Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Sejarah Pers Indonesia: Perkembangan dari Masa ke Masa

Diperingati setiap tanggal 9 Februari

Nabila Damaan

Setiap tanggal 9 Februari, Indonesia memperingati Hari Pers Nasional. Tanggal yang diambil bertepatan dengan tanggal lahir Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada tahun 1946. Hari Pers Nasional sendiri ditetapkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1985 melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 tentang Hari Pers Nasional.

Pers telah menjadi bagian penting dari perkembangan sosial dan politik Indonesia selama berabad-abad. Dari awal mula penerbitan hingga era digital saat ini, pers telah memainkan peran penting dalam membentuk opini publik, memperjuangkan kebebasan berbicara, dan mengkritik pemerintahan.

Memiliki rekam sejarah yang panjang, lantas seperti apa sejarah pers di Indonesia?

1.Masa Kolonial Belanda

wikimedia.com

Sejarah pers Indonesia dimulai pada masa kolonial Belanda, yakni ketika surat kabar pertama kali diterbitkan, tepatnya pada abad ke-17, Bela. Surat kabar yang pertama kali terbit itu "Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen" yang artinya "Berita dan Penalaran Politik Batavia" pada 7 Agustus 1744.

  • Pada awal abad ke-20, beberapa surat kabar muncul, seperti Batavia Nouvelles (1744-1746), Bataviasche Courant (1817), dan Bataviasche Advertentieblad (1827). Selain itu, perkembangan surat kabar cukup berkembang pesat.
  • Ketika Inggris menguasai wilayah Hindia Timur pada 1811, terbit surat kabar berbahasa Inggris "Java Government Gazzete".
  • Pada 1851, "De Locomotief" terbit di Semarang. Surat kabar yang memuat semangat kritis terhadap pemerintahan kolonial dan pengaruh yang cukup besar.
  • Pada abad ke-19, untuk bersaing dengan surat kabar berbahasa Belanda, muncul surat kabar berbahasa Melayu dan Jawa, seperti "Bintang Timoer" (Surabaya, 1850), "Bromartani" (Surakarta, 1855), "Bianglala" (Batavia, 1867), dan "Berita Betawie" (Batavia, 1874).
  • Pada 1907, terbit "Medan Prijaji" di Bandung yang dianggap sebagai pelopor pers nasional karena diterbitkan oleh pengusaha pribumi untuk pertama kali, yaitu Tirto Adhi Soerjo.

2. Masa Kebangkitan Nasional

wikimedia.com

Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945, pers menjadi alat utama bagi pemerintah provisional untuk menyebarkan informasi dan memperjuangkan kemerdekaan. Surat kabar seperti "Merdeka" dan "Pedoman Rakyat" menjadi suara bagi gerakan nasionalis.

Sebelum itu, tepat ketika Jepang mulai menguasai Nusantara pada 1942, kebijakan pers turut berubah. Semua penerbit yang berasal dari Belanda dan China dilarang beroperasi. Sebagai gantinya, penguasa militer Jepang lalu menerbitkan sejumlah surat kabar sendiri.

Saat itu terdapat lima surat kabar yaitu Jawa Shinbun yang terbit di Jawa, Boernoe Shinbun di Kalimantan, Celebes Shinbun di Sulawesi, Sumatra Shinbun di Sumatra dan Ceram Shinbun di Seram.

3. Orde Lama

wikimedia.com

Pada orde lama ini juga, perkembangan pers dibagi ke dalam 3 masa, yakni masa Revolusi Fisik, Demokrasi Liberal, dan Demokrasi Terpimpin, Bela.

  • Revolusi Fisik
    Revolusi fisik berlangsung pada tahun 1945-1949, kala itu pers dibagi menjadi dua kubu, yakni kubu yang diterbitkan sekutu dan Belanda (NICA), dan kubu yang diterbitkan oleh orang Indonesia atau pribumi (Pers Republik).
    Pada masa ini, sejumlah tonggak sejarah pers Indonesia lahir, yakni munculnya RRI pada 11 September 1945, dan organisasi PWI pada 1946 yang kemudian menjadi cikal bakal Hari Pers Nasional.
    Pada periode September hingga akhir tahun 1945, pers nasional semakin kuat dengan munculnya surat kabar "Soeara Merdeka" di Bandung dan "Berita Indonesia" di Jakarta, serta beberapa surat kabar lainnya seperti "Merdeka", "Independent", "Indonesian News Bulletin", "Warta Indonesia", dan "The Voice of Free Indonesia".

