Pembangunan infrastruktur di suatu negara memang sangat penting, apalagi proyek tersebut dapat tepat guna dan bermanfaat bagi masyarakat. Pembangunan infrastruktur biasanya akan menelan biaya yang cukup besar dan tentunya dengan perencanaan yang tidak kalah memakan waktu.
Kamu tahu Burj Khalifa di Dubai? bangunan tertinggi di dunia itu menjadi satu cerita sukses megaproyek yang pernah ada. Namun, ada pula nih, megaproyek yang digadang-gadang akan memiliki nilai guna, malah dianggap sebagai megaproyek paling sia-sia di dunia. Kira-kira apa saja, ya?
1. Interstate H-3, Hawaii, Amerika Serikat
Interstate H-3, Hawaii adalah sebuah proyek infrastruktur berupa jalan raya yang terbentang sepanjang 26 kilometer dan melintasi Lembah Moanalua.
Pembangunan jalan raya Interstate H-3 awalnya akan direncanakan pada tahun 1960 dengan tujuan sebagai penghubung Pangkalan Angkatan Laut Pearl Harbor dan Pangkalan Udara Korps Marinir di pantai timur. Namun, penduduk asli Hawaii sempat menentang pembangunan jalan tersebut karena khawatir akan menimbulkan urbanisasi besar-besaran.
Akhirnya di tahun 1989 proyek jalan raya Interstate H-3 memulai pembangunan. Memakan waktu hingga 37 tahun, mega proyek ini selesai di tahun 1997. Dengan teknologi mutakhir, Jalan raya Interstate H3 dianggap sebagai keajaiban teknik.
Biaya keseluruhan konstruksi adalah US$1,3 miliar (Rp19,5 triliun kurs saat ini) yang setara dengan kira-kira US$50 juta (Rp751 miliar) per kilometer. Sungguh biaya yang fantastis.
Pembangunan mega proyek ini dikatakan para kritikus sebagai pembangunan yang sia-sia. Mereka mengatakan pembangunan jalan yang menggelontorkan biaya cukup banyak itu sudah tidak relevan lagi dengan keadaan Amerika saat ini.
Hingga saat ini, penduduk asli Hawaii pun tidak ada yang mau melintasi jalan tersebut mereka percaya jalanan itu "terkutuk" karena menghancurkan beberapa situs budaya penting agama selama pembangunannya.
2. Ciudad Real Central Airport, Spanyol
Spanyol menjadi tempat wisata paling populer di Eropa. Itulah yang mendasari pembangunan Bandara Ciudad Real Central. Bandara tersebut bertujuan memberikan alternatif bagi bandara utama Spanyol yang semakin kelebihan beban.
Bandara baru tersebut memiliki salah satu dari lima landasan pacu terpanjang di Eropa, mampu menampung 2 juta orang per tahunnya, dan akan terus ditingkatkan seiring berjalannya waktu. Upgrade pun dilakukan dengan biaya yang dikeluarkan sebesar US$1,3 miliar, hingga bandara akhirnya beroperasi di tahun 2009.
Sayangnya, tahun 2011 perusahaan di balik proyek pembangunan Ciudad Real Central menyatakan gulung tikar. Penyebabnya adalah lokasi yang dipilih bandara ternyata bukan seperti namanya yang terletak di tengah kota, melainkan berada 200 kilometer dari kota Madrid.
Sebagian besar pelanggan memilih untuk tidak berkendara berjam-jam menuju bandara Ciudad Real Central, dan kebanyakan maskapai besar tidak menjalankan operasinya di bandara tersebut. Akibatnya dalam kurun waktu setahun, jumlah maskapai yang beroperasi berkurang drastis.
Pada 2012, bandara telah memperoleh utang US$350 juta karena kurangnya maskapai besar untuk menarik pelanggan, dan berakhir penutupan.
3. Naypyidaw, Myanmar
Pada tahun 2002, mantan otoritas Myanmar secara diam-diam menciptakan tanah tak bertuan menjadi ibu kota baru. Pemimpin Myanmar itu baru menyatakan niatnya kepada publik pada November 2005. Empat bulan setelahnya, ia mengungkapkan nama ibu kota masa depan, yakni "Naypyidaw", yang diterjemahkan sebagai "penghuni Raja".
