Silicon Valley memiliki pengaruh besar bagi kehidupan di abad ke-21. Dari internet ke media sosial, hingga ponsel cerdas dan mobil listrik. Silicon Valley adalah bagian dari kehidupan modern kita yang dikendalikan oleh beberapa perusahaan besar dalam sejarah.
Silicon Valley mungkin adalah tempat di mana impian bisa menjadi kenyataan, banyak perusahaan raksasa bernilai miliaran dolar dan siswa yang putus sekolah seperti Bill Gates bisa sukses secara global di sana. Tetapi, realitasnya jauh berbeda dengan apa yang kita bayangkan. Faktanya, banyak kekacauan tentang Silicon Valley, tempat itu dipenuhi dengan banyak masalah yang menggelayutinya.
1. Gaji yang besar tidak sebanding dengan biaya hidup yang tinggi
San Francisco Chronicle melaporkan pada 2019 bahwa rata-rata gaji tahunan karyawan Google sebesar US$250.000. Sayangnya bagi penduduk Silicon Valley, wilayah itu menjadi tempat dengan biaya kehidupan yang tinggi. Dan upah tinggi itu tak sebanding dengan pengeluarannya. Seperti yang dijelaskan Business Insider, sewa tempat tinggal di Silicon Valley sangat mahal, bahkan beberapa pekerja teknologi harus tinggal di dalam van.
Menurut Payscale, biaya hidup di Silicon Valley sebenarnya 100 persen lebih tinggi daripada rata-rata di tingkat nasionalnya. Seperti yang dikutip The New York Times, pemerintah federal mengklasifikasikan sebuah keluarga beranggotakan empat orang yang berpenghasilan hingga US$117.400 sebagai keluarga yang berpenghasilan rendah.
2. Ageisme sudah sangat lazim di Silicon Valley
"Move fast and break things" adalah moto Facebook sejak lama. Seperti yang dikatakan salah satu pendiri dan pemodal ventura Sun Microsystems, Vinod Khosla pada tahun 2011, melalui The Washington Post, "Orang yang berusia di bawah 35 tahun adalah orang yang bisa membuat perubahan," dan "orang yang berusia di atas 45 tahun buntu dalam menciptakan ide-ide baru." Silicon Valley terkenal karena diskriminasi terhadap usia.
Lebih dari 28 persen tuntutan hukum terkait diskriminasi usia diajukan kepada pengusaha di Silicon Valley dibanding yang berkaitan dengan ras, menurut Menlo Partners Staffing. Mereka mensurvei pekerja teknologi, di mana 80 persen karyawan di atas usia 40 tahun khawatir dengan karier mereka. Dan 68 persen generasi Baby Boomers enggan melamar pekerjaan karena usia mereka.
Ageisme begitu lazim dalam budaya Silicon Valley, sehingga banyak pria (dunia teknologi secara masif didominasi pria) menghabiskan banyak uangnya untuk mencari solusi tersebut. Misalnya, ada peningkatan sebanyak 325 persen pria melakukan operasi atau perawatan seperti "Brotox", dalam lima tahun terakhir. Seperti yang dikatakan ahli bedah plastik Dr. Larry Fan kepada San Francisco Chronicle, "Mereka merasa seperti didiskriminasi."
3. Misoginis di Silicon Valley
Faktanya, sebuah tim yang terdiri dari enam orang perempuan memprogram ENIAC (Electronic Numerical Integrator And Computer) atau komputer elektronik serbaguna pertama. Menurut jurnalis Emily Chang dari Vanity Fair, pada tahun 60-an dan 70-an, banyak perusahaan teknologi yang membutuhkan pemrogram handal, bahkan sebuah perusahaan mengontrak dua psikolog untuk menentukan siapa yang bisa menjadi pemrogram terbaik. Persentase gelar ilmu komputer untuk perempuan pun merosot dari hampir 40 persen menjadi kurang dari 20 persen saat ini.
Dari asal-usul seksis ini, industri teknologi di Silicon Valley seolah-olah mengubah rupanya menjadi misoginis. Dominasi teknologi terhadap kaum pria menciptakan diskriminasi terhadap kaum perempuan, serta menyulitkan perempuan untuk bersaing dalam dunia teknologi. Hal itu mengkodifikasi ketidakseimbangan gender.
4. Fasilitas menyenangkan dengan mengorbankan lebih banyak waktu dan pikiran
Perusahaan teknologi melengkapi fasilitas karyawan mereka dengan cara yang unik dan agak berlebihan. Karyawan Google Mountain View bahkan bisa menikmati meja biliar, arena bowling, game arcade retro, lapangan bola voli, potong rambut gratis, pijat gratis, dan makanan gourmet gratis, seperti yang dilaporkan Business Insider. Facebook sendiri menawarkan segalanya, mulai dari meja ping-pong, hingga makanan lezat sepanjang hari.
