Istilah invisibility cloak mungkin pertama kali kamu temui saat mengikuti kisah Harry Potter. Jubah ajaib ini membuat orang yang mengenakannya jadi tak terlihat. Dalam dunia fiksi karangan J.K. Rowling tersebut, Harry biasa mengenakannya untuk memasuki area Hogwarts yang terlarang untuknya.
Namun, ilmu pengetahuan yang terus berkembang membuat jubah ajaib tersebut sekarang hadir di dunia nyata. Simak sejarah dan cara kerja invisibility cloak di bawah ini, yuk!
Sejarah invisibility cloak
Jauh sebelum diadaptasi menjadi elemen penting dalam dunia Harry Potter, invisibility cloak sudah muncul di dalam cerita rakyat dan dongeng dari berbagai negara. Nama lain dari benda ini adalah kakuremino (éš ã‚Œè“‘) dalam bahasa Jepang dan tarnkappe dalam bahasa Jerman. Selain menjadi alat kamuflase, jubah ajaib ini, dalam versi epik Nibelungenlied, juga dapat menambah kekuatan penggunanya.
Cerita tersebut kemudian diadaptasi menjadi film berjudul Die Nibelungen (1924) dengan mengubah jubah menjadi tudung tembus pandang. Di tahun yang sama, invisibility cloak muncul dalam film The Thief of Baghdad karya Raoul Walsh. Setelahnya, invisibility cloak kerap disisipkan dalam berbagai judul novel atau film. Harry Potter menjadi salah satu yang terpopuler, baik novel maupun filmnya.
Bagaimana cara kerja invisibility cloak?
Nyatanya cara kerja invisibility cloak dapat dibuktikan secara ilmiah. Oleh karena itu, banyak ilmuwan yang berusaha membuat benda ajaib ini sejak 2006. Mereka mengaplikasikan teori yang kemudian diberi nama Metamaterial Cloaking. Artinya, para ilmuwan membuat titik buta terarah dengan membelokkan bagian tertentu dari spektrum cahaya (spektrum elektromagnetik).
Hal inilah yang mengelabuhi mata manusia seolah benda yang terhalang oleh invisibility cloak tersebut menghilang. Prinsip ini serupa dengan proses terbentuknya pelangi. Hanya saja, pelangi membelokkan cahaya putih sehingga spektrum warna yang kita kenal sebagai mejikuhibiniu (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu) dapat terlihat.
Mengutip ecns.cn, akademisi dan fisikawan di bidang sinar inframerah dari Chinese Academy of Sciences, Chu Junhao, memperkenalkan invisibility cloak yang digarapnya pada akhir Oktober lalu. Di hadapan para audiens dalam forum sains tersebut, ia menunjukkan kakinya bisa terlihat tembus pandang. Jubah ajaib ini ia sebut terbuat dari bahan "lenticular grating (kisi lentikular)" yang memungkinkan cahaya dibiaskan secara teratur.
Bahan khusus tersebut terdiri dari deretan lensa cembung silindris kecil yang disusun menjadi lensa cembung silindris. Setiap lensa cembung silindris akan memampatkan benda di belakang benda menjadi kepingan tipis dan lensa yang cukup memecah benda menjadi jumlah tak terhingga. Kepingan tipis yang identik itulah yang memberi ilusi tembus pandang di penglihatan orang lain.
Dikembangkan agar bisa kelabuhi alat deteksi
Chu Junhao juga menyebut bahwa invisibility cloak yang ia perkenalkan tersebut tengah ia kembangkan agar bisa mengelabuhi pemantauan inframerah. Konsep "metamaterial" memberikan solusi baru untuk ketidaktampakan sempurna dari gelombang elektromagnetik apa pun. Material komposit buatan manusia ini mengubah sifat konvensional cahaya dan gelombang elektromagnetik dengan merancang dan mengatur ulang struktur halus material. Oleh karena itu, ia yakin di masa depan mungkin saja akan ada hal seperti ruangan tak kasat mata dengan privasi lebih baik dan alat bantu dengar tak kasat mata.
"Di masa depan, dengan kematangan teknologi dan 'metamaterial' secara bertahap, fantasi 'tak terlihat' dalam karya fiksi ilmiah secara bertahap akan menjadi kenyataan," kata Chu Junhao.
South China Morning Post pada akhir 2022 melaporkan bahwa mahasiswa asal Tiongkok menciptakan baju bernama InvisDefense. Serupa dengan invisibility cloak, setelan ini bahkan dapat mengelabuhi kamera pengawas. Inovasi ini menjuarai sebuah kompetisi yang disponsori oleh Huawei Technologies Co., 27 November 2022 lalu.
“Saat ini banyak alat pengawasan yang bisa mendeteksi tubuh manusia. Kamera di jalan memiliki fungsi deteksi pejalan kaki dan mobil pintar dapat mengidentifikasi pejalan kaki, jalan, dan rintangan. InvisDefense kami memungkinkan kamera menangkap Anda, namun tidak dapat mengetahui apakah Anda manusia,” kata Profesor Wang Zheng dari sekolah ilmu komputer Universitas Wuhan yang mengawasi proyek ini.
InvisDefense memakan waktu selama tiga bulan untuk uji coba. Kelebihan dari inovasi ini adalah biayanya yang terbilang murah karena hanya menghabiskan kurang 500 yuan (US$70). Saat ini, mereka masih berusaha mencari cara agar setelan ini juga tak terdeteksi komputer dan artificial intelligence (AI).
Bagaimana tanggapanmu terkait invisibility cloak perlahan menjadi nyata ini, Bela? Tertarik untuk mengoleksinya?