Kamu termasuk generasi millennial? Setuju nggak kalau kamu disebut sebagai pekerja keras? Pasalnya, generasi millennial cenderung ingin mendapatkan nilai bagus dan selalu ingin menjadi yang terbaik. Namun, banyak generasi millennial yang tidak tahu kalau yang mereka anggap terbaik belum tentu baik, inilah yang disebut obsesi.
Benarkah Generasi Millennial Disebut Generasi Obsesi?
Dikutip dari laman qz.com terkait hasil dari penelitian dalam sebuah jurnal Psychological Bulletin bulan Februari 2018 telah menganalisis data lebih dari 40 ribu mahasiswa Inggris, AS dan Kanada antara tahun 1980-an dan 2016. Jurnal tersebut mengungkapkan generasi saat ini dibandingkan dengan generasi sebelumnya lebih sulit mengendalikan diri mereka sendiri, lebih banyak menuntut orang lain dan menerima tekanan sosial yang lebih tinggi untuk menjadi sempurna.
Obsesi Memberi Efek Negatif
Tidak ada salahnya jika kamu ingin memiliki standar tinggi dalam hidup. Tapi saat kamu mencari kesempurnaan, hal ini dapat merusak mentalmu sendiri. Keinginan untuk menjadi sempurna akan mengarahkan dirimu pada sebuah obsesi yang berlebihan. Akibatnya ada tekanan kuat yang berdampak pada kesehatan mental. Sebuah studi oleh para peneliti di University of Western Ontario pada 2017, menyatakan bahwa tekanan untuk menjadi sempurna adalah faktor yang menyebabkan seseorang mudah menyerah dan berupaya ingin bunuh diri.
Obsesi Berawal Dari Kebangkitan Neoliberalisme
Sebuah penelitian dari Thomas Curran, seorang psikolog sosial dari University of Bath dan Andrew Hill, seorang profesor psikologi olahraga di York St. John University mengatakan pergeseran budaya ini akibat kebangkitan Neoliberalisme yakni ideologi yang digunakan untuk merujuk pada ekonomi sistem pasar bebas. Hal tersebut sudah berlangsung sejak tahun 1970-an di Inggris, AS, dan Kanada. Sehingga, kebangkitan neoliberalisme ini menyebabkan anak-anak muda berada di bawah tekanan untuk bersaing dengan tampil menjadi terbaik dari yang terbaik.
Persaingan Menuntut Generasi Milenial Untuk Bekerja Lebih Keras
Will Storr meringkas dalam buku Self : How We Became So Self – Obsessed and What It’s Doing To Us bahwa neoliberalisme menuntut kita dari berbagai sudut budaya dan menyerap kembali ke dalam diri sendiri seperti sebuah radiasi. Tekanan dalam hidup bukan hanya untuk melakukan hal terbaik tapi juga berubah menjadi sebuah paksaan untuk bekerja lebih keras demi mencapai nilai tertinggi.
Lingkungan Kompetitif Berdampak Buruk Pada Kehidupan
Lingkungan kompetitif atau persaingan memiliki dampak negatif yang tidak hanya berpengaruh pada dunia pendidikan dan dunia kerja saja, tetapi juga pada aspek kehidupan sehari-hari. Will Storr mengatakan ketika kamu menyadari bahwa hal-hal yang kamu jalani adalah tuntutan, paksaan dan mengubah pribadi mu menjadi orang lain. Maka langkah selanjutnya harus membebaskan diri dari itu semua.
Bagaimana Cara Mengatasi Tekanan Hidup?
Cara praktis mengatasi tekanan hidup adalah mempertanyakan kembali apakah benar-benar melakukan ini untuk diri sendiri? Apa yang ingin perjuangkan? Dan apa yang benar-benar kamu inginkan. Pertanyaan awal ini akan membantumu menemukan, apa yang sebenarnya kamu cari selama ini.
Setelah itu, gunakan pola pikir realistis apa yang membuat sebuah perubahan. Dr. Fuschia Sirios seorang pembaca psikolog sosial dan kesehatan di Universitas Sheffield menyatakan untuk mengatur sebuah ambisi yang realistis. Pencapaian yang tidak realistis artinya bukan sebuah tujuan yang sebenarnya. Sebab, tujuan yang sebenarnya adalah kemampuan di dalam diri sendiri bukan sebuah kesempurnaan menjadi lebih unggul.
Cara praktis ini akan membantu mengatasi bagaimana tekanan hidup yang menuntut Bela untuk menjadi lebih sempurna. Nah bagaimana, apakah kamu ingin segera mengubah cara buruk seperti yang sudah diulas, semoga berhasil ya.