Apakah kamu pernah mendengar atau bahkan mendapatkan ujaran seperti "jangan menyerah”, “kamu masih lebih beruntung dari yang lainnya”, atau “be positive”? Kalau pernah, maka ujaran-ujaran penyemangat tersebut sedikit bisa memberikan gambaran mengenai toxic positivity. Dilansir dari Psychology Today, toxic positivity sendiri merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ketika seseorang berpikir bahwa hanya menjadi positif lah satu-satunya cara yang tepat untuk menjalani hidup dan menolak apapun yang bisa menimbulkan emosi negatif.
Toxic positivity terjadi ketika seseorang mendorong orang lain yang mempunyai masalah untuk terus berpikiran dan memandang permasalahan tersebut secara positif tanpa mempertimbangkan perasaannya. Orang dengan toxic positivity juga tidak memberi kesempatan bagi orang yang mempunyai masalah tersebut untuk meluapkan emosinya. Keadaan ini bagi sebagian orang tentu sangat berbahaya, karena toxic positivity yang biasanya terwujud dalam kata-kata ini, mampu membuat orang merasa kecil diri dan bahkan mampu memicu timbulnya gangguan psikis.
Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa mengeluh saat sedang mempunyai masalah adalah hal yang wajar, ya, Bela. Karena, pada dasarnya manusia merupakan mahluk yang tak memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri hanya untuk merasakan perasaan bahagia saja. Nyatanya, emosi negatif nggak selalu buruk, lho. Dengan adanya emosi negatif tersebut, maka kewaspadan kita terhadap lingkungan juga akan meningkat.
Nah, supaya lebih mengenal toxic positivity dan terhindar darinya, berikut 3 efek negatif toxic positivity yang harus kamu ketahui.
1. Rasa Malu
Toxic positivity yang dibawa oleh orang di sekitar bisa membuat kamu menjadi sosok yang pemalu dan enggan untuk menceritakan permasalah atau perjuangan yang sedang kamu lakukan. Hal ini kamu lakukan karena kamu tidak ingin dicap sebagai orang yang "buruk" sehingga kamu memilih untuk berpura-pura seperti semuanya berjalan dengan baik-baik saja.
Nyatanya, sisi buruk dari rasa malu ini mampu melumpuhkan semangat kamu sebagai seorang manusia dan juga akan menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dalam menjalani kehidupan.
2. Merasa tertekan
Efek toxic poisitivity memiliki karakter yang sama dengan efek domino, contohnya adalah perasaan tertekan yang merupakan hasil dari terlalu sering menutupi perasaan yang sedang dirasakan. Ketika kamu menjadi pribadi yang hobi menyembunyikan atau menyangkal perasaan, maka tubuhmu akan merasa tertekan dan kamu juga akan merasa kesulitan untuk menghindari pikiran dan perasaan yang menyusahkan. Kamu juga akan menjadi pribadi bertopeng di publik karena tidak menunjukan dirimu yang sebenarnya.
Padahal, menurut hasil penelitian, cara mengatur respon stres yang tepat ialah dengan mengekspresikan berbagai emosi tersebut dan juga mewujudkannnya dengan kata-kata yang bisa menggambarkan perasaamu. Oleh karena itu, kamu harus bisa merangkul dirimu sendiri agar tetap bisa waras, sehat, dan bisa meredakan perasaan tegang yang disebabkan dari perasaan tertutup itu.
3. Suka menyendiri dan relasi menjadi rusak
Terlihat kuat dari luar tapi rapuh dari dalam, inilah perasaan yang dirasakan oleh orang dengan toxic positivity. Mereka dengan kebiasaanya yang suka menyangkal kebenaran secara otomatis hidupnya tidak akan lagi terkoneksi dengan diri dan dunia mereka yang sesungguhnya. Mereka akan kehilangan jiwa mereka yang sebenarnya dan menyebabkan mereka sulit untuk berhubungan dengan teman atau pasangannya.
Hal ini terjadi karena pada dasarnya relasi dengan orang lain merupakan cerminan dari hubungan dengan diri sendiri. Jika kepada diri sendiri saja sudah berbohong apalagi kepada orang lain. Pertimbangan lain yang membuat orang dengan toxic positivity sangat susah membangun sebuah relasi adalah mereka ogah untuk memberikan ruang kepada orang lain untuk mengungkapkan perasaanya, sehingga tidak akan pernah tercipta hubungan yang intim atau bertahan lama.
Jadi, coba kenali emosimu dan uraikan secara perlahan, tanpa perlu terburu-buru bersikap positif. Hindari perasaan tertekan yang dapat bermanifestasi dalam bentuk kecemasan, depresi, atau bahkan penyakit fisik. Jangan sampai mudah sakit karena emosi tertahan ya, Bela!