Anggapan bahwa pencari nafkah sebenarnya hanya laki-laki saja masih kuat di masyarakat kita yang memang patriarkat. Laki-laki dianggap lebih memiliki kuasa dan kemampuan dalam bekerja. Padahal perempuan pun banyak yang memiliki bakat di berbagai bidang publik, termasuk pekerjaan yang dianggap sangat maskulin seperti teknisi dan kedokteran. Hari ini, aku baru tahu kalau kenyataannya memang masih sepahit itu. Aku harus keluar dari pekerjaanku karena menikah.
Memiliki pendidikan tinggi dan karier yang bagus tak lantas membuat orang-orang percaya bahwa aku memang punya kemampuan.
Bagi mereka aku bekerja hanya sebagai pengisi waktu saja, bukan passion apalagi kebutuhan emosional. Dan mereka berpikir bahwa aku sebenarnya tak perlu dan tak pantas bekerja. Toh, suamiku yang akan bekerja dan memberiku banyak uang. Lalu aku harus di rumah saja dan menjadi boneka?
Saat memojokkanku, alasan kodrat perempuan selalu digembor-gemborkan
Sebuah keluarga seharusnya saling membantu dan bahu-membahu dalam membagi tugas di dalam rumahnya. Jika aku bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga, kenapa suamiku tidak? Jika suamiku bisa bekerja, kenapa aku tidak?
Padahal bekerja bagiku bukan hanya untuk mencari uang, tapi juga demi kesenangan dan pengembangan diri
Alasan andalan laki-laki adalah mereka ingin membahagiakan dan memanjakan perempuan. Mereka harus dibuat merasa nyaman sehingga tak perlu lelah bekerja, tinggal menerima uangnya saja. Tapi bagiku, bekerja adalah hal yang membuatku bahagia karena aku menemukan passion-ku di sana.
Aku ingin bekerja juga bukan karena tak mau jadi ibu rumah tangga
Ibu rumah tangga bukan hanya mereka yang tinggal di rumah saja. Meski bekerja, wanita yang berkeluarga juga tetap harus disebut sebagai ibu. Karena memasak, membersihkan rumah, dan mengurus anak bukanlah kodrat untuk jenis kelamin tertentu saja. Bukan berarti pula kalau aku bekerja maka aku tak akan mau mengurus putra dan putriku.
Tuhan membuka pintu rezeki untuk siapa saja, jadi apa bekerja itu dosa?
Jika memang Tuhan memberiku rezeki lewat sebuah pekerjaan yang aku senangi, mengapa aku harus dilarang melakukannya dengan alasan menyalahi kodrat? Tuhan tidak pernah mengatakan bahwa kodrat laki-laki adalah bekerja dan perempuan menikmati hasilnya. Jika aku tak boleh memilih dua-duanya antara pernikahan yang bahagia dan karier yang cemerlang, lalu aku harus sedih atau bahagia atas takdir yang aku jalani sekarang?