Seperti yang diungkapkan Dan Lyons, penulis Lab Rats: How Silicon Valley Made Work Miserable for the Rest of Us, yang dikutip Wharton School of Business, fasilitas ini sebenarnya menipu para karyawan. Menurutnya, karyawan akan dialihkan oleh semua hal menyenangkan di tempat kerjanya dengan mengurangi kesempatan untuk mendapatkan promosi, keamanan kerja, atau perawatan kesehatan.
Seperti yang dikatakan pewawancara Wharton, "Beberapa perusahaan ingin karyawan mereka bekerja selama 16 jam dalam sehari. Oleh sebab itu mereka memasukkan banyak kesenangan, sehingga mereka dapat istirahat di kantor dan tidak jauh dari meja mereka."
5. Persaingan berat di bidang teknologi dan siasat cerdik perusahaan
Kesuksesan di dunia teknologi adalah hal yang paling sulit diraih, karena 90 persen start up mengalami kegagalan. Seperti dilansir Investopedia, hanya ada 25 persen bisnis yang mampu bertahan selama 15 tahun atau lebih. Banyak CEO dan pendiri menulis permintaan maaf kepada publik atas kegagalan perusahaan mereka di industri teknologi.
"Sembilan dari 10 start up gagal," jelas Fortune. Menurut KQED, perusahaan menghindari pembayaran tunjangan seperti cuti karena sakit atau tunjangan kesehatan bagi pekerja kontrak merupakan hal yang umum di Silicon Valley.
6. Budaya homogen di Silicon Valley
CNBC melaporkan hasil survei tahun 2018 yang mengungkapkan bahwa beberapa start up terbesar Silicon Valley, seperti Google, Twitter, dan Facebook, nyatanya memiliki kurang dari tiga persen pekerja teknologi berkulit hitam. Menurut TechRepublic, 83 persen eksekutif teknologi berkulit putih, lebih dari 50 persen karyawan Google dan Apple berkulit putih, dan kurang dari setengah jumlah orang kulit hitam dan Hispanik yang bekerja di bidang teknologi, dibandingkan di negara-negara ekonomi swasta lainnya.
Pemimpin hak-hak sipil, Jesse Jackson, mengeluhkan minimnya keberagaman ini di Silicon Valley sejak lebih dari 20 tahun yang lalu. Kabar baiknya, saat ini perusahaan teknologi lebih banyak mempekerjakan minoritas yang kurang terwakili, karena TechRepublic melaporkan bahwa keberagaman justru memberikan pendapatan tambahan bagi industri TI sebesar US$ 400 miliar setiap tahun.
7. Diskriminasi terhadap orang India oleh orang India pula
Manusia selalu mendiskriminasi satu sama lain. Ras, warna kulit, agama, kebangsaan, dan seksualitas, karena alasan kebencian dan fanatisme. Sistem diskriminatif tersebut telah memecah belah miliaran orang selama setidaknya 3.000 tahun. Sistem kasta India, jelas BBC, membagi umat Hindu menjadi kelompok hierarkis berdasarkan karma (kerja) dan dharma (kata dalam bahasa Hindi untuk agama, tetapi di sini artinya kewajiban).
Empat kasta utama bercabang menjadi puluhan ribu sub-kasta, umumnya dikategorikan berdasarkan pekerjaan, dengan urutan kekuasaan dan tatanan sosial yang cukup ketat. Seseorang tidak dapat menikah di luar kasta atau pekerjaannya atau hidup di antara kasta yang lebih tinggi, dan orang itu harus selalu tunduk pada seseorang dari kasta yang lebih tinggi.
Meskipun ilegal di India selama beberapa dekade, namun negara ini masih didominasi oleh prasangka kasta, dan banyak orang India yang bermigrasi ke Silicon Valley membawa prasangka kasta tersebut. LA Times melaporkan pada tahun 2020 bahwa perusahaan Cisco Systems, khususnya dua insinyur India yang bekerja di sana, dituntut oleh regulator negara bagian California. Tuduhannya diikuti oleh laporan di The Wire bahwa hampir 70 persen orang India dari kasta rendah mengalami diskriminasi di tempat kerja di Amerika.
8. Silicon Valley adalah tempat yang terkontaminasi zat beracun
Environmentalisme adalah faktor utama dari banyak hal yang terjadi di Silicon Valley, mulai dari pusat data energi bersih 100% milik Apple hingga Tesla. Sering kali, perusahaan teknologi berada di garis depan terkait energi yang lebih bersih, lebih efisien, dan ramah Bumi. Di sisi lain, Silicon Valley justru berada di tempat pembuangan limbah beracun.
Silicon Valley terletak di Santa Clara County, di mana banyak situs federal yang superfund - daerah yang sangat tercemar. Bahkan, FBI harus menanganinya secara khusus - dibandingkan daerah lain di negara tersebut, dan menurut Quartz, totalnya ada 23. Zat berbahaya ini terkubur di tanah di seluruh wilayah Silicon Valley, berupa polutan dan bahan kimia yang tertinggal dari limbah chip silikon dan semikonduktor yang dibangun di sana selama ledakan manufaktur dari pertengahan 1960-an hingga pertengahan 1980-an.
