Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) buka suara mengenai imbas dari gelaran sebuah festival musik Berdendang Bergoyang, yang terpaksa dibatalkan di hari ketiga oleh pihak berwajib karena kelebihan daya tampung atau overcrowded. Menurut narasumber Popbela, festival tersebut mendapat izin untuk 5 ribu penonton, tapi tiket terjual adalah 27 ribu.
Ditambah lagi dengan banyaknya kejadian yang memakan banyak korban di keramaian, seperti tragedi Kanjuruhan dan tragedi Itaewon, membuat pihak kepolisian mempertanyakan jaminan keamanan dan keselamatan di festival musik oleh promotor.
Melihat euforia masyarakat yang rindu akan festival musik, tentut industri ini ramai-ramai menggelar acara dalam skala besar. Namun, kelalaian suatu pihak dalam menjalankan standar operasional prosedur (SOP), dapat berimbas pada banyak pihak, termasuk keselamatan para pengunjung yang hadir.
Hal ini pun menjadi sentilan bagi APMI untuk berdiskusi dengan para stakeholder, agar tidak secara emosional membuat acara. Melalui konferensi pers yang digelar di M Bloc Space, Blok M, Jakarta Selatan pada Kamis (3/11/2022) lalu, APMI menyatakan kejadian tersebut seharusnya bisa diperbaiki dan tidak membuat masyarakat ragu untuk pergi ke festival musik yang akan datang.
"Kita ingin bersama-sama agar menjadi spirit, apa yang terjadi kemarin itu harusnya bisa diperbaiki tapi jangan sampai memberhentikan mimpi kita atau achivement kita yang selama beberapa bulan ini sudah berhasil dan memberikan impact positif bagi ekonomi di Indonesia," kata Dino Hamid selaku Ketua Umum APMI.
APMI juga meminta publik untuk melihat masalah ini secara objektif dan jangan sampai digeneralisir untuk menghukum pihak lain.
"Sebenarnya di dunia konser dan festival ada kejadian-kejadian yang harus diperbaiki ke depannya, tapi jangan digeneralisir, menghukum seluruh pihak lain," sambut Emil Mahyudin selaku Sekretaris Jenderal APMI.
APMI pun telah mengambil langkah konkrit untuk dilakukan ke depannya dengan menaikkan standar SOP untuk acara dalam skala besar. Mulai dari persiapan, pelaksanaan sampai pasca acara. APMI juga membuka diri untuk membantu para promotor dalam mengurus perizinan.
"Sebenarnya yang kita bantu buat ke depannya adalah sebuah standar yang bekerja sama dengan instansi terkait, jadi membuat sebuah standar acara mulai dari persiapan, pelaksanaan sampai pasca acara," jelas Dewi Gontha selaku Ketua Bidang Program dan Investasi APMI.
"Kalau secara APMI kita membuka diri untuk teman-teman (promotor), bisa join ke APMI sehingga kita bisa bantu teman-teman dengan ilmu yang kita punya. Contohnya, bagaimana mengurus izin, kita harus kemana? Karena banyak temen-temen yang nggak paham bahwa prosesnya panjang sekali dan memang harus mendatangi banyak sekali instansi," tambahnya.
Tak hanya itu, APMI juga berharap dapat diberikan kesempatan untuk membantu mengkurasi SOP agar dapat dipergunakan oleh semua promotor dan penyelenggara acara.
"Kita sebagai APMI, kalau boleh diberikan kesempatan untuk membantu kurasi terkait dengan SOP itu sendiri. Basisnya adalah pengalaman dari pihak ketiga yang memang fasih di bidangnya. Karena, kami sebagai promotor tidak mungkin bekerja sendiri, kita harus mengajak pihak-pihak lain. Jadi, ke depannya kita membuat standar itu untuk bisa dipergunakan oleh promotor atau penyelenggara acara," tutupnya.
Ditemui di lokasi yang sama untuk acara berbeda, Soleh Solihun yang merupakan mantan jurnalis musik juga mengetahui mengenai apa yang terjadi dengan festival musik Berdendang Bergoyang, sehingga memengaruhi perizinan festival musik lainnya. "Kalau menurut gue, kekhawatiran aparat bisa dimengerti, karena kan, mereka lihat 'oh ini satu event ngaco', wajar kan kalau mereka jadi bereaksi. Karena mereka kan, ngga ngerti sebenernya bagaimana dengan yang lainnya. Takutnya ada yang nggak bener juga," tukasnya.
"Kita kalau lihat dari sisi aparat, mereka juga ingin jaminan lebih baik dari (festival) yang lain, jadi bisa dipahami. Gue sih selalu denger ucapan Adrie Subono zaman dulu yah, standard kalau bikin event, kapasitas 10 ribu, jual tiket 7 ribu. Kenapa Java Musikindo kalau bikin event nggak pernah penuh gedung, karena dia selalu ngejual tiket lebih sedikit dari total kapasitas. Kan simple ya, kalau bikin event kalau mau nyaman, ya jangan berlebihan," ujarnya lagi.
Hal ini diamini oleh David Karto, selaku Ketua bidang komunikasi dan Humas APMI, yang menyatakan bahwa diperlukan penyelenggara acara yang paham alur lalu lintas pengunjung dalam sebuah acara, untuk mendapatkan kenyamanan saat experience sebuah gelaran.
Salah satunya, tidak membuat kapasitas sebuah venue dipenuhi 100 persen, melainkan 70 persen saja, agar pengunjung masih bisa 'mengalir' dan berkeliling dengan nyaman. Ketika hal itu tidak terpenuhi dan bahkan kelebihan, maka wajar jika orang tidak dapat bergerak dan berotasi dengan baik.
Iga Massardi turut buka suara
Musisi pentolan band Barasuara ini juga menyadari apa yang tengah terjadi. Menurutnya, dalam acara apapun, skala kecil maupun besar, keselamatan dan keamanan harus selalu jadi yang utama. "Kita punya sejarah gelap tragedi AACC Bandung, itu kan event skala gigs yg terbilang kecil, lalu di koridor yg berbeda ada tragedi Kanjuruhan yg lebih besar. Keduanya punya titik masalah yg sama: over capacity," tukasnya melalui direct message. "Berkaca dari apa yang terjadi di sebuah festival musik dengan perizinan keramaian di 3000 orang lalu membludak di venue menjadi 21.000 kan, gila," tambahnya lagi.
Iga berpesan, "Tolong hal ini menjadi perhatian bagi promotor baru. Industri pertunjukan baru ngerasain titik cerah setelah 2 tahun ancur lebur orang (industri hiburan) nggak bisa kerja. Lalu kalo penyelenggaraannya berantakan sampai terjadi kerusuhan dan korban jiwa dan izin dipersulit lagi, kita semua akan tiarap lagi," tulisnya.
Hingga akhir tahun ini, ada tiga festival musik besar yang getar getir terkena imbas dari kendala perizinan yang semakin ketat, yakni Soundrenaline, Head in the Clouds dan Djakarta Warehouse Project (DWP).
APMI tengah memperjuangkannya agar ke depannya, ragam festival musik maupun acara besar, dapat digelar sesuai dengan SOP yang lebih ketat dan terencana dengan baik.