Film terbaru garapan Angga Dwimas Sasongko yang berjudul Mencuri Raden Saleh segera tayang 25 Agustus nanti. Genre action-heist yang diangkat dalam film ini mungkin masih jarang ditemui di sinema lokal Indonesia. Melalui dokumenter di balik layar yang berjudul Blueprint garapan Bobby Zarkasih, kuatnya adrenalin para kru dan pemeran selama proses syuting berlangsung harus diakui cukup terasa.
"Kita bingung mau mulai dari mana. Gue juga nggak berani nulis waktu itu. Karena heist tuh... gue biasa bikin film cinta bro!" ucap Angga.
Sulit temukan penulis yang cocok
Karena cukup out of the box, Angga sempat mengalami kesulitan untuk menemukan penulis yang akan menuangkan gagasannya ini. Ia menginginkan sebuah film yang menantang dengan nafas lokal. Namun, kembali lagi kepada persoalan film heist yang belum umum di Indonesia. Ia menemui jalan buntu soal nama yang akan menulis skenarionya.
"Gue nggak tahu juga waktu itu. Terus beberapa penulis di Indonesia, ada sekitar dua orang, kita mikirnya juga, 'ini kenapa kayak kurang, ya? Mungkin karena emang bukan budayanya?'" kata Angga.
Berangkat dari dugaan awal tersebut, ia akhirnya merekrut seorang penulis dari Amerika Serikat yang telah menyabet Emmy Awards. Ia cukup menaruh harapan kali ini, hanya untuk kembali dipatahkan karena tak ada bumbu Indonesia di sana.
"Pemenang Emmy Awards, dia mau nulis. Nulisnya 1,5 tahun. Pas jadi, 'ini mah yang main Tom Cruise aja.' Jakarta jadinya New York," kenangnya.
Angga sempat mencoba untuk menuliskan skenario itu sendiri. Di saat ia mulai merasa tak mampu karena tak ada waktu, untungnya ia bertemu dengan Husein Atmodjo alias Monji yang kemampuan menulis naskah kriminalnya tak diragukan lagi.
"Menulis itu bukan cuma soal mampu, tetapi juga mau. Nah, waktu itu yang gue nggak punya. Kedua, criminal sense atau criminal mind gue itu kurang. Akhirnya ketemu filmnya Monji, judulnya Iseng. Terus ketemu sama Monji. Monji juga cerita banyak. Akhirnya kelihatan nyambung. Monji sama gue nulis bareng," terangnya.
Naskah tersebut akhirnya menjadi setebal kitab suci—kata Angga—karena memuat 300 halaman. Saat menyunting, ada 15 draf tersedia dengan versi yang berbeda. Saking banyaknya, ia yang terbiasa mengingat letak naskah yang tengah diambilnya, jadi kebingungan sendiri.
DoP muda atau berpengalaman?
Permasalahan tak selesai sampai di situ, nih, Bela! Angga kemudian bimbang dalam menentukan Director of Photography (DoP) atau sinematografer untuk Mencuri Raden Saleh. For your information, posisi ini penting banget karena menentukan baik atau tidaknya kualitas fotografi dan sinematografi sebuah film.
"Sebelum gue tahu bentuknya kayak apa, gue cari dulu DoP-nya. Dari situ gue akan eksplor. Nah, cari DoP-nya menarik. Ada dua pilihan, yang senior, yang establish, yang udah punya pakem atau gue cari yang muda. Akhirnya gue sama Crist (produser) sepakat kita cari yang muda, baru, karena kita mau nangkep energinya, bukan experience-nya. Karena percuma, nggak ada juga yang pernah bikin film kayak gini," jelas Angga.
Penuh totalitas
Wujud totalitas Mencuri Raden Saleh terlihat hingga persiapan replika lukisan yang menghabiskan waktu hingga 2,5 tahun. Tim produksi pun mengambil gambar di tempat-tempat yang memang ada, bukan mengandalkan teknologi CGI. Misalnya saja di daerah Kota Tua Jakarta. Mereka hanya mendapat jatah syuting selama 5 jam karena lokasi harus ditutup untuk proyek MRT.
"Gue udah jatuh hati sama lokasinya karena penting. Memang secara desain kita pengen yang arsitektural banyak yang nuansa kolonial gitu. Jadi nggak ada tempat lain. Akhirnya kita coba lobi, lobi, lobi, lobi, lobi. Crist lobi. Crist cuma bilang, 'bisa nih dipakai, tapi nggak bisa dua hari, satu malem.' Dan, kita baru bisa shoot adegannya setelah busway (Transjakarta) selesai, jam 11.30 (malam). Kita cuma punya waktu sampai jam 5 pagi. Itu untuk entire scene kejar-kejaran, racing itu," tutur Angga.
Popbela nggak sabar banget, deh, ingin menyaksikan keseluruhan filmnya. Nama-nama pemeran utamanya pun sudah tak asing di perfilman Indonesia, seperti Iqbaal Ramadhan, Angga Yunanda, Ari Irham, Umay Shahab, Rachel Amanda, hingga Aghniny Haque. Kira-kira, bakal sepecah apa, ya, perpaduan akting mereka berenam dengan genre ini?