Ini pertama kalinya, Pemerintah Korea Selatan mulai mencanangkan transgender untuk menjalani wajib militer. Topik sensitif ini diajukan oleh Kementerian Pertahanan, yang ingin merevisi Peraturan Pelaksanaan Wajib Militer.
Namun, wacana transgender di Korea diwajibkan untuk wamil memantik berbagai respon tak sedap. Kasus pemberhentian tentara transgender Byun Hee-soo, yang berujung bunuh diri menjadi salah satu contoh bahwa diskriminasi di Negeri Ginseng masih sangat kuat.
Sebenarnya, rencana pemerintah Korea mewajibkan transgender untuk mengikuti wamil adalah keputusan tepat atau mimpi buruk? Bagaimana tanggapan para aktivitis LGBTQ+ terkait isu wajib militer ini?
Munculnya revisi peraturan wajib militer
'Buah pemikiran' Kementerian Korea Selatan untuk mendorong transgender wajib militer bermula dari upaya mereka untuk merevisi peraturan pelaksaan wajib militer. Aturan yang mengamatkan kelayakan seorang warga negara untuk mengemban tugas negara.
Ada pun kriteria wajib militer di Korea Selatan adalah laki-laki, berusia 18 - 28 tahun, sehat jasmani dan rohani. Setelah itu, mereka akan dikirimi surat untuk pemeriksaan fisik dan mental, yang menentukan layak atau tidaknya wajib militer.
Tampaknya kasus Byun Hee-soo membuat Kementerian Pertahanan Korea mengajukan revisi. Pasalnya, dari kriteria wajib militer, transgender seolah dilarang untuk bergabung dengan kemiliteran. Tapi, Korea belum mempunyai Undang-Undang khusus terkait hal ini.
Revisi ini dalam tahap pra-pengumuman, yaitu pihak Legislatif sedang mengumpulkan pendapat publik tentang RUU tersebut sebelum Majelis Nasional melakukan pemungutan suara.
Klasifikasi khusus untuk transgender Korea wamil
Ada kriteria baru di Rancangan Undang-Undangan yang menyatakan bahwa transgender yang belum secara teratur menjalani terapi hormon (setidaknya selama enam bulan) akan masuk klasifikasi kelas 4.
Mereka akan disuruh bergabung dengan Kemiliteran sebagai petugas layanan sosial, bukan tentara aktif. Sedangkan, transgender Korea yang belum melakukan terapi hormon (selama lebih dari enam bulan) akan diwajibkan untuk mendaftar wajib militer.
Terhapusnya aturan lama untuk transgender
Berdasarkan aturan wamil yang berlaku di Korea Selatan saat ini, seseorang yang telah menjalani operasi penggantian kelamin dan secara hukum terdaftar sebagai perempuan tidak perlu menjalani wajib militer.
Selain itu, seseorang yang telah menjalani operasi, tetapi tak terdaftar sebagai perempuan dievaluasi sebagai kelas 5, artinya mereka dibebaskan dari wajib militer. Jika revisi aturan ini diberlakukan, maka para transgender yang tak memenuhi batas waktu enam bulan, harus bergabung di Kamp. Pelatihan militer selama tiga minggu.
Di sisi lain, sebagian besar fasilitas kamp. Militer belum memadai dan mendukung untuk para transgender. Mereka juga harus menghadapi masalah lain usai pelatihan dasar, yaitu berpartisipasi dalam pelatihan pasukan cadangan bersama tentara aktif.
Aktivis LGBTQ+ menolak revisi Undang-Undang
Rencana Pemerintah Korea mewajibkan transgender untuk wajib militer tak disambut baik oleh para aktivitas dari komunitas LGBTQ+. Fasilitas yang belum mendukung hingga sisi kelam yang dihadapi para transgender di Kamp. Militer menjadi pemicunya.
Aktivitas LGBTQ+ di Korea menganggap revisi ini sebagai langkah diskriminatif dan kurang pemahaman tentang komunitas transgender. Mengecilkan masalah identitas gender jadi masalah pembedahan dan terapi saja.
Tingkat perundungan yang tinggi ke transgender
Aktivis LGBTQ+ di Korea mengungkapkan bahwa masalah ini kompleks, bukan sekadar terapi hormon.
"Orang-orang trans mempunyai perasaan berbeda tentang berapa lama harus menjalani terapi hormon atau tidak menjalaninya sama sekali. Tak hanya itu, perlunya penegasan gender melalui operasi. Ini semua tergantung dari tingkat kompeksitas disforia gender dan kondisi lingkungan di sekitar mereka, " ucap Kim Yong-min, aktivitas LGBTQ+ Korea seperti dikutip dari Koreaboo.
Ia merasa Pemerintah seharusnya mencabut draf revisi ini, yang terlihat mengabaikan penderitaan komunitas transgender. Apalagi, di tengah masyarakat yang menilai apatis dan remeh terhadap biner gender.
Para ahli mengungkap pendapat serupa tentang keselamatan transgender yang mungkin dipaksa mendaftar apabila revisi disetujui. Menurut Komisi Hak Asasi Manusia Korea pada 2020, sebanyak 84,8 persen transgender Korea yang wajib militer, mereka harus menerima ucapan menghina dan harus berjuang untuk memakai kamar mandi bersama.
Mirisnya, setengah dari responden, yaitu 47,4% menyatakan mereka pernah mengalami kekerasan, termasuk pelecehan seksual. Beberapa transgender juga angkat suara bahwa mereka pernah diintimidasi oleh laki-laki di Kamp. Militer saat pelatihan cadangan.
Kemenhan Korea meminta pendapat publik
Transgender Korea diwajibkan wajib militer masih dalam tahap perencanaan. Kementerian Pertahanan Korea Selatan meminta pendapat publik terkait revisi Undang-Undang yang telah diajukan per tanggal 22 Januari 2024.
Kementerian juga mengumumkan rencana untuk melakukan persiapan agar transgender yang memenuhi syarat wajib militer dapat menjalani pelatihan di lingkungan yang tepat dan sesuai, apabila aturan yang direvisi disetujui oleh Majelis Nasional.
Tampaknya, Pemerintah Korea Selatan juga perlu membenahi isu perundungan yang terjadi dan memberikan fasilitas mendukung untuk transgender wamil dengan nyaman. Bagaimana menurut pendapatmu, Bela?