Berbagai spekulasi bermunculan perihal alasan pemindahan Ibu Kota Myanmar. Mulai dari komando militer yang takut akan invasi laut, ada pula yang berasumsi dipindahkan atas saran astrolog, over populasi di ibu kota lama, sampai pada masa pemerintahan Inggris, kota tepi laut dibuat sebagai ibu kota untuk membantu Angkatan Laut Inggris. Akibatnya, masuk akal bagi Myanmar untuk memindahkan ibu kotanya ke posisi yang lebih sentral.
Proyek baru selesai dengan cepat, dan pemerintah berturut-turut telah menginvestasikan US$4 miliar di proyek tersebut. Untuk menarik tamu ke ibu kota baru, Naypyidaw memiliki jalan tol 20 jalur, lebih dari 100 hotel mewah, lapangan golf, museum, dan bahkan salinan ikon Yangon setinggi 99 meter.
Sayangnya, masih banyak penduduk yang enggan untuk pindah ke ibu kota baru lantaran masih kurangnya fasilitas perawatan kesehatan, institusi pendidikan berkualitas tinggi dan prospek ekonomi. Hanya memiliki 1 juta penduduk, membuat Naypyidaw sampai dijuluki kota hantu, lho.
4. Forest City, Malaysia
Mega proyek selanjutnya berasal di negara tetangga, Malaysia. Demi memanfaatkan tanah reklamasi di empat pulau buatan, Malaysia menciptakan kota metropolis hijau futuristik, Forest City.
Pembangunan ini tentu menggiurkan para investor lantaran lahan reklamasi ini berdekatan dengan Singapura. Pengembang telah menghubungkan Forest City dan Singapura melalui jembatan penghubung kedua, mengurangi jarak antar kota menjadi hanya 20 menit.
Sekitar US$100 miliar digelontorkan untuk pembangunan Forest City, dan diharapkan selesai pada tahun 2035. Namun, usaha yang sangat ambisius ini bukannya tanpa tantangan. Sejumlah hambatan ekonomi dan politik sudah menghambat kemajuannya.
Salah satu yang terjadi adalah hampir 80% pemilik properti Forest City adalah warga negara Tiongkok yang juga merupakan investor terbesar di proyek ini, membuat penduduk asli Malaysia khawatir. Lalu, sejak bergantinya perdana menteri baru, Mahathir Mohamad melarang orang asing membeli properti di Forest City.
Kebijakan baru tersebut bagai pisau bermata dua. Akibatnya, banyak orang asing yang mulai meninggalkan kota, sehingga memperlambat investasi prospektif.
Jadi, pada awal tahun 2020, kurang dari 500 orang tinggal di proyek-proyek perumahan, yang merupakan jumlah sangat kecil, mengingat Forest City menargetkan untuk 700.000 orang.
5. Yucca Mountain Nuclear Waste Repository, Nevada, Amerika Serikat
Daftar terakhir mega proyek yang dianggap sia-sia, yakni sebuah fasilitas yang digunakan untuk menyimpan limbah nuklir yang berada di dalam gunung Yucca. Limbah nuklir masih menjadi permasalahan lingkungan, pembangunan fasilitas ini diharapkan mampu mengatasi sedikit masalah limbah tersebut.
Saat ini, limbah nuklir disimpan di atas tanah di dekat fasilitas pembangkit listrik. Komunitas ilmiah setuju bahwa pendekatan pembuangan jangka panjang yang paling aman adalah dengan menyimpan bahan berbahaya ini jauh di bawah perut bumi.
Selain letaknya yang terpencil, gunung ini tersusun dari abu vulkanik yang berasal jutaan tahun yang lalu memungkinkan Gunung Yucca dapat menyerap limbah nuklir. Namun, anggota legislatif dan masyarakat umum sangat menentang konsep tersebut. Penentang mengatakan bahwa lokasi itu tidak pantas untuk gudang karena dapat mencemari pasokan air setempat. Meskipun ada keberatan, proyek itu disetujui pada tahun 2002.
Lalu, pada saat Barack Obama menjadi Presiden Amerika Serikat proyek tersebut dihentikan pada tahun 2010, dan pemerintah memberhentikan pendanaan. Tahun 2013, perizinan proyek dipulihkan, tetapi pemerintahan Joe Biden dengan tegas proyek di gunung Yucca tidak lagi masuk ke agenda negara. Proyek yang sudah menghabiskan dana sebesar UD$17 miliar akhirnya mangkrak hingga saat ini.
Demikianlah 5 megaproyek yang dianggap sia-sia di dunia. Banyak faktor yang menyebabkan pembangunan infrastruktur tersebut gagal memiliki nilai guna. Salah satunya adalah tempat yang tidak strategis. Bagaimana tanggapanmu Bela?