 

  • Demokrasi Liberal
    Demokrasi liberal berlangsung pada tahun 1950-1959. Kala itu, sistem pers sudah menganut sistem liberal yang menjunjung tinggi kebebasan. Pikiran Rakjat menjadi satu di antara surat kabar yang tumbuh dan berkembang pada masa Demokrasi Liberal. Lahir pada tahun 1950-an, Pikiran Rakjat menjadi sebuah harian lokal yang menyoroti masalah-masalah politik nasional dan mampu berkembang ketika kondisi politik Indonesia diwarnai oleh adu kekuatan antara partai-partai politik pada masa Demokrasi Liberal.

 

  • Demokrasi Terpimpin
    Periode ini berlangsung pada tahun 1959–1965. Masa ketika Presiden Soeharto bertindak otoriter, terutama pada pers nasional. Kebebasan pers mulai tergerus pada era ini. Ditandai dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
    Masa ketika setiap perusahaan haruslah mengantongi Surat Izin Terbit (SIT). Surat kabar, majalah, dan kantor berita yang tidak menaati peraturan pemerintah dalam usaha penerbitan pers nasional, diberikan sanksi tegas.

4. Orde Baru

wikimedia.com

Masa kelam bagi pers nasional mengalami titik terang. Pada masa orde baru ini, kebebasan pers sudah mulai diakui pemerintah, dibuktikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966, kebebasan pers di Indonesia tidak didefinisikan sebagai kebebasan yang bersifat liberal, tetapi sebagai kebebasan untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan. Dalam undang-undang yang sama, pemerintah juga menjanjikan kebebasan pers dalam Prinsip-prinsip Dasar Pers.

Sayangnya, kebebasan tersebut tidak berangsur lama. Pers mengalami kontrol yang ketat dari pemerintah, bahkan terdapat sekitar 70 surat kabar dibredel oleh pemerintah, serta banyak wartawan juga yang ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah.

Surat kabar yang dilarang beroperasi oleh Presiden Soeharto adalah Harian Kompas, Tempo, DeTIK, Editor, dan Monitor. Bukan hanya surat kabar, media elektronik juga tidak luput dibredel oleh pemerintah, seperti televisi dan radio.

5. Era Reformasi

wikimedia.com

Setelah jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia memasuki era reformasi. Kemerdekaan pers semakin diakui, dan berbagai media baru bermunculan. Pada masa Reformasi di Indonesia, kebebasan pers diakui dengan dibubarkannya Departemen Penerangan.

Jaminan dan perlindungan terhadap komunikasi, perolehan, dan penyampaian informasi melalui media massa diatur dalam TAP MPR RI No. XXVII tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia.

Selain itu, praktik penyensoran terhadap pers sudah tidak diberlakukan lagi. Media massa diberikan kebebasan penuh untuk melakukan berbagai jenis pemberitaan. Dengan kebijakan baru ini, Indonesia berhasil menempati posisi sebagai salah satu negara di Asia Tenggara dengan kebebasan pers tertinggi pada awal masa Reformasi, lho Bela.

6. Tantangan Era Digital

GNFI.com

Dalam era digital saat ini, pers Indonesia menghadapi tantangan baru dan peluang baru. Media sosial dan platform daring memberikan akses yang lebih luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam diskusi publik, namun juga membawa risiko disinformasi dan kebencian daring.

Itulah sekilas tentang sejarah perkembangan pers nasiona dari masa ke masa. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, pers tetap menjadi pilar penting dalam membangun masyarakat yang demokratis dan transparan di Indonesia. Selamat Hari Pers Nasional!

IDN Channels

Latest from Working Life