya cara adalah dengan membangun mindset yang seimbang, yakni menganggap wajar adanya perbedaan budaya di suatu tempat, termasuk di tempat tujuan yang akan kamu tempati.
Well, seperti kata orang bijak, perbendaharaan dalam pikiranmu adalah kunci dari segalanya. Jadi, bersihkan dan benahi pola pikirmu terlebih dahulu, agar segala sesuatu yang terpancar dari dalamnya adalah baik.
3. Membangun jaringan sosial untuk mendapat dukungan
Apapun kondisi yang dihadapi, keterbukaan adalah awal dari pemulihan; ketika seseorang belajar untuk membuka diri dalam kehidupan sosial, pengenalan satu sama lain pun terjadi. Alhasil, segala bentuk kesalahpahaman dan hilang arah nyaris tidak akan terjadi.
Atas dasar itulah, kamu yang hendak memasuki lingkungan baru sebaiknya belajar untuk mengenali kehidupan setempat dengan cara bersosialisasi. Mulai dengan membangun jaringan sosial di ragam komunitasi setempat, atau masuk dalam forum-forum online.
Cara ini tidak hanya sekadar membantumu menghadapi culture shock, tetapi juga meningkatkan keterampilan interpersonalmu dan menambah wawasanmu tentang budaya global.
4. Menjaga kesehatan fisik dan mental
Di atas segalanya, kondisi tubuh yang sehat secara fisik dan mental adalah kunci untuk menghadapi segala tantangan dalam kehidupan ini. Yup, apabila kesehatan fisik dan mental tidak bekerja dengan baik, bagaimana kamu dapat mengupayakan sesuatu, bukan?
Itulah mengapa, dalam memasuki lingkungan baru, kamu sebaiknya tetap mempertahankan pola makan yang sehat. Dalam hal ini, kamu wajib mengonsumsi air mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuhmu, termasuk kinerja otak.
Sebagai tambahan, kegiatan olahraga secara rutin dapat menjadi cara untuk menjaga kesehatan fisik dan mental secara sekaligus. Melansir dari situs resmi Kementerian Kesehatan, jogging atau berjalan cepat di taman adalah cara sederhana untuk itu.
5. Beradaptasi secara bertahap
Pada akhirnya, kamu harus menyadari bahwa tidak ada hal yang instan di dunia ini. Dibutuhkan usaha untuk menghasilkan sesuatu, termasuk dalam menghadapi kondisi culture shock ketika kamu memasuki lingkungan baru dalam periode waktu tertentu.
Perihal ini, pelajari dan kenali budaya baru secara perlahan atau bertahap. Memang, segala sesuatu akan terasa baik apabila terjadi secara mengalir, tetapi kamu pun membutuhkan langkah per langkah dalam suatu strategi yang sesuai dengan kondisimu.
Misalnya, sekarang adalah masa untuk kamu belajar secara online, setelah itu kamu pun baru siap untuk masuk ke dalam komunitas masyarakat setempat. Jika kamu tidak mampu melakukan kedua hal itu secara bersamaan, lakukan secara bertahap, mengerti?
Kami doakan kamu dapat menikmati setiap proses yang harus dijalani kala berada di lingkungan baru. Semoga ulasan artikel di atas dapat membantumu menghadapi segala kemungkinan culture shock. Good luck, Bela!