Bela, tahukah kamu kalau timbunan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantar Gebang sudah mencapai 40 meter atau setara dengan gedung 16 lantai? Hal yang menjadi perhatian tentunya dengan jumlah lebih dari kapasitas itu memunculkan risiko longsor bahkan kerusakan beberapa fasilitas pendukung, seperti jalanan dan saluran air. Dinas Lingkungan Hidup DKI memastikan TPST tersebut dapat mengolah 1.000 ton sampah per hari, baik lama maupun baru mulai Maret 2023.
Pastinya kamu sudah tahu jika sampah yang mendominasi adalah plastik sekali pakai. Selain penggunaannya begitu banyak, pengolahan sampah ini terbilang sulit. Nah, untuk menanggulangi isu sampah ini, rupanya ada cara jitu dan praktisnya, lho. Sekarang waktunya gunakan pengganti plastik dan menerapkan Gerakan Guna Ulang!
Gerakan Guna Ulang Jakarta menjadi inisiatif dari Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik dan Enviu untuk mewujudkan ekosistem mendukung gaya hidup guna ulang di salah satu kota metropolitan. Dengan melakukan sosialisasi, program ini berharap dapat melibatkan berbagai kalangan masyarakat untuk mengurangi sampah plastik di DKI Jakarta.
Bagi kamu yang masih awam dengan program tersebut, berikut Popbela berikan sederet informasi mengenai Gerakan Guna Ulang agar kamu terdorong untuk menerapkan gaya hidup ini. Simak selengkapnya di bawah ini, ya!
Guna ulang, budaya lama yang perlu diterapkan di era modern
Konsep sederhana dari guna ulang, contohnya pedagang bakso atau mi ayam yang selalu menyajikan dengan mangkuk ayam ikoniknya. Bahkan, kamu sendiri bisa menggunakan piring sendiri ketika membeli makanannya. Namun sayangnya, hal tersebut makin tergerus lantaran para pedagang lebih menggunakan wadah saji berbahan styrofoam atau plastik.
"Gerakan Guna Ulang berusaha mempopulerkan kembali bahwa itu budaya kita yang patut dipertahankan, tetapi juga bisa diterapkan untuk kehidupan modern sekarang yang serba online. Sekarang kita juga udah bisa belanja online, tapi tetap dapat barang yang guna ulang," ujar Tiza Mafira, Executive Director GIDKP.
Empat kategori dari program guna ulang
Tiza mengungkapkan, terdapat empat kategori dalam program guna ulang, yakni sebagai berikut.
- Refill at home. Pengguna mengisi ulang wadah yang dapat mereka gunakan kembali di rumah.
- Refill on the go. Pengguna mengisi ulang yang dapat mereka gunakan kembali dari luar rumah.
- Return from home. Wadah guna ulang diambil dari rumah oleh layanan penjemputan.
- Return on the go. Pengguna mengembalikkan wadah guna ulang di toko atau titik drop-off.
Kategori Return ini tengah dalam perkembangan karena mendukung gaya hidup segelintir masyarakat saat ini yang anti ribet. Wadah guna ulang yang dikembalikkan itu akan disanitasi terlebih dahulu sebelum dipakai kembali sebagai produk yang baru.
Keterlibatan brand untuk mendukung gaya hidup guna ulang
Sejak setahun lalu, GIDKP dan Zero Waste Living Lab (ZWLL) Enviu berinisiatif mengurangi plastik sekali pakai, khususnya untuk kemasan makanan, produk rumah tangga, hingga dari layanan pesan-antar makanan online. Terdapat tiga startup binaan Enviu ZWLL yang terlibat, seperti Alner, ALLAS, dan QYOS.
“Salah satu kunci agar gaya hidup guna ulang dapat tepat sasaran adalah melibatkan brand yang memang dekat dengan gaya hidup warga Jakarta karena masyarakat sudah kenal dengan produknya. Perusahaan FMCG global Wipro dan Unilever hingga brand lokal YAGI dan Work Coffee adalah contoh perusahaan dan brand yang telah bekerja sama dengan ketiga startup kami dalam memberikan opsi kemasan guna ulang kepada konsumennya di Jakarta,” ungkap Darina Maulana, Indonesia Program Lead, Enviu ZWLL.
Tantangan yang dihadapi dalam penerapan guna ulang
Darina menyatakan, solusi gaya hidup guna ulang tentunya memiliki tantangannya sendiri. Ia menyebutkan, setidaknya ada tiga tantangan, namun menjadi kesempatan baginya untuk tetap mengembangkan program ini.
- Convenience, artinya seberapa nyaman konsumen memakai produk guna ulang.
- Kecocokan kebutuhan konsumen terhadap produk guna ulang.
- Price point, harga ekonomis tentunya lebih dipilih oleh konsumen.
Gerakan guna ulang ternyata lebih rendah emisinya
Tiza menegaskan, “Gerakan guna ulang bisa lebih rendah emisi, karena mengurangi produksi plastik dari bahan mentah maupun daur ulang, dan limbah di pembuangan tingkat akhir juga tidak ada. Plastik yang digunakan kembali memancarkan setidaknya 50 persen gas rumah kaca, ketimbang skenario daur ulang. Jika dilakukan standarisasi, penggunaan kembali bisa mengurangi emisi gas rumah kaca untukkemasan konsumen sampai 80 persen."
Gaya hidup guna ulang itu nggak ribet atau mahal
Banyak yang merasa gaya hidup guna ulang itu susah, ribet bahkan mahal. Nadia Mulya, sang figur publik dan Duta Diet Kantong Plastik, berhasil mematahkan stigma ini dan mengaplikasikan gaya hidup menjadi kebiasaan.
“Sekarang di Jakarta sendiri sudah banyak vendor produk rumah tangga hingga café dan restoran yang mendukung gaya hidup guna ulang. Sudah banyak vendor yang menjual produk sehari-hari keperluan rumah tangga, seperti minyak goreng, bumbu dapur, detergen, hingga sabun cuci piring, dengan kemasan guna ulang. Biasanya, saya membeli produknya lewat toko online dan kemasan pun dijemput gratis setelah produk habis terpakai,” kata Nadia.
Jadikan gaya hidup masyarakat masa kini
Tiza menyarankan, masyarakat perlu mencoba beradaptasi dengan kebiasaan ini selama kurang lebih 66 hari. Tidak masalah jika sesekali berhenti melakukannya. Akan tetapi, jika mereka terus membiasakannya secara konsisten, mereka akan semakin sadar untuk lebih menggunakan produk guna ulang dalam membeli kebutuhan.
Misalnya, kamu ingin membeli kopi, maka kamu perlu membawa tumbler sendiri tentunya. Semudah itu, Bela!
Nah, sekarang kamu jadi lebih paham dengan program Gerakan Guna Ulang, kan? Semoga kamu terdorong untuk menjadikannya sebagai gaya hidup keseharianmu, ya! Hal ini bisa menjadi cara jitu untuk bantu kurangi sampah mayoritas ini.
Apakah kamu sudah beralih dari penggunaan plastik sekali pakai, Bela?