Pada Kamis (16/12/2021) kemarin, pengusaha Ardi Bakrie dan Nia Ramadhani, kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Di persidangan tersebut, Nia mengakui bahwa alasan ia menggunakan narkoba jenis sabu-sabu sejak April 2021, adalah untuk menghilangkan kesedihan yang sudah berlarut atas kepergian ayahnya pada awal 2014.
Sementara itu, Ardi sendiri mengaku alasannya menggunakan zat adiktif tersebut karena ia memendam banyak masalah dan tidak berbagi kepada orang lain.
Di saat yang sama, Nia mengungkapkan bahwa ia memakai narkoba juga karena dorongan teman dan termakan ucapannya.
"Terus ada yang mempengaruhi saya, teman pada tahun 2006. Kalau misalnya kita capek jadi kuat, sedih jadi happy (pakai sabu)," kenang Nia Ramadhani. "Karena batin saya lagi lemah, jadi saya kemakan sama kata-kata itu. Lalu saya cari, April 2021 (saya pakai)," tambahnya lagi.
Pengaruh sabu terhadap diri dan produktivitas
Menelusuri kisah para selebriti yang pernah tertangkap basah mengonsumsi narkoba jenis sabu, biasanya alasan yang dikemukakan adalah untuk performa diri ketika bekerja. Contohnya, komedian Nunung yang ditangkap pada 2018 lalu dan mengaku telah menggunakan sabu selama 20 tahun. Alasannya, untuk bisa bekerja dengan semangat dan percaya diri.
Penelitian oleh para antropolog medis menunjukkan bahwa pengguna metamfetamin sering menggunakan narkoba untuk meningkatkan kinerja mereka di tempat kerja atau sekolah, bukan hanya untuk mabuk.
Lalu apa sebenarnya sensasi yang dirasakan ketika memakai sabu dan bagaimana tanda seseorang sedang ketergantungan sabu? Melansir dari berbagai sumber, berikut penjelasannya.
Efek psikologis penggunaan sabu
Melansir dari wired.com, seorang profesor Notre Dame, menanggapi unggahan tentang rejimen obat para pembaca Wired.com. Dia menulis:
Bahkan dengan obat seperti metamfetamin, sebagian besar pengguna berat dalam penelitian kami terlibat dalam "penggunaan fungsional". Mereka [digunakan] untuk meningkatkan fungsi kognitif (atau mengkompensasi defisit), untuk meningkatkan produktivitas secara keseluruhan, dan bahkan tampak "normal" saat sedang tinggi (katakanlah, tidak seperti alkohol).
Dorongan kuat yang didapat orang dari penggunaan sabu, menyebabkan banyak orang ketagihan sejak awal. Saat digunakan, zat kimia yang disebut dopamin membanjiri bagian otak yang mengatur perasaan senang. Pengguna juga merasa percaya diri dan energik.
Sebaliknya, beberapa orang menemukan bahwa emosi mereka "tumpul" ketika mereka menggunakan sabu. Artinya mereka menjadi kurang menyadari perasaan mereka. Ini bisa menjadi faktor motivasi bagi orang-orang yang ingin melarikan diri dari kenangan menyakitkan atau keadaan hidup yang sulit.
Apa saja tanda-tanda seseorang menggunakan sabu?
Sebuah artikel di LA Times pada tahun 2004 pun sudah membahas hal ini. Obat ilegal—juga dikenal sebagai "ice", "Tina" atau "crystal", adalah stimulan yang kuat, dengan dosis tunggal dapat membuat pengguna tetap tinggi hingga 14 jam. Setidaknya pada awalnya, orang mengatakan itu membuat mereka merasa seperti pahlawan super, percaya diri, tak tersentuh, bahkan mampu menyelesaikan pekerjaan sehari dalam beberapa jam.
Ini mungkin sangat menarik bagi semakin banyak pekerja Amerika yang—menurut penelitian—bekerja lebih lama dan diminta untuk berbuat lebih banyak oleh atasan mereka. Bagi sebagian orang, obat terlarang itu tampaknya memberikan solusi yang baik untuk jadwal kerja yang sibuk dan bos yang menuntut. Secara anekdot, pengguna berbicara tentang mengaduk sabu ke dalam kopi mereka di pagi hari sebelum berangkat ke kantor.
Sehingga bisa dikatakan, tanpa kamu ketahui, bisa saja sosok yang kamu kenal yang tampaknya tidak punya masalah hidup—contohnya saja Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie—yang dari luarnya tampak sukses dan bahagia, namun ternyata menyimpan rahasia.
Efek jangka panjang
Penelitian mulai mendokumentasikan efek jangka panjang dari penggunaan sabu pada otak, yang tampaknya parah. Melansir dari LA Times, Menurut satu studi tahun 2004, pengguna jangka panjang menderita kehilangan memori dan kemampuan kognitif yang serupa dengan orang-orang dengan penyakit Parkinson.
Rawson dari UCLA telah menemukan bahwa pengguna mulai membalikkan kerusakan otak setelah mereka berhenti menggunakan obat selama sekitar satu tahun. Meskipun beberapa ahli pengobatan telah melaporkan bahwa kecanduan sabu sangat sulit untuk dihentikan, penelitian Rawson telah menemukan bahwa tingkat keberhasilan untuk mengobati pecandu sabu hampir sama dengan pengguna kokain, yaitu sekitar 50% hingga 60%.
Pertanyaan sebelum kamu mau mencoba narkoba jenis sabu adalah, apakah ingin bahagia sekarang, hilang kemampuan kognitif kemudian? Nggak mau kan, jadi lemot—bahkan sebelum kamu menua?