Setelah hampir 3 bulan menjalankan kegiatan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah, masyarakat Indonesia bersiap untuk memulai aktivitas kembali di tengah pandemi corona yang masih berlangsung ini. Kembalinya masyarakat di tengah situasi seperti ini disebut sebagai sebuah tata cara hidup baru atau new normal.
Tata cara hidup baru atau new normal tentu hal yang asing bagi hampir semua orang. Masyarakat akan berhadapan dengan banyak hal baru yang mungkin sebelumnya tidak pernah dilakukan. Selain itu, akan ada banyak hal yang juga ikut berubah dalam kehidupan di new normal ini, contohnya seperti penggunaan masker yang diwajibkan.
Nggak hanya mengubah perilaku masyarakat dalam hal sanitasi saja, ternyata kehidupan new normal juga ikut mengubah pola pasar dan konsumsi masyarakat. Dari banyak kemungkinan perubahan yang terjadi tersebut, berikut 3 perubahan besar pada pasar dan konsumsi masyarakat yang diprediksi akan terealisasi.
1. Lebih rajin menabung
Ibarat pribahasa sedia payung sebelum hujan, masyarakat diprediksi akan jauh lebih berhemat dan gemar menabung sebagai langkah antisipasi dalam menghadapi kehidupan di new normal ini. Hal ini terjadi karena masyarakat menganggap bahwa kehidupan di new normal atau pasca pandemi adalah kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian. Sebagai upaya dalam menghadapi ketidakpastian tersebut, masyarakat tidak mau mengambil risiko dengan membeli barang-barang yang tidak diperlukan dan lebih memfokuskan pembelian kepada barang-barang primer yang dibutuhkan. Dengan begitu, mereka bisa menyimpan uang lebih banyak yang bisa digunakan sebagai dana darurat dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian ini.
Mengutip dari Forbes, prediksi perubahan perilaku masyarakat dalam hal konsumsi ini dianggap bukan sebagai hal yang baru, lho. Pasalnya, pola perubahan ini merupakan hal yang konsisten terjadi setiap adanya krisis. Sebagai buktinya, saat krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008-2009, tingkat orang yang menabung di Amerika Serikat naik sebesar 2%. Oleh karena itu, di era new normal ini, masyarakat diprediksi akan jauh lebih konservatif dengan pengeluaran mereka dan akan jauh lebih bijak dalam mengelola keuangannya.
2. Terdapat rantai pasokan baru
Pandemi corona seakan membuat sadar banyak pihak bahwa selama ini hampir semua negara bergantung dengan negara Tiongkok. Tiongkok dengan segala kemampuannya sebagai pemasok suplai global memang pengaruhnya terhadap rantai pasokan global tidak perlu dipertanyakan lagi. Hal ini bisa terlihat ketika Tiongkok mulai menutup akses Provinsi Hubei, yaitu pusat manufaktur, sebagai langkah mencegah penyebaran virus corona. Ketika akses tersebut ditutup, banyak perusahaan dunia mulai merasakan imbasnya. Contohnya beberapa produsen otomotif seperti Fiat Chrysler dan Hyundai yang terpaksa harus menghentikan produksinya karena mereka tidak mendapat pasokan komponen dari Tiongkok.
Dengan adanya pandemi corona ini, banyak perusahaan yang tersadar untuk melakukan diversifikasi ke negara-negara lain selain Tiongkok, seperti Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi risiko dan memastikan suplai pasokan aman. Dengan diberlakukannya diversifikasi, diprediksi rantai pasokan global tidak akan lagi akan didominasi oleh negara Tiongkok. Tentu hal ini menjadi sebuah peluang emas bagi Indonesia untuk menjadi negara yang ramah investor agar para perusahaan dunia merelokasi investasinya dari Tiongkok ke Indonesia.
3. Adanya ancaman baru untuk para pebisnis kecil
Kehidupan new normal juga menjadi ancaman bagi para pebisnis kecil, khususnya mereka yang bergerak dalam bidang kuliner, perhotelan, pariwisata, dan gym. Hal ini dikarenakan masyarakat masih belum terbiasa untuk kembali ke gaya hidup lama seperti sebelum pandemi corona melanda, sehingga minat mereka masih minim untuk mengunjungi tempat-tempat tersebut.
Tak cuma dari sisi konsumen, para pebisnis kecil diperkirakan juga akan kesulitan untuk mencari para pekerja atau karyawaan baru. Kesulitan mencari pekerja ini dikarenakan para pencari kerja skeptis atau ragu-ragu untuk bekerja di usaha kecil yang dinilainya belum stabil. Dengan adanya berbagai tantangan tersebut, para pebisnis kecil saat ini diminta untuk tidak membuat target yang begitu tinggi. Pebisnis juga diminta untuk memilih keperluan apa yang benar-benar harus dipenuhi agar pengeluaran tidak membengkak.
Bagaimana dengan kamu, Bela? Persiapan apayang kamu lakukan dalam menghadapi situasi "new normal"?