Perbedaan generasi dalam lingkungan kerja menjadi salah satu faktor yang dapat memicu masalah antar rekan kerja. Misalnya, atasan yang berusia sekitar 35-40an menganggap jika pegawai baru yang merupakan generasi millenials pemalas dan nggak patuh peraturan karena jarang mengenakan kemeja yang rapi dan sering terlambat. Padahal, belum tentu generasi yang lebih muda itu benar-benar pemalas, bukan begitu, Bela?
Apa kamu pernah mengalami masalah seperti ini, Bela? Dianggap pemalas oleh rekan kerja yang lebih tua? Ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya, alasan yang membuat generasi millenials dianggap sebagai generasi pemalas.
1. Millenials sudah nggak mengikuti budaya kerja masa lampau
Mengenakan kemeja saat bekerja? Denda karena telat masuk ke kantor? Rapat untuk menyiapkan rapat lainnya? Berbeda dengan generasi di atasnya, millenials nggak lagi melihat peraturan atau budaya kerja seperti itu penting untuk diikuti. Melansir dari Lifehack, bagi millenials, peraturan seperti itu sudah kuno. Mereka pun nggak ingin bekerja untuk perusahaan yang masih menerapkan peraturan tersebut dan enggan berkembang mengikuti zaman. Generasi millenials cenderung bekerja mengambil cara yang efektif dan cepat, bukan mengikuti peraturan yang dapat memakan waktu lama.
2. Millenials memercayai hidup, bukan keseimbangan karier-kehidupan
Bekerja bukan lagi sesuatu yang millenials inginkan dalam hidupnya. Mereka menginginkan waktu untuk keluarga, teman, hobi, dan hal-hal yang yang membuatnya santai dan menikmati hidup. Mereka bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja. Karena itu pula, konsep bisnis gaya hidup meraih popularitas tinggi di kalangan ini. Millenials ingin menggabungkan minat mereka dengan keuntungan dan bekerja pada projek yang mereka sukai, ketimbang membantu orang lain untuk mencapai keuntungan dan kesuksesan mereka.
3. Millenials ingin bekerja dengan tujuan
Millenials nggak mencari pekerjaan jangka panjang hanya untuk membayar tagihan mereka. Generasi ini menginginkan pekerjaan dengan tujuan, dan untuk melakukan sesuatu yang berart dalam hidup. Berdasarkan hasil survei terbaru dari Deloitte, 6 dari 10 responden mengatakan tujuan adalah alasan utama mereka memilih bekerja di perusahaan tertentu.
Di sisi lain, kebanyakan perusahaan nggak memberikan karyawan muda hal tersebut. Sebanyak 28% responden dari survei yang sama mengaku merasa kalau kantor tempat mereka bekerja hanya 'memeras' kemampuannya.
4. Millenials lebih menghargai manfaat kerja yang abstrak
Kalangan millenial yang sedang mencari kerja dibekali dengan teknologi dan internet. Mereka dapat mengetahui informasi lengkap mengenai perusahaan yang diincar, termasuk ulasan dari pegawai sebelumnya dan saat ini. Mereka nggak lagi menginginkan sebuah set peraturan kerja dan bonus tahunan yang dikejar generasi sebelumnya. Millenials lebih tertarik pada manfaat kerja yang nggak berwujud, seperti budaya perusahaan yang ramah, manajemen mikro dan birokrasi yang lebih sederhana, cuti panjang, ruang kerja keren, izin untuk membawa hewan peliharaan, atau keuntungan kesejahteraan. Jika perusahaan dapat menawarkan keuntungan seperti ini, millenials akan karyawan yang setia pada tempatnya bekerja.
5. Millenials terbiasa fleksibel dan langsung bekerja
Generasi millenials terbiasa menjawab telepon atau memecahkan masalah di mana pun ia berada. Ini yang membuat mereka merasa nggak perlu terikat dengan menja kerjanya. Pun, ini juga yang melatarbelakangi pemikiran untuk bekerja secara fleksibel dari mana pun karena ia bisa menyelesaikan tugasnya dengan mudah, selama ada koneksi internet dan terminal listrik.
Kalangan millenials nggak ingin mengulangi rutinitas kerja yang dialami orangtuanya, seperti menghabiskan sekitar 60 jam hanya bekerja di mejanya. Mereka menginginkan karier dan kehidupan yang sukses di luar dari cubicle-nya. Caranya? Bekerja dengan waktu dan tempat yang fleksibel, ditambah kemampuannya dalam menguasai teknologi terbaru, memungkinkannya untuk bekerja dengan mudah dari mana pun dan kapan pun.
6. Millenials adalah generasi otonom
Kebanyakan dari generasi millenials belajar mengetik di kolom pencarian Google sebelum memulai menulis di kertas. Millenials tahu cara dan tempat menemukan informasi yang dibutuhkan dan sering mengambil kesempatan belajar dari free online learning tools untuk mendapatkan kemampuan baru. Selain itu, mereka tumbuh sembari mendengarkan cerita seorang CEO yang sukses membangun bisnis hanya dari kamar tidur atau garasinya. Ini menjadi inspirasi sekaligus mendorong mereka menjadi ambisius dan merasa mampu untuk turut sukses.
7. Millenials ingin transparansi
Pegawai generasi millenials nggak hanya ingin mengangguk dan setuju begitu saja dengan atasannya, kecuali sudah melihat dan memahami logika di balik perintah tersebut. Mereka nggak ingin mendengarkan alasan "Aku bosnya, dan aku lebih mengerti daripada kamu." Millenials ingin tahu alasan dibalik setiap keputusan yang dibuat dan pentingnya hal itu diputuskan. Mereka mungkin saja nggak selalu setuju atau sepemahaman, namun millenials menghargai transparansi yang diberikan.
8. Millenials ingin belajar dari pengalaman
Sebagian besar millenials ambisius dan nggak akan langsung puas dengan bekerja sebagai manajer menengah sampai akhir hayatnya. Mereka selalu menginginkan pengetahuan baru dan pengalaman langsung. Generasi ini berfokus pada perkembangan diri, dan selalu belajar saat mendapat kesempatan. Bahkan, mereka lebih memilih mendapatkan pengetahuan dari kursus dan pelatihan dari pengalaman nyata, ketimbang mengejar gelar baru atau sertifikasi.
Bukan karena pemalas, melainkan budaya kerja berbeda yang membuat generasi Millenials terlihat sebagai pegawai yang kurang mematuhi peraturan. Cara kerja yang sama pun ditunjukkan oleh generasi lain di bawahnya, seperti Gen-Y. Pemahaman mendalam tentang generasi millenials di dunia kerja dapat membantu mengurangi kesalahapahaman antar generasi serta memberikan win-win solution untuk membuat millenilas lebih nyaman dalam bekerja.