Google dan NASA memiliki kampus di Silicon Valley, bersama dengan sekolah, rumah, taman, dan bisnis yang dipenuhi jutaan orang, yang berada di atas limbah beracun. Federica Armstrong, seorang fotografer yang tinggal di Santa Clara County, mendokumentasikan situs-situs superfund California.
"Kebanyakan orang di sana tampaknya tidak menyadari zat bahaya tersebut," katanya kepada The New York Times. "Seringkali, bahkan situs Superfund asing bagi mereka."
9. Infrastruktur Silicon Valley yang ternyata sangat buruk
Meskipun dipenuhi beberapa gedung perkantoran paling keren dan terhijau di dunia, dan sebagian besar orang terpintar dan terkaya di dunia, Silicon Valley masih sulit untuk dijelajahi. Itu mengapa Silicon Valley dianggap memiliki infrastruktur yang sangat buruk. San Jose Inside melaporkan pada tahun 2020 bahwa lebih dari 60 persen jalan di San Jose dinyatakan berkualitas "buruk" oleh regulator federal.
Banyak jalan dan trotoar yang membutuhkan perbaikan. Tahun 2019, pemerintah kota mengumumkan rencana untuk memperbaiki jalan perumahan sepanjang 1.490 mil selama sembilan tahun ke depan. Selain itu, menurut Silicon Valley Business Journal, lalu lintas Silicon Valley menjadi yang terburuk kelima di negara itu, bahkan penduduk San Francisco harus kehilangan nyawanya rata-rata 78 jam setahun.
Menurut artikel San Francisco Chronicle 2018, San Francisco memiliki beberapa angkutan umum yang paling lambat, paling rawan rusak jika dibandingkan dengan beberapa area metro terbesar di negara tersebut. Bus hanya melaju dengan kecepatan 2 mph, lebih lambat dari biasanya, dan sistem kereta api kota melaju 5 mph lebih lambat. Selain lambat, angkutan umum San Francisco sering mengalami kerusakan, sehingga berada di urutan paling bawah untuk transportasi yang paling rawan bermasalah.
10. Upaya ketat untuk menjaga keamanan perusahaan
Ratusan miliar dolar investasi mengalir ke Silicon Valley, dan produk yang mereka buat di sana dapat bernilai miliaran juga. Seperti yang dijelaskan PBS, Silicon Valley merupakan kekayaan intelektual paling berharga di dunia. Dan ia menjadi target mata-mata dari negara seperti Tiongkok dan Rusia.
Oleh sebab itu, menjaga keamanan perusahaan sangatlah penting. Namun, banyak perusahaan teknologi menggunakan protokol anti-spionase untuk memata-matai, dan menghukum karyawan mereka sendiri jika dinyatakan bersalah atau melanggar.
Seorang karyawan Facebook menunjukkan kepada The Guardian bahwa kontrak yang ditandatanganinya memuat persetujuan agar perusahaan bisa memantau dan merekam aktivitas media sosialnya, termasuk akun Facebook pribadinya, serta email, panggilan telepon, dan penggunaan internet.
11. Bunuh diri menjadi masalah utama di Silicon Valley
Silicon Valley mendapat julukan tragis sebagai salah satu ibu kota bunuh diri di dunia. Menurut California Management Review, dalam satu dekade terakhir, tingkat bunuh diri tumbuh empat kali lipat lebih tinggi di sekolah menengah atas di Palo Alto daripada tingkat rata-ratanya di nasional. Kombinasi toxic dari stereotip dunia teknologi terkait persaingan yang ketat, dan ekspektasi yang sangat tinggi terhadap dolar mendorong banyak penduduk Silicon Valley untuk bunuh diri, terutama setelah seseorang gagal di usia muda.
Silicon Valley juga sedang dilanda lonjakan kasus bunuh diri terkait COVID-19 yang sama seperti yang dilihat sebagian besar dunia. The National Disaster Distress Helpline melaporkan bahwa terjadi peningkatan panggilan darurat sebanyak 900 persen antara Mei 2019 dan Mei tahun 2020, menurut San Jose Spotlight, dan orang yang dibawa ke rumah sakit di kawasan Silicon Valley naik berlipat ganda antara Februari dan Mei pada tahun 2020.
Silicon Valley adalah tempat bagi museum yang menakjubkan, pemandangan seni yang semarak, teknologi terbaik dan terbaru di dunia, dan lebih banyak impian yang menarik kaum muda dari seluruh dunia untuk membangun masa depan, mengejar impian mereka dengan menjadi yang terbaik dan terpandai. Bukan saja sekedar janji-janji belaka, tetapi Silicon Valley memiliki kehidupan yang justru tak pernah dibayangkan orang sebelumnya.
Disclaimer: artikel ini sudah pernah tayang di laman IDNTimes.com dengan judul "Tak Selalu Jadi Impian, Begini 11 Kekacauan di Silicon